Kamis, 02 November 2017

Analisis Putusan Mahkamah Agung

Analisis Putusan Mahkamah Agung
tentang
“HAK ANAK SEBAGAI AHLI WARIS DALAM PERKAWINAN SIRI”


Perkara Kasasi Nomor 329K/AG/2014 yang diajukan oleh AM kepada Mahkamah Agung dimaksudkan untuk menuntut itsbat nikah atas perkawinan siri antara dirinya dengan Almarhum M dan pemenuhan hak waris atas anaknya MIR terhadap Almarhum M. Pertimbangan hukum keputusan hakim yang menolak gugatan tersebut menarik untuk dicermati. Kesimpulannya adalah :

1) Mahkamah Agung menolak itsbat nikah karena perkawinan siri tersebut dilangsungkan setelah berlakunya UU Perkawinan Tahun 1974, dan sebagai konsekuensinya, MIR tidak bisa mendapat warisan dari Almarhum M; dan
 2) sebagai solusi, alternatif hukum yang bisa diupayakan adalah pembaruan pengaturan itsbat nikah melalui judicial review terhadap huruf a angka 22 Penjelasan Pasal 49 ayat (2) UU Peradilan Agama Tahun 2006 atau hakim bisa saja memberikan wasiat wajibah. ( Tobroni, 2015 ).

Daftar Pustaka
Tobroni, Faiq. “ Hak  Anak sebagai Ahli Waris dalam Perkawinan Siri “.
Jurnal Yudisial, Vol.8 No. 1 April 2015. Alamat Acces jurnal.komisiyudisial.go.id/index.php/jy/article/view/45

Berikut ini adalah analisis saya tentang Putusan Mahkamah Agung diatas sebagai berikut :

Sebelum masuk ke pembahasan, saya akan menjelaskan dulu apa yang dimaksud dengan Nikah Siri dan Itsbat Nikah. Menurut KBBI Nikah Siri adalah pernikahan yang hanya disaksikan oleh seorang modin dan saksi, tidak melalui Kantor Urusan Agama,menurut agama Islam sudah sah. Nikah Siri adalah suatu pernikahan yang sah secara agama baik dari syarat maupun rukunnya, tetapi tidak tercatat dalam keperdataan. Sedangkan Itsbat Nikah menurut KBBI adalah penetapan tentang kebenaran ( keabsahan ) nikah. Itsbat Nikah adalah upaya hukum yang dilakukan untuk mendapatkan hubungan keperdataan.
Setelah saya membaca “Kajian Putusan Nomor 329K/AG/2014” tentang “ Hak  Anak sebagai Ahli Waris dalam Perkawinan Siri “. Yang ditulis oleh Faiq Tobroni, saya sependapat dengannya, karena Kasasi yang diajukan AM dengan Nomor Perkara 329K/AG/2014 telah melewati proses hukum yang sangat panjang. Akar dari segala gugatan tersebut adalah dari kasus perkawinan siri antara AM dengan M. Perkawinan tidak tercatat tersebut telah melahirkan seorang anak bernama MIR pada tahun 1996. Celakanya tak hanya mendapat penolakan dari almarhum, bahkan keluarga besar M pun menolak untuk memberikan pengakuan pernikahan siri M dengan AM yang berarti juga menolak untuk mengakui anak lelaki AM sebagai darah daging M  (www.fimela.com, 27 Februari 2013).
Putusan Kasasi MA memperkuat putusan pengadilan sebelumnya untuk tidak memberlakukan Putusan MK kepada kasus MIR dan AM karena prinsip non retroactive. Selain itu, putusan juga menolak untuk menetapkan pengesahan perkawinan siri AM dan M. Alasannya adalah perkawinan siri mereka dilangsungkan pada 20 Desember 1993 atau setelah berlakunya UU Perkawinan 1974. Meskipun berhukum sah menurut hukum Islam namun tidak dicatatkan pada kantor urusan agama, pengadilan tetap tidak bisa melakukan pengesahan perkawinan (itsbat nikah) sesuai huruf a angka 22 Penjelasan Pasal 49 ayat (2) UU Peradilan Agama 2006. Sebagai konsekuensi hukumnya, majelis hakim menolak untuk memberikan hubungan keperdataan antara MIR sebagai anak luar kawin dengan M sebagai bapak biologisnya. Dengan demikian, MIR tidak bi6sa mendapatkan warisan dari almarhum M.

Kesimpulan

        Keberadaan perkawinan siri AM dan M sebenarnya berhukum sah jika dianalisis secara secara hukum agama karena memang pelaksanaannya sudah memenuhi rukun nikah dalam ketentuan fikih.
Selanjutnya, sebagai perlindungan bagi anak hasil nikah siri, wasiat wajibah bisa dipergunakan untuk memberikan bagian harta peninggalan kepada anak hasil nikah siri dari bapak biologisnya selama ketentuan perundang-undangan belum mendukung.

Disusun oleh :
Nama     : Aang Sobari Saeful Risal
NIM : 16360012
Kelas : Perbandingan Madzhab A

Jumat, 21 April 2017

SEJARAH ISLAM DI DUKUH TENGAH

SEJARAH ISLAM DI DUKUH TENGAH

Letak Dukuh Tengah

Dukuh Tengah merupakan nama suatu Dusun di suatu Desa, lengkap daerahnya adalah Dusun Dukuh Tengah Desa Karang Pari Kecamatan Bantarkawung Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah.

Kecamatan Bantarkawung terdiri dari 18 desa, salah  satunya Bantarkawung Selatan adalah Desa Karang Pari. Bahasa sehari – hari yang di gunakan sebagian besar masyarakat Bantarkawung adalah Bahasa Sunda, beberapa desa sebelah timur sebagian besar menggunakan Bahasa Jawa yaitu Desa Cinanas dan Desa Pangebatan.

Letak Geografis Bantarkawung adalah antara 108048’47,3” sampai dengan 108058’42,4” Bujur Timur. dan 706’3,6 sampai dengan 7019’24,1” Lintang Selatan. Luas 205 Km2  terbagi secara administratif menjadi 18 Desa, 97 RW dan 413 RT. Secara Topografi wilayah Bantarkawung berada pada ketinggian kurang dari 500 M dari permukaan laut.

