Selasa, 14 Maret 2017

KLASIFIKASI HADITS



MAKALAH
KLASIFIKASI HADITS


Dosen Pengampu : Siti Jahroh S.HI., M.SI.
Disusun Oleh :
Aang Sobari Saeful Risal ( 16360012 )


PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016/2017


KATA PENGANTAR

     Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Makalah dengan judul “Pembagian Hadits berdasarkan kuantitas dan kualitasnya”.
     Sholawat teriring salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah hingga zaman yang terang benderang.
     Tujuan dibuatnya makalah ini diharapkan agar dijadikan sebagai wawasan kita terhadap mata kuliah “ Qur’an Hadits ” sesuai dengan tema yang kami angkat. Penyusun telah berusaha demi keberhasilan dan kesempurnaan makalah ini. Namun, kami merasa masih terlalu banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon kritikan dan saran yang membangun baik dari dosen pembimbing maupun dari rekan-rekan mahasiswa.
     Tidak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua ppihak yang telah membantu dalam penyelesaian Makalah ini, semoga dengan apa yang ada dalam Makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Amiin ...




Yogyakarta, November 2016

penyusun




DAFTAR ISI

Kata pengantar................................................................................................................ ii
Daftar isi.......................................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................. 1
C. Tujuan Makalah................................................................................................ 1
BAB II Pembagian hadits ditinjau dari segi kuantitasnya.......................................... 2
A.    Hadits mutawatir............................................................................................. 2
B.     Hadit ahad....................................................................................................... 6
BAB III Pembagian hadits ditinjau dari segi kualitasnya.......................................... 10
A.    Hadits shahih ................................................................................................ 10
B.     Hadits hasan.................................................................................................. 11
C.     Hadits Dha’if................................................................................................ 13
BAB IV Hadits Maudu................................................................................................. 17
Kesimpulan.................................................................................................................... 25
Daftar pustaka............................................................................................................... 28





BAB I
PENDAHULUAN
      A.    Latar Belakang Masalah
Pada awalnya  Rasulullah S.A.W melarang untuk menulis hadits, karena dikhawatirkan  bercampur baur penulisnya dengan Al-qur’an. 
Perintah untuk menuliskan hadits yang pertama kali oleh khalifah Umar bin Abdul Azis. Beliau penulis surat kepada gubernur di madinah yaitu Abu Bakar bin Muhammad bin Amr Hazm Al-Alsory untuk membukakan hadits.
Sedangkan Ulama’ yang pertama kali mengumpulkan hadits adalah Arroby bin Sobiy dan Said bin Abi Arobah. Akan tetapi pengumpulan hadits tersebut masih acak (tercampur antara yang shohih dengan yang dha’if, dan pkataan para sahabat).
Pembagian hadits yang ternyata di lihat dari berbagai tinjauan dan dan berbagai segi pandangan, bukan hanya dari satu segi pandangan saja.
Dan dalam makalah ini akan di kemukakan pembagian hadits ditinjau dari segi kualitas sanadnya.


      B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian klasifikasi hadits ?
2.      Bagaimana cara mengklasifikasikan hadits?
3.      Apa saja klasifikasi hadits yang di tinjau dari segi kualitas sanadnya?


      C.    Tujuan makalah
1.      Untuk mengetahui pengertian klasifikasi hadits
2.      Untuk mengetahui bagaimana cara mengklasifikasikan hadits
3.      Untuk mengetahui apa saja klasifikasi hadits yang di tinjau dari segi kualitas sanadnya.




BAB II
PEMBAGIAN HADITS DITINJAU DARI SEGI KUANTITASNYA
(JUMLAH  PEROWI)

Para ulama berbeda pendapat tentang pembagian hadits ditinjau dari segi kuantitasnya atau jumlah rawi yang menjadi sumber berkaitan.Di antara mereka ada yang mengelompokkan menjadi tiga bagian , yakni hadis mutawatir, masyhur, dan ahad, dan ada juga yang membaginya menjadi dua , yakni hadits mutawatir dan hadits ahad.
Ulama golongan pertama, yang menjadikan hadits masyhur berdiri sendiri , tidak termasuk bagian dari hadis ahad, dianut oleh sebagian ulama ushul, diantaranya adalah Abu Bakar Al-Jasashah (305-370 H).
Adapun ulama golongan kedua , diikuti oleh kebanyakan ulama ushul dan ulam kalam.menurut mereka , hadis masyhur bukan merupakan hadits yang berdiri sensdiri , tetapi merupakan bagian dari ahad.itulah sebabnya mereka membagi hadis menjadi dua bagian yaitu, mutawatir dan ahad.[1]
Ditinjau dari segi jumlah perowi yang meriwayatkan, maka hadits itu dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad.