Letak Dukuh Tengah berada di puncak Gunung Maruyung, sebagian besar mata pencaharian masyarakat Dukuh Tengah adalah petani. Namun dengan beriringnya waktu sekarang profesi masyarakat Dukuh Tengah bermacam – macam, sebagian ada yang menjadi Petani atau Buruh, Aparatur Pemerintah, Guru, Pedagang, Pegawai Swasta, sopir dan sebagainya. Dalam pendidikanpun dengan beriringnya waktu sekarang semakin meningkat, yang dulunya hanya keluaran Pondok Pesantren bahkan tak mengenal dunia pendidikan, namun sekarang banyak yang bukan hanya keluaran dari pendidikan non-formal saja melainkan pendidikan Formal pun banyak, bahkan lebih mendomisili lulusan dari pendidikan Formal, baik itu TK/RA/PAUD,SD/MI,SMP/MTs,SMA/MA/SMK. Bahkan 10 tahun terakhir ini banyak yang melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi.

Datangnya Islam di Dukuh Tengah

Sebagian orang mengatakan Islam datang ke Dukuh Tengah pada zaman Kerajaan Galuh. Karena Dukuh Tengah merupakan wilayah kerajaan Galuh. Dimana kerajaan Galuh ini ditaklukan oleh Sunan Gunung Jati. Sebenarnya banyak tokoh yang membawa Islam di Dukuh Tengah, namun  masyarakat sampai sekarang hanya mengenal Aki  Karisem satu - satunya tokoh pertama yang membawa islam di Dukuh Tengah. Masyarakatpun tidak tahu persis bagaimana proses masuknya Islam, dengan cara apa saja datangnya Islam di Dukuh Tengah, dan bagaimana sikap dari masyarakat Dukuh Tengah nya itu sendiri. Namun masyarakat hanya percaya secara turun temurun bahwasanya Aki Karisem lah yang telah membawa Islam di Dukuh Tengah. Dan tak ada peninggalan – peninggalan orang – orang dulu, namun di tengah – tengah perumahan masyarakat Dukuh Tengah ada makam yang di percayai oleh masyarakat secara turun temurun, bahwa makam tersebut adalah makamnya istri Aki Karisem. Sedang makamnya Aki Karisem berada di Keser, Babakan.

*) Makam Nini Karisem
di tengah - tengah perumahan masyarakat Dukuh Tengah
Sebagian orang mengatakan bahwa beliau berasal dari Cirebon yang bekerja sebagai pedagang, Saat beliau masih hidup beliau berguru ke beberapa ulama dan di usia dewasanya beliau dakwah dan menyebarkan Islam dengan cara berdagang. Beliau beserta istrinya bersusah payah hanya untuk mensyariatkan agama Islam di Dukuh Tengah dan sekitarnya. Nama istrinya pun tak ada yang tahu, sehingga sampai sekarang masyarakat menyebutnya dengan nama Nini Karisem, di nisbatkan dengan nama suaminya. Dan Nisan nya pun tak tertulis tahun wafatnya, hanya terletak beberapa batu yang menandakan makamnya. Beliau juga mempunyai banyak anak yang kemudian beliau mengutus semua anaknya ke berbagai kampung untuk menyebarkan syariat Islam.

Namun disisi lain, ada di atasnya suatu kali tepatnya dibawah pohon yang amat besar yang berada diantara gang Pentas dan Cikondang  ada makam bayi, yang di percayai oleh masyarakat bahwa makam tersebut adalah makam bayinya Sunan Gunung Jati, beliau pernah singgah juga menyebarkan Islam di Dukuh Tengah. Karena dalam sebuah cerita mengatakan bahwa Sunan Gunung Jati pernah menaklukan Kerajaan Galuh dimana Dukuh Tengah ini merupakan wilayah kekuasaanya. Berarti bila hal itu benar maka Islam datang ke Dukuh Tengah yang dibawa oleh Sunan Gunung Jati pada abad ke – 15 pertengahan.

Ada sebuah cerita yang di percayai masyarakat secara turun temurun, bahwasanya para waliyulloh pernah kumpul di suatu puncak gunung guna bahas perkembangan Islam, namun sebelum para waliyulloh itu menyebar ke daerahnya masing – masing, para waliyulloh itu menancapkan tongkatnya yang bernama “Ruyung”. Konon, kemudian tongkat tersebut berubah menjadi pohon Kawung yang sangatlah besar ukurannya. Namun sayang, pohon tersebut sekarang sudah tidak ada. Kemudian masyarakat sekitar menyebut gunung tersebut dengan nama Gunung Maruyung.

Tradisi yang ada di Dukuh Tengah

Makam yang ada di tengah – tengah masyarakat yang di percayai makam tersebut adalah makamnya Nini Karisem atau istri dari Aki Karisem yang merupakan tokoh yang membawa agama Islam, masyarakatpun tak pernah melupakan atas perjuangannya, maka untuk mengenang jasanya juga mengenalkan pada semua generasi, maka setiap hari raya ‘idul fitri, setelah melaksanakan sholat ‘id dan “ngeupung” atau makan bersama maka seluruh masyarakat di anjurkan untuk menziarohi makam Nini Karisem. Selain di hari itu setiap malam jumat atau acara syukuran yang lainnya yang mimpin tahlil mesti menyebut namanya untuk mengirimkan hadiah fatihahnya.

Setelah masuknya Islam di Dukuh Tengah banyak kegiatan atau tradisi yang berbau Islam, diantaranya pengajian ibu – ibu dan baca barzanji setiap hari selasa dan kamis, baca barzanji bagi kaum laki – laki setiap malam jumat, baca barzanji keliling ibu – ibu setiap malam senin dan jumat, tahlilan di acara tertentu dan PHBI baik itu Pengajian Muharaman, Muludan, Rajaban, Nuzulul Qur’an, Halal bil Halal dan sebagainya.

Peta Keberagamaan

Masyarakat Dukuh Tengah dalam hal Aqidah menganut faham Ahlussunah Wal Jama’ah juga mengikuti Madzhab Syafi’i dan mengikuti aliran NU (Nahdhotul Ulama), buktinya dengan adanya tradisi yang menjadi ciri khas NU, diantaranya dengan adanya kegiatan Tahlilan, Ziaroh, baca Wirid bersama setiap bada Sholat Fardhu, membaca Doa Qunut setiap Sholat Fardhu Subuh, Adzan dua kali pada Sholat Jumat, baca Surat Yasin atau Barzanji dan sebagainya. Juga dengan adanya Ormas baik itu Ansor, Fatayat maupun Banser.

Namun semua itu tak ada seorang pun yang tahu bagaimana proses terjadinya akan semua itu, namun jelasnya orang – orang yang menyebarkan Islam yang ada di Indonesia adalah mereka yang mengikuti faham Syafi’i, sehingga para pengikutnya pun mengikuti apa yang diajarkannya.
Dengan demikian, karena masyarakat ini hanya satu faham sehingga tak pernah ada permasalahan yang muncul karena perbedaan, hanya saja yang muncul karena perbedaan sosial dalam hal pribadi yang bersifat wajar.

Perkembangan Islam

Dengan beriringnya waktu, tidak hanya dalam hal ekonomi saja yang semakin maju dan modern. Namun dalam pendidikan pun semakin maju, sekarang dengan adanya MI (Madrasah Ibtidaiyyah) Bisole yang didirikan pada tanggal 5 Juli 1957 oleh Aki Usup yang dulunya adalah MADIN (Masrasah Diniyah). Dan pada abad ini pula telah didirikan MADIN dan PAUD Riyadhotul Huda Kebon Kelapa Dukuh Tengah yang didirikan oleh K. Umar Nawawi dan K. Yunus.

Selain dengan bertambahnya suatu le mbaga, juga semakin maju dalam bangunan kegiatan – kegiatan keagamaan dan lainnya. Yang dulu bangunannya hanya sederhana sekarang dengan adanya rehabilitasi, bangunannya pun semakin luas juga semakin bagus dibanding dengan sebelumnya, dan tak kalah pula diramaikan dengan berbagai kegiatan keagamaan lainnya.

*) Masjid Jami' Baiturrohim
dan Perumahan di Dukuh Tengah



Masjid inilah yang di jadikan pusat tempat peribadatan yang ada di Dukuh Tengah, yang di kenal dengan nama Masjid Jami’ Baiturrohim, masjid yang terakhir di rehabilitasi pada tanggal 30 Mei 2003 ini di jadikan tempat Sholat Jumat, Sholat ‘Id Fitri dan ‘Id Adha dimana semua orang yang ada di Dukuh Tengah datang ke Masjid ini, juga di jadikan tempat Kegiatan Kuliah Subuh pada setiap bulan Ramadhan, dan masih banyak kegiatan yang lainnya.






*) Majlis Ta'lim Dukuh Tengah
Majlis Ta'lim ini yang terakhir di rehabilitasi pada tahun 2015, merupakan pusat tempat kegiatan menggali keilmuan, yang biasa di pakai oleh masyarakat untuk kegiatan Pengajian ibu – ibu dan baca Barjanzi setipa hari kamis, dan di pakai untuk anak – anak mengkaji ilmu agama baik di pagi, sore maupun malam hari. Selain itu, tempat ini juga di jadikan tempat bermusyawarah masyarakat Dukuh Tengah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan, juga tempat menggali ilmu pengetahuan alam dan sosial, misal ada sekelompok yang ingin berbagi ilmu tentang pertanian, maka mereka mengajak masyarakat untuk bisa hadir di majlis tersebut dan menggalinya bersama – sama.

*)  Pondok Pesantren Riyadhotul Huda
Kebon Kelapa, Dukuh Tengah
Pondok Pesantren Riyadhotul Huda namanya, yang sampai sekarang masih berdiri kokoh bangunannya, yang dulu santrinya banyak dan datang dari berbagai daerah, kini tinggal bangunannya saja, Pondok yang didirikan oleh K. Umar Nawawi yang pernah vakum tak ada santrinya lalu mendirikan MADIN (Madrasah Diniyyah), namun tetap tidak bertahan lama, kini sudah tak berjalan lagi. Hanya saja kegiatan yang sampai sekarang masih tetap dijalani yaitu Pengajian Ibu – Ibu dan Baca Barjanzi setiap hari selasa. Setelah berdirinya MADIN, didirikanlah di sampingnya PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) oleh K. Yunus. Semenjak berdirinya PAUD ini, kini Pondok Pesantren Riyadhotul Huda kembali ramai dalam keilmuannya oleh anak – anak. Dan kini nama PAUD Riyadhotul Huda semakin terkenal namanya, karena dari berbagai prestasi yang di raih oleh anak – anak PAUD Riyadhotul Huda dalam berbagai kegiatan, baik itu lomba, penampilan pada saat PHBI, maupun dari akhlak, sifat dan tingkat kecerdasan yang dicetak oleh pihak PAUD nya itu sendiri.

*) Masjid Riyadhotul Huda
selain di gunakan untuk melaksanakan ibadah Sholat
 juga di gunakan untuk anak - anak mengaji juga kegiatan yang lainnya.
Anak – anak penerus bangsa yang ada di Dukuh Tengah ini, dalam pengkajian ilmu agama masih seperti dulu, dimana mereka mengaji / mengkaji ilmu agama baik itu pagi, sore maupun malam, mereka mengkajinya di tempat yang paling dekat dengan rumahnya, sehingga setiap blok / gang pasti ada tempat untuk anak – anak belajar ilmu agama, baik itu belajar Iqro, Al – Quran, Sholat dan keilmuan yang lainnya. Baik tempat mereka belajarnya itu di rumah – rumah, Majlis Ta’lim maupun di Masjid / Mushola yang dekat dengan rumahnya.

Dengan beriringnya waktu, banyak tokoh agama yang ada di Dukuh Tengah, kini yang masih hidup dan masih mengabdi di masyarakatnya dan mengayomi semua permasalahan yang ada di Dukuh Tengah di antaranya K. Umar Nawawi, K. Yunus, Ust. Sirojuddin, Ust. Anwar, Ust. Sulaiaman, Ust. Zaenudiin, Ust. Miftah, Ust. Isur, Ust. Muhirin, Ust. Maman, Ust. Rohimin dan masih banyak yang lainnya.


Sekian banyaknya tentang Dukuh Tengah yang sudah tertuliskan, hanya saja tulisan itu berasal dari berbagai sumber, dan masih banyak berita yang masih di perselisihkan akan kebenarannya, hanya saja penulis hanya menuliskan apa yang disampaikaan oleh nara sumber, maka dari itu, bila ada salah informasi harap bisa memakluminya, karena penulis dan nara sumber juga manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, karena kebenaran yang sesungguhnya hanyalah milik sang kuasa, Allah SWT. Hanya Allah lah yang maha mengetahui akan semua kebenarannya.