A.   Hadits Mutawatir
Menurut bahasa mutawatir berarti muttabi’ artinya yang datang kemudian, yang beriringan atau yang berurut-urut,  maksudnya beriring-iringan antara yang satu dengan yang lain.
            Sedang menurut istilah ialah :

مَاكَانَعَنْمَحْسُوْسٍخْبَرَبِهِاَجَمَاعَةُفِيْبَلّغُوْاالْكَثْرَاةِمَبْلَغَتَحِيْلُالْعَادَةُطُؤتَوَاهُمْعَلًيْبِالْكَذِ
“ khabar yang didasarkan kepada pancaindera, yang  diberitakan oleh sejum lah orang , yang jumlah tersebut menurut adat kebiasaan tidak mungkin mereka bersepakat (lebih dahulu) atau dusta (dalam pembicaraannya).
مَا رَوَاهُ جَمْعٌ تُحِيْلُ الْعَا دَةَ تَوَا طُؤُهُمْ عَلَى الْكَذِيْبِ عْنْ مِثْلِهِمْ مِنْ اَوَّلِ السَّنَدِ اِلَى مُنْتَهَاهُ

“Hadits mutawatir ialah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi yang menurut adat, mustahil mereka lebih dahulu bersepakat untuk berdusta, mulai awal sampai akhir matan rantai sanad, pada setiap thabaqat atau generasi”.
الَّذِرَوَاهُ جَمْعٌ كَثِيْرٌلاَ يُمْكِنُ تَوَاطُؤهُمْ عَلَى الْكَذِبِ عَنْ مِثْلِهِمْ الَى نْتِهَاءِ السَّنَدِ وَكَانَ مُسْتَنِدُ هُمْ الْحِسُ
           Dari definisi di atas, dapat dipahami bahwa hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi, yang menurut adat, pada umumnya dapat memberikan keyakinan yang mantap, terhadap apa yang telah mereka beritakan, dan mustahil mereka bersepakat untuk bersepakat untuk berdusta, mulai dari awal matarantai sanad sampai pada akhir sanad.
Adapun kriteria yang harus ada dalam  hadits mutawatir adalah sebagai berikut[2] :
a.  Diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi
            Maksudnya secara umum sejumlah besar periwayat tersebut bisa memberikan suatu keyakinan yang mantap bahwa mereka tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, tanpa melihat berapa jumlah besar perawinya.
Dalam menghadapi nominalisasi jumlah besar perawi dalam hadits mutawatir, para ahli berbeda-beda pandangan, diantaranya:
1.      Al-Qadliy al-Baqilaniy berpendapat bahwa jumlah nominal perawi hadits mutawatir adalah 5 orang. Hal ini dianalogikan dengan jumlah Nabi yang masuk dalam kelompok ‘Ulil ‘Azmiy.
2.      Al-Isthakhariy berpendapat minimal 10 orang, sebab jumlah ini merupakan awal dari bilangan banyak.
3.      Seagian ‘ulama berpendapat minimal 12orang, dan ada juga yang mengatakan minimal 20 orang.
4.      Sebagian lagi mengatakan minimal 40 orang, berdasarkan firman Allah dan sabda Rasul-Nya, bahkan ada yang berpendapat minimal 70 orang.
b.  Adanya kesinambungan antara perawi pada thabaqat (generasi) pertama dengan generasi berikutnya.
     Maksudnya jumlah perawi generasi pertama dan berikutnya harus seimbang, artinya jika pada generasi pertama berjumlah 20 orang, maka pada generasi berikutnya harus 20 orang atau lebih.
c.  Berdasarkan tanggapan pancaindra.
     Maksudnya hadits yang sudah mereka sampaikan itu harus benar hasil dari pendengaran atau penglihatan mereka sendiri.(Nasir, Ridwan.Ulumul hadits dan Musthalahul hadits.(jombang.darul-hikmah.2007) halaman 171-173
d.   Mustahil menurut adat kebiasaan mereka sepakat untuk berdusta terhadap hadits tersebut.
            Menurut ulama dan sebagian Ulama lainnya, hadits mutawatir dapat dibedakan  menjadi 2 macam , namun sebagian ulama lainnya membaginya menjadi tiga, yakni, hadits mutawatir lafdz, maknawi, dan amali.
1.       Hadits mutawatir lafdz
Hadits yang mutawatir yang periwayatannya dengan suatu redaksi yang sama atau hadits yang mutawatir lafal dan maknanya.
Contoh :
إنَّهَذاَالْقرْاَنَاُ نْزِلَعَلَيسَبْعَةِ أَحْرُفٍ
Artinya :                               
            “ sungguh al-Qur’anKu diturunkan dengan 7 bacaan (Qiraat) “.
2.       Hadits mutawatir maknawi
Hadits yang maknanya mutawatir tetapi lafalnya tidak.Atau juga hadits yang lafal serta maknanya berlain-lain, tetapi dapat diambil dari kumpulannya satu makna yang umum. Maksudnya adalah hadits yang para perawinya berbeda-beda dalam menyusun redaksi pemberitaan, tetapi pada prinsipnya sama.
Contoh :