Sumber Refensi ;
- Wawancara kepada masyarakat sekitar.

Senin, 17 April 2017

Al – Habib Muhammad Habibi bin Al - Fauzi Al – Atos di Acara Tasyakur Nikah

ACARA TASYAKUR NIKAH

Yang berbahagia Ust. Fawaid / Kang Anil ( Sesepuh UKM Kordiska ) dan Istrinya
 Bersama : Al – Habib Muhammad Habibi bin Al - Fauzi Al – Atos
Senin, 17 April 2017 bada Isya
Di Masjis ta’lim sa’adatud dharain, Berbah, Sleman, Yogyakarta

*) Foto Al - Habib Muhammad Habibi bin Al - Fauzi Al - Atos
Rosululloh bersabda yang artinya :
“Orang yang tidak mau menikah itu adalah orang yang miskin , miskin, dan miskin”.

Seseorang bila punya anak banyak, itu susah apa seneng?

Nabi menikahkan anaknya Fatimah, dan berdoa kepada Allah:
“Ya allah berkahilah atas pernikahan anakku dengan ali, dan kasihlah keturunan yang banyak tapi berkualitas, banyak tapi sholeh sholehah”.
Bila orang tua nya sudah meninggal siapa yang akan menduakannya? Belum tentu saudara tetangganya ada yang ingat dan mau menduakannya. Makanya pasti anaknya yang harus menduakannya.
Pernikahan itu merupakan suatu hal yang bernilai ibadah, bukan sekedar melampiaskan hawa nafsu, akan tetapi pernikahan itu suatu hal yang bernilai ibadah yang memiliki derajat yang tinggi disisi Allah SWT.
Orang yang paling agung di dunia adalah Nabi Muhammad SAW. Beliau saja orang yang paling mulia menikah, maka menikah adalah bukanlah suatu hal yang tabu. Karena nikah merupakan sunnah nabi. beliau mengatakan barang siapa yang tidak seneng akan sunnahku  diantaranya nikah maka dia bukanlah golonganku,
Oleh karena itu, Bila seorang anak yang sudah mampu dan cukup umur untuk menikah dan ada rasa keinginan untuk menikah namun orang tua nya menghala – halanginya atau melarangnya, bisa jadi orang tua tersebut telah berbuat dosa besar.
  
Kenapa hal itu bisa terjadi?

bisa jadi karena orang tua selalu melarangnya maka anak tersebut berbuat maksiat, sedang perbuatan itu karena orang tua nya selalu melarangnya. Maka orang tua tersebut telah berbuat dosa besar.
Nabi bersabda yang artinya :

“Wahai kaum laki – laki, barang siapa diantara kalian yang sudah mempunyai barang maharnya maka cepat – cepatlah untuk menikah”.

Mahar itu tidak usah yang mewah – mewah yang bernilai tinggi harganya, namun yang penting barang tersebut memiliki manfaat.

Nikah itu gampang, yang penting memenuhi syarat yang lima, maka sahlah pernikahannya. Yaitu adanya memepelai laki – laki, mempelai perempuan, wali, saksi (cukup dua orang saksi laki – laki ) dan mahar.

Orang yang sudah nikah hidupnya bakal senang apa malah melarat?

Orang yang sudah nikah hidupnya akan senang, karena telah melakukan sunnah nabi dan ibadah kepada Allah juga dipandang kaya dihadapan Allah dibandingkan dengan orang yang sudah mampu untuk menikah namun tidak mau menikah. Bahkan telah dijelaskan diatas kata rosul dia adalah orang yang miskin bahkan kuadrat miskinnya, karena beliau mengulanginya hingga tiga kali.

Gak ada ceritanya orang yang sudah menikah hidupnya akan miskin. Allah mengatakan barang siapa yang sudah menikah namun masih dalam keadaan faqir maka Allah akan memberinya kekayaan dari sifat pemurahnya Allah swt. Dalam arti justru dengan pernikahan itu Allah akan membuka pintu rizki untuknya. Andai kata bila ada orang yang sudah menikah malah justru jatuh miskin yang mulanya hidupnya serba ada tak pernah kekurangan itu adalah bentuk cobaan dari Allah swt. Apakah ia akan sabar dan lulus atas cobaan yang diberikan Allah untuknya. Bila ia lulus maka Allah akan menaikan derajatnya dan akan membuka  pintu dari semua kesulitannya.

Nabi bersabda yang artinya :
“Barang siapa diantara kalian yang sudah menikah, maka sungguh telah disempurnakan  separuh dari agamanya”.

Bila pernikahan dibangun atas dasar cinta karena Allah bukan karena untuk melampiaskan hawa nafsu, baik dari ketampanan pria maupun kecantikan wanita ataupun bentuk yang sifatnya duniawi lainnya. Maka tidak diragukan lagi, pernikahan ini akan langgeng dan bahagia. Karena pernikahan ini didasarkan cintanya karena Allah. Lain halnya yang di dasari karena hawa nafsu maka pernikahannya pun tak akan pernah langgeng dan selalu saja cobaan yang silih berganti tuk menghampirinya.

Ada tiga kata yang tak asing lagi di telinga kita karena kita sering mendengarnya, yaitu menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warohmah. Bila kedua mempelai ini ingin ketiga – tiganya maka nikahlah atas dasar cinta karena Allah, dengan begitu ia akan mendapatkannya.

Seorang istri adalah seoarang wanita yang bisa diangkat derajatnya oleh Allah setinggi – tingginya, jangan dikira orang yang selalu menang, mulia, berkuasa itu adalah laki – laki. Bisa jadi orang yang lebih mulia itu adalah wanita. Karena dalam sabda nabi yang artinya :

"Bila ada seorang istri yang mengerjakan sholat lima waktu, dan melaksanakan puasa di bulan ramadhan dan ia juga menjaga barang berharganya atau kemaluannya (menjaga harga diri ) dan kemudian dia taat kepada suaminya maka kelak di akhirat oleh Allah di panggil ayo bagi istri - istri yang melakukan keempat hal tersebut maka pilihlah pintu jannah yang paling engkau idamkan".

Bila ada seorang istri yang melakukan sholat lima waktu dan puasa di bulan ramadhan namun ia tidak taat dan patuh terhadap suaminya, maka sia – sia lah semua amal ibadahnya, karena semua itu tidak akan diterima disisi Allah Swt.

Bahkan beliau bersabda, bila aku diperbolekan oleh Allah untuk memerintahkan manusia harus bersujud kepada manusia, maka akan aku perintahkan seorang istri harus sujud kepada suaminya. Hal ini menjelaskan bagaimana taatnya seorang istri kepada suami.

Tapi bagi seorang suami harus berlaku adil kepada istrinya, bukan mentang – mentang karena istri wajib taat kepada suami, lalu suami berbuat semena – mena. Tapi, suami itu harus bisa membimbing  istri dan keluarganya ke surganya Allah Swt.

Nabi bersabda yang artinya :
“Tidak ada seorang suami yang bisa memuliakan istrinya kecuali suaminya juga orang mulia, kecuali suaminya itu adalah orang yang hina maka yakin suami itu adalah orang yang tercela”.

Sebelum menikah jiwanya adalah tanggung jawabnya sendiri, namun setelah menikah maka jiwanya istri tanggung jawabnya suami. Maka bila suatu saat nanti suami masuk surga sedang istri masuk neraka, maka suami akan ditarik oleh istri keneraka. Maka dari itu didiklah istrimu dengan benar. Karena istri akan bilang ia cinta mati kepada suaminya, dunia dan akhirat ingin selalu bersamanya dan tak ingin terpisahkan.

Sabda nabi yang artinya :
“Tidak ada dosa besar yang dipikul atau ditanggung oleh suami kecuali dengan dosa istrinya yang selalu berbuat maksiat dikala hidupnya”.

Bagi para suami yang memiliki istri yang sholehah itu merupakan suatu anugerah yang telah Allah berikan kepadanya, karena Nabi telah berkata :

“Bahwa dunia ini adalah permata dan perhiasan yang sangat mahal harganya, dan sebaik – baik perhiasan di dunia adalah istri yang sholehah”.

Semoga bagi yang sudah punya istri, dijadikan istri yang sholehah, yang berbakti dan taat terhadap suaminya, dan bagi yang sudah punya anak di jadikan anak yang sholeh dan sholehah oleh Allah Swt. Anak – anak yang berbakti terhadap orang tuanya.

Dan khususnya mari kita doakan semoga atas pernikahannya Ust. Fawaid dijadikan pernikahan yang sangat membahagiakan bagi kedua mempelai, dijadikan keturunannya yang berbakti kepada orang tuanya, dan semoga dengan pernikahannya adalah sebuah sarana untuk memperoleh surganya Allah Swt. Didekatkan dengan pertolongan Allah dan di jauhkan dari marabahaya.

Dan yang belum kawin semoga lekas kawin, yang belum dipertemukan dengan jodohnya semoga Allah mempertemukan jodohnya yang sholeh dan sholehah, yang sudah punya jodoh semoga Allah memberi kelancaran untuk kedepannya, mencari mas kawin yang halal untuk bisa menikah, dan semoga pernikahannya dibarokahi oleh Allah Swt. Amiin…

Al – Fatihah….

Minggu, 16 April 2017

MAKALAH SEJARAH KHILAFAH BANI ‘ABBASYIAH

MAKALAH
SEJARAH KHILAFAH BANI ‘ABBASYIAH



Dosen Pengampu :
Prof. Dr. H. Susiknan, M.Ag
Disusun Oleh :
Kelompok 3
1.             Muhammad Indra Betara         ( 16360002 )
2.             Akhmad Syauqi Aula Tsani      ( 16360008 )
3.             Aang Sobari Saeful Risal           ( 16360012 )
4.             Muhammad Alfaz Fanani         ( 16360032 )


PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016/2017



MUNCULNYA BANI ‘ABBASYIAH

Kekuasaan Dinasti Bani ‘Abbas atau Khilafah Bani ‘Abbasyiah sebagaimana disebutkan melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Bani ‘Abbasyiah karena para pendiri atau penguasa dinasti ini adalah keturunan al – abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasyiah didirikan oleh Abdulloh al – Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdulloh bin Al – Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 – 656 H / 750 – 1258 M. Selama Dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda – beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya.
Awal munculnya Dinasti Abbasyiah ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi khilafah Bani Umayyah, disusunlah dengan diam – diam propaganda untuk menegakan Daulah Bani Abbas, sebab sejak zaman Muawiyyah Daulat Bani Umayyah itu didirikan dengan kekerasan, seumpamanya memburuk – burukan dan menyumpah Ali bin Abi Thalib dalam tiap Khutbah Jumat, mereka menekan suara – suara yang melawan dengan sekeras – kerasnya, mengejar keturunan Ali atau Bani Hasyim dimanapun mereka bersembunyi, sebab itulah musuh paling besar bagi Bani Umayyah. Dizaman pemerintahan Umar bin Abdul Aziz kebenaran dan keadilan lebih tinggi dari segalanya, tidak ada keistimewaan Bani Umayyah dari saudaranya sesama Islam. Rakyat bebas menyatakan pendirian, asal jangan mengganggu ketentraman umum. Meskipun sikap ini benar, akan tetapi melemahkan pemerintahan yang didirikan atas kekerasan, maka di dalam pemerintahannya itulah orang diam – diam berusaha mengatur propaganda untuk Bani Abbas.
Meskipun yang melakukan propaganda ini Bani Abbas sendiri,nama bani abbas tidaklah begitu ditonjolkan, tetapi di masyhurkan saja Bani Hasyim, supaya jangan terpecah Syiah pengikut Ali dengan Syiah pengikut Abbas, karena keduanya Bani Hasyim. Bani Umayyah dari dulu tidak memusuhi Bani Abbas melainkan hanya terhadap Bani Ali, padahal yang sebenarnya yang mengharap hendak merebut kekuasaan ialah Bani Abbas. Kalau Bani Abbas menyatakan menuntut khalifah untuk dirinya sendiri, tentu kurang banyak pengikutnya, dengan menyebut Bani Hasyim, tersimpuhlah di dalamnya keturunan Ali dan Bani Abbas dan dalam Bani Hasyim terkumpul semua.



Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan bani abbas menjadi lima periode, yaitu :
1.             Periode pertama (132 – 232 H / 750 – 847 M), Disebut periode pengaruh Persia pertama
2.             Periode kedua (232 – 334 H / 847 – 945 M) Disebut masa pengaruh Turki pertama
3.     Periode ketiga (334 – 447 H / 945 – 1055 M) Masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan dinasti abbasyiah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua
4.       Periode keempat (447 – 590 H / 1055 – 1194 M), Masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan Khilafah Abbasyiah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua
5.          Periode kelima (590 – 656 H / 1194 – 1258 M), Masa khalifah bebas dari pengaruh dari dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar kota Baghdad.




KHALIFAH – KHALIFAH BANI ABBASIYAH

1.             Abul Abbas As-Saffah  (132 H – 750 M )
Beliau masyhur dengan dermawannya, kuat ingatan, keras hati, tetapi sangat besar dendamnya kepada Bani Umayyah.
2.             abu Ja’far Al Mansur ( 136 H – 754 M )
Beliau seorang yang gagah perkasa, keras hati, kuat kemauan, bijak dan cerdik.
3.             Al Mahdi ( 158 H – 775 M )
4.             Al Hadi ( 169 H – 785 M )
5.             Harun Al Rasyid ( 170 H – 786 H )
Di zaman beliau inilah tercapai setinggi-tinggi puncak kemasyhuran dan kejayaan Bani Abbas. Baik kekayaan negri, atau luas jajahan, maupun kembang biak ilmu pengetahuan. Di zaman ini hidup seorang Ulama, Qadhi Abu Yusuf, seorang dari tiga penganjur Islam yang telah membentuk mazhab Hanafi.
6.             Muhammad Al Amin 193 H – 809 M )
7.             Al Ma’mun ( 198 H – 813 M )
8.             Muhammad Ibn Harun Al Rasyid/ Al Mu’tashim ( 218 H – 833 M )
Beliau adalah seorang panglima perang yang gagah berani. Tidak sedikit juga gentar menghadapi musuh betapapun besarnya.
9.             Abu Ja’far Harun Al-Watsiq ( 227 H – 842 M )
Khalifah ini berbeda dengan ayahnya (Al Mu’tashim). Beliau lemah lembut, tidak begitu suka dengan perang, lebih suka damai, cinta kepada kaum keturunan Ali ibn Abi Thalib, sebagai Al-Ma’mun pula. Kelemahan itu telah menyebabkan bertambah besarnya kuasa kaum Turki yang dibesarkan oleh Al-Mu’tashim dalam istananya itu.
10.         Al-Mutawakkil ( 232 H – 847 M )
11.         Al-Muntashir ( 247 H – 861 M )
12.         Al-Musta’in ( 248  H – 862 M )
13.         Al-Mu’taz ( 252 H – 869 M )
14.         Al-Muhtadi ( 255 H – 869 M )
15.         Al-Mu’tamid ( 256 H – 870 M )
16.         Al-Mu’tadhid ( 289 H – 903 M )
17.         Al-Muktafi (
18.         Al-Muqtadir
19.         Al-Qohir
20.         Ar-Radhi
21.         Al-Muttaqi
22.         Al Mustakfi