مَا رَفَعَ صَلَى اللّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَ يْهِ حَتَّى رُؤِيَ بَيَا ضُ اِبْطَيْهِ فِي شَيْئٍ مِنْ دُ عَا  ئِهِ اِلاَّ فِى الاِ سْتِسْقَا ءِ
 ( متفق عليه)

“konon Nabi tidak mengangkat  kedua tangan beliau dalam do’a beliau selain do’a sholat istisqa’.Dan beliau mengangkat tangannya, sehingga Nampak putih-putih kedua ketiaknya.( H.R Bukhari Muslim)
كَا نَ يَرْ فَعُ يَدَيْهِ حَذْ وَ مَنْكِبَيْهِ
“ ketika beliau saw mengangkat tangan sejajar dengan kedua pundak beliau “
3.        Hadits mutawatir amali
Sesuatu yang dapat diketahui dengan mudah bahwa hal itu adalah dari agama, dan telah mutawatir diantara umat islam bahwa nabi s.a.w mengerjakannya atau menyuruhnya atau selain dari hal itu.
Jenis hadits mutawatir amali ini banyak jumlahnya, misalnyahadits yang menerangkan waktu shalat, raka’at shalat, shalat jenazah, tata cara shalat, cara pelaksanaan haji dan lain-lain.

لاَ صَلاَ ةَ  اِلاَّ بِأُ مِّ الْقُرْ أَنِ

“ tidak sah sholat itu dengan tidak membaca fatihah”.

            Hadits mutawatir mengandung hukum qath’I al tsubut, memberikan informasi yang pasti akan sumber informasi tersebut. Oleh sebab itu tidak dibenarkan seseorang mengingkari hadits mutawatir, bahkan para ulama menghukumi kufur bagi orang yang mengingkari hadits mutawatir. Mengingkari hadits mutawatir sama dengan mendustakan informasi yang jelas dan pasti bersumberdari rasululloh.[3]
            Keberadaan hadits mutawatir jumlahnya sangat sedikit bila dibandingkan dengan hadits ahad.[4]
            Kitab – kitab terkenal tentang hadits mutawatir antar lain[5]:
a.          Al – azhar al – mutanaatsiroh fi al- akbar al –mutathiroh, karya al – syuyuthi
b.         Qathfu al – azhar, karya syuyuthi
c.          Nadhmu mutanasir min al hadits al – mutawatir, karya Muhammad bin ja’far al - qotani
                       
B. Hadits ahad
a.   Pengertian hadits Ahad
Kata Ahad atau wahid berdasarkan segi bahasa berarti satu, maka Ahad atau khabar wahid berarti yang disampaikan oleh satu orang.Khabar yang jumlah perowinya tidak sebanyak jumlah perowi hadits mutawatir, baik perowinya itu satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya, Yang memberikan pengertian bahwa jumlah perowi tersebut tidak mencapai jumlah perowi hadits mutawatir.[6]
Menurut bahasa kata ahad yang berarti satu, sedang menurut istilah adalah hadits yang tidak memenuhi syarat – syarat untuk menjadi hadits mutawatir.[7]

b.    Pembagian hadits ahad
Para ulama membagi hadits ahad menjadi dua, yaitu masyhur dan ghoiru masyhur, sedangkan ghoiru masyhur terbagi menjadi dua, yaitu aziz dan gharib.
1)    Hadits masyhur
Masyhur menurut bahasa ialah al-intisyar wa az-zuyu’ ( sesuatu yang sudah tersebar dan popular).Adapun menurut istilah yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang lebih, tetapi bilangannya tidak mencapai ukuran bilangan mutawatir.
Macam-macam hadits masyhur [8]:
1.      Masyhur dikalangan para ahli hadits  dan lainnya
قَالَ رَسُوْلُ اللّه ص م اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَا نِهِ وَيَدِهِ
“Rasulullah saw bersabda seorang muslim adalah orang yang mau menyelamatkan sesama muslim lainnya dari gangguan lidah dan tangannya”.
2.      Masyhur khusus dikalangan para ilmuan
Maksudnya hadits ini hanya dikenal oleh orang-orang tertentu dan yang lain tidak mengenalnya, seperti hadits :


a)      Masyhur dikalangan ahli hadits :
اَنَّ النَّبِيّ ص م قَنَتَ شَهْرًا بَعْدَ الرُّ كُوْ عِ عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ
“sesunguhnya nabi saw berqunutsebulan penuh lamanya setelah ruku’ untuk (mendo’akan) keluarga Ri’lah dan dzakwan”.
b)      Masyhur dikalangan  ahli fiqih :
لاَصَلاَةَ لِجَا رِ الْمَسْجِدِ اِلاَّ فِى الْمَسْجِدِ
“Tidak sah shalat orang yang rumahnya berdekatan dengan masjid kecuali melakukan shalat di masjid”
c)      Masyhur dikalangan ahli ushul, yaitu :
رَفَعَض عَنْ اُمَّتِي الْخَطَ ءُ وَالنّسْيَا نُ وَمَا اُسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
“telah terangkat (dosa) umatku yakni dosa atas kekeliruan, lupa dan perbuatan yang mereka kerjakan lantaran terpaksa”
3.      Masyhur dikalangan orang ‘Awam
Maksudnya hadits yang masyhur hanya dikalangan orang-orang biasa, seperti hadits :

يَوْمَ نَحْرِ كُمْ يَوْمُ صَوْمِكُمْ
“hari raya qurban itu adalah puasa kamu sekalian”
Hadits masyhur ini ada yang berstatus sahih, hasan dan dha’if.Yang  dimaksud dengan hadits masyhur yang telah memenuhi ketentuan hadits sahih, baik pada sanad maupun matannya, seperti haditsdari Ibnu Umar:
اذَإِجَاءَكُمُ الْجُمْعَةفَلْيُغْسِلْ
“ barang siapa yang hendak melaksanakan shalat jum’at hemdaklah ia mandi”.
Adapun yang dimaksud dengan hadis masyhur hasan adalah hadis masyhur yang telah memenuhi ketentuan-ketentun hadis hasan, baik mengenai sanad maupun matannya, seperti sabda Rasulullah s.a.w:
طَلَبُالْعِلْمِفَرِيْضَةعَلَيكُلِّمُسْلِم وِ مُسْلِمَةِ:النّبِيّقَالَ

“ Menuntut ilmu itu wajib bagi setia muslim baik laki-laki maupun peremuan“.
Adapun  yang dimaksud dengan hadits masyhur dha’if adalah hadits masyhur yang telah memenuhi syarat-syarat hadis sahih dan hasan, baik pada sanad maupun pada matannya, seperti hadits:
مَنْ عَرَفَنَفْسَهُفَعَرَفَ رَبّهُ
“ barang siapa yang mengenal dirinya, maka sungguh dia telah mengenal tuhannya “.
     Hukum hadits masyhur  tidak bisa di sifati sebagai hadits shoheh atau bukan shoheh, akan tetapi diantaranya ada yang soheh dan ada pula yang hasan serta dhoif bahkan ada pula yang maudhu[9]. Akan tetapi hadits masyhur yang berkualitas shoheh memiliki kelebihan untuk bisa ditarjih (diunggulkan) bila ternyata