ZAMAN KEEMASAN DAULAH BANI ABBASIYAH

            Sejarah telah menyebutkan  bahwa zaman keemasan Daulah Bani Abbasiyah terjadi selama masa kekhalifahan Harun al-rasyid (786-809). Meskipun usianya kurang dari setengah abad, Daulah Bani Abbasiyah pada saat itu muncul menjadi pusat dunia dengan tingkat kemakmuran dan peran internasional yang luar biasa.
            Masyarakat Islam Pada masa Daulah Bani Abbasiyah mengalami kemajuan yang menonjol dalam segala bidang diantaranya adalah:
1.      Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Aktivitas ilmiyah masyarakat Islam pada masa Daulah Bani Abbasiyah mengantarkannya menuju puncak kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan. Kaum muslimin mampu membangun kebudayaan ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum.
1.      Kemajuan Ilmu Agama
Pada masa ini, Daulah Bani Abbasiyah melahirkan banyak ulama-ulama besar dan karya-karya agung dalam berbagai bidang ilmu agama. Misalnya bidang ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu kalam dan ilmu fiqih.
1.      Ilmu Tafsir
Pada masa Daulah Bani Abbasiyah ini, ilmu tafsir mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan dilakukannya penafsiran secara sistematis berangkai dan menyeluruh serta terpisah dari hadits. Dari berbagai tafsir yang telah ada, diketahui bahwa corak tafsir ada dua macam yaitu, Tafsir Bi al-Ma’tsur dan Tafsir Bi al-Ra’yi.
Ahli tafsir yang terkenal dalam corak Tafsir Bi al-Ma’tsur antara lain Al Subhi (w. 127 H), Muqatil bin Sulaiman (w. 150 H) dan Muhammad bin Ishaq. Kitab tafsir mereka telah hilang dan tidak ditemukan lagi sekarang, namun Ibn al Thabari (w. 310H) telah mendasarkan sebagian isi tafsirnya yang berjudul Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an yang terdiri atas 30 jilid dari ketiga tafsir tersebut.
Adapun Tafsir Bi al-Ra’yi adalah Abu Bakar al-‘Asham (w. 240 H), Abu Muslim al-Ashfahani (w. 322 H) dan Ibn Jarwi al-Asadi (w. 387H).
2.      Ilmu Hadits
Sekitar abad ke-3 H, para ulama Islam mulai berusaha secara maksimal untuk menyeleksi dan menyaring hadits untuk menyeleksi hadits-hadits yang shasih, hasan dan dloif, serta menjelaskan kualitas perawi hadits.
Para ulama hadits yang terkenal pada masa ini adalah Imam Bukhari (w. 256 H) dengan bukunya Shahih Bukhari. Kemudian Abu Muslim bin al-Hajjaj (w. 261 H) dari Naisabur dengan bukunya Shahih Muslim. Kemudian Ibnu Majah (w. 273 H), Abu Dawud (w. 275 H), Al-Thurmudzi (w. 279 H), dan Al Nasa’i (w. 303 H). Karya-karya mereka dikenal dengan nama Al-Kutub Al-Sittah.
3.      Ilmu Kalam
Pada masa ini muncul ulama-ulama besar di bidang ilmu kalam, baik dari kalangan Mu’tazilah maupun Ahlussunnah wal Jamaah. Dari kalangan Mu’tazilah dikenal antara lain Abi Huzail al Allaf (w. 235 H), Al Nizam (w. 231 H), Al Jahiz (w. 255 H), Al Jubbai (w. 290 H) dan Abu Hasyim (w. 231 H). Dari Ahlussunnah wal Jamaahyang Populer antara lain adalah Al Asy’ari (w. 234 H), Al Baqillani (w. 403 H), Al Juwaini (w. 479 H), Al Ghazali (w. 505 H) dan Al Maturidi (w. 333 H).
4.      Ilmu Fiqih
Diantara kebanggaan zaman Daulah Bani Abbasiyah adalah terdapatnya empat imam madzhab fiqih terkenal. Mereka adalah Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris dan Imam Ahmad bin Hanbal. Keempat ulama tersebut merupakan ulama ahli fikihyang paling agung dan tiada tandingannya di dunia Islam.
2.      Kemajuan Ilmu-Ilmu Umum
1.      Filsafat
Para Filosof Islam yang terkenal dan mendunia antara lain Yaqub bin Ishaq Al Kindi (796-873 M), Abu Nasr Al Farabi (259-339 M) karyanya yang terkenal adalah al madinah al fadilah, Ibnu Bajjah (w. 523 H) karyanya adalah Tadrib al Mutawahhid dan masih banyak yang lainnya.
2.      Kedokteran
Pada masa Daulah Bani Abbasiyah, ilmu kedokteran telah mencapai puncaknya yang telah melahirkan dokter-dokter yang sangat terkenal. Diantara mereka yang sangat terkemuka adalah Yuhannah bin Musawih (w. 242 H) bukunya yang terkenal adalah Al Asyr al Maqalat fi al Ain tentang pengobatan penyakit mata. Serta Ibnu Sina (370-428 H) dengan karya populernya  Al Syifa.
3.      Astronomi
Ilmu ini membantu umat Islam untuk menentukan arah kiblat, waktu sholat serta perhutungan peredaran bintang dan lain sebagainya. Pakar astronomi pada masa Daulah Bani Abbasiyah antara lain Al Fazzari yaitu orang yang pertama kali menyusun Astrolaber (alat yang dahulu dipakai sebagai pengukur tinggi bintang).
4.      Matematika
Al Khawarizmi dan habash al Hasib mengembangkan sistem angka Arab dan angka nol yang mempermudah dalam perhitungan, dengan memuat label angka-angka. Al khawarizmi juga menyusun buku tentang berhitung dan aljabar. Karyanya yang terkenal adalah Hisab al Jabar wa al Muqabalah. Pakar Matematika yang lainnya adalah Ibnu Tsabit (w. 331 H) dan Isn bin Abbas (w. 328 H).
2.  Kemajuan Ekonomi, Perdagangan dan Industri
            Ekonomi Daulah Bani Abbasiyah digerakan oleh perdagangan. Barang-barang kebutuhan pokok dan mewah dari wilayah timur kerajaan diperdagangkan dengan barang-barang dari wilayah bagian barat. Emas yang ditambang dari Nabia dan Sudan Barat (termasuk wilayah yang sekarang bernama Mali dan Niger) turut melambungkan perekonomian Abbasiyah.





KEMUNDURAN DAULAH BANI ‘ABBASIYAH
Periode kemunduran dan kehancuran dipegang oleh 28 orang Khalifah, yang mana kedudukan Khalifah tersebut sebagai lambang saja di dalam wilayah Abbasiyah. Hal ini disebabkan banyaknya berdiri Daulah-Daulah yang kecil, yang di perintah oleh raja-raja muda, dengan mendapat persetujuan dari Khalifah untuk berdiri sendiri (Pemerintah Otonom) tapi tetap mengakui atas kekuatan Daulah Abbasiyah di Baghdad.
Adapun yang melatarbelakangi kehancuran Daulah Abbasiyah adalah akibat dari luar maupun dalam daerah kekuasaan Khalifah Abbasiyah.
1.      Peperangan
1)      Peperangan untuk mempertahankan serangan musuh dari luar.
Serangan pasukan Tartar (Mongul), bangsa Turki yang berasal dari pegunungan Asia Tengah. Peristiwa ini terjadi pada tahun 656 H (1258 M) semasa Khalifah Abbasiyah yang terakhir (ke 37) yaitu dipegang oleh Mu’tasimbillah. Pasukan Tartar ini di pimpin oleh Hulagu dengan menyerang kota Baghdad serta menghancurkan keluarga Khalifah serta stafnya, bahkan penduduk kota tersebut tidak lepas juga dari ancaman maut itu.
Kemudian kota Baghdad yang megah dengan semua lembaga pendidikan, perpustakaan yang ada, semuanya dibakar dan dihancurkan oleh kebiadaban pasukan Tartar. Alhasil Baghdad dibumihanguskan oleh mereka, selama lebih kurang 40 hari lamanya. Akhirnya kota kebudayaan Islam yang bersejarah itu hanya tinggal puing-puing dan tumbukan abu saja.
2)       Peperangan untuk mempertahankan pemberontakan dari dalam.
Perebutkan kekuasaan. Ini terjadi semasa khalifah Ar-Rasyid mengangkat dua orang putera nahkotanya yaitu Al-amin dan Al-Makmun.
Al –makmun merasa tersinggung dengan sebab pengangkatan ayahnya tidak adil, yaitu: dengan mengangkat Al-Amin yang lebih muda dari dia. Di samping itu juga mendapat hasutan dari luar. Dalam perebutan tahta ini, maka golongan Syi’ah ( bangsa persia) menambil bahagian untuk merebut kekuasaan-kekuasaan yang terpenting dari tangan bangsa Arab.

2.      Fanatisme .
a.       Fanatik kepada golongan atau suku
Fanatik kepada golongan atau sukuisme. Penyakit yang semacam ini sangat berbahaya dan banyak terjadi perpecahan di kalangan kaum Muslimin. Kalau pada masa Dinasti Mu’awiyah sukuisme yang di tonjolkan adalah bangsa Arab, tapi semasa Dinasti Abbasiyah ini sukuisme yang diutamakan adalah bangsa persia, kemudian bangsa Turki. Dengan demikian, suku-suku bangsa yang lain merasa tersingkirkan mencari jalan untuk memberontak.
b.      Fanatik kepada faham atau sejarah.
Fanatik kepada faham. Oleh karena kebanyakan khalifah Daulah Abbasiyah ini banyak menganut faham Syi’ah, maka dari khalifah menginstruksikan semua rakyatnya harus menganut faham tersebut. Di samping itu juga menetapkan, bahwa faham Syi’ah adalah faham yang resmi untuk seluruh wilayah Daulah Abbasiyah. Akhirnya aliran-aliran yang lain merasa tertekan dan seacara langsung maupun tidak langsung akan memusuhi dan mengutuk kepada khalifah.
Dengan adanya sebab-sebab tersebut di atas, sedikit demi sedikit kekuasaan Daulah  Bani Abbasiyah menjadi mundur,Tapi yang paling berat sekali ialah menghadapi serangan bangsa Tartar.
Dengan demikian, tamatlah riwayat Dinasti Daulah Abbasiyah dari lembaran-lembaran sejarah, setelah mereka berkuasa lebih kurang lima abad lamanya ( abad 2 H – 7 H / 8 M- 13 M).



Pembahasan mengenai kemunduran pasti lah dilihat dari 2 aspek, yaitu internal dan eksternal. Adapun faktor internal yang bisa jadi menyebabkan kemunduran Abbasiyah sebagai pusat pemerintahan menurut Ahmad Syalabi dalam bukunya Masyarakat Islam adalah sebagai berikut :
1.      Faktor politis sebagai akibat dari banyaknya aliran dalam Islam seperti Bani Hasyim dan lainnya. Dengan kata lain semangat ashabiyah muncul kembali.
2.      Faktor agama baik berkaitan dengan posisi agama dan negara atau adanya pertentangan antara akal dan wahyu yang itu semua terkejawantahkan dengan munculnya aliran keagamaan juga. [1]
Adapun faktor eksternal kemunduran Abbasiyah setidaknya disebabkan oleh 2 serangan dari luar yaitu perang salib dan serbuan tentara mongol.
Kemunduran Abbasiyah oleh Syekh Muhammad al – Khudri, setidaknya disebabkan oleh :
1.      Semakin lemahnya tenaga pembela (Ashabiyah) yang mengawal dan mempertahankannya.
2.      Persaingan dan perebutan yang tidak berhenti antara Abbasiyah dengan Alawiyah.
3.      Jatuhnya nilai – nilai amanah dalam segala bentuknya.[2]



KESIMPULAN

1.        Dinasti Abbasyiah didirikan oleh Abdulloh al – Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdulloh bin Al – Abbas.
2.        Kekuasaannya dari tahun 132 – 656 H / 750 – 1258 M.
3.        masa pemerintahan bani abbas menjadi lima periode, yaitu :
a.         periode pengaruh Persia pertama (132 – 232 H / 750 – 847 M)
b.        masa pengaruh Turki pertama (232 – 334 H / 847 – 945 M)
c.         Masa kekuasaan dinasti Buwaih. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua (334 – 447 H / 945 – 1055 M)
d.        Masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk, disebut juga masa pengaruh Turki kedua (447 – 590 H / 1055 – 1194 M),
e.   Masa khalifah bebas dari pengaruh dari dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar kota Baghdad (590 – 656 H / 1194 – 1258 M).

4.        Nama Khalifah Bani ‘Abbasyiah


      1.    Abul Abbas As-Saffah
             (132 H – 750 M )
      2.    Abu Ja’far Al Mansur
        ( 136 H – 754 M )
      3.    Al Mahdi ( 158 H – 775 M )
      4.    Al Hadi ( 169 H – 785 M )
      5.    Harun Al Rasyid ( 170 H – 786 H )
      6     Muhammad Al Amin
        (193 H – 809 M )
      7.    Al Ma’mun ( 198 H – 813 M )
      8.    Muhammad Ibn Harun Al Rasyid / Al Mu’tashim ( 218 H – 833 M )
      9.    Abu Ja’far Harun Al-Watsiq
        ( 227 H – 842 M )
      10.  Al-Mutawakkil ( 232 H – 847 M )
      11.  Al-Muntashir ( 247 H – 861 M )
      12.  Al-Musta’in ( 248  H – 862 M )
      13.  Al-Mu’taz ( 252 H – 869 M )
      14.  Al-Muhtadi ( 255 H – 869 M )
      15.  Al-Mu’tamid ( 256 H – 870 M )
      16.  Al-Mu’tadhid ( 289 H – 903 M )
      17.  Al-Muktafi
      18.  Al-Muqtadir
      19.  Al-Qohir
      20.  Ar-Radhi
      21.  Al-Muttaqi
      22.  Al-Mustakfi


5.      PERKEMBANGAN BANI ‘ABBASYIAH
a.         Kemajuan Ilmu Pengetahuan
1.    Kemajuan Ilmu Agama
a)      Ilmu Tafsir
b)      Ilmu Hadits
c)      Ilmu Kalam
d)     Ilmu Fiqih
2.    Kemajuan Ilmu-Ilmu Umum
a)      Filsafat
b)      Kedokteran
c)      Astronomi
d)     Matematika
b.         Kemajuan Ekonomi, Perdagangan dan Industri

6.      Faktor Kemunduran Bani ‘Abbasyiah
a.         Faktor Internal
1)        Faktor politis
2)        Faktor agama

b.         Faktor Eksternal
1)        Peperangan
a)    Peperangan untuk mempertahankan serangan musuh dari luar.
b)    Peperangan untuk mempertahankan pemberontakan dari dalam.
2)        Fanatisme .
a)    Fanatik kepada golongan atau suku
b)   Fanatik kepada faham atau sejarah.




DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Syalabi, Masyarakat Islam, (Jakarta: Djajamurni, 1954).
Hamka. 1952. Sejarah Ummat Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Haris, Gusnam, Maman A. Malik dan Rofik. 2005. Pengantar Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.
Hitti, Philip K. 2006. History of The Arabs. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
Yatim, Badri. 1993. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Zainal Abidin, Ilmu Politik IV, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978).





[1] Ahmad Syalabi, Masyarakat Islam, (Jakarta: Djajamurni, 1954), hlm. 167
[2] Zainal Abidin, Ilmu Politik IV, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hlm. 80-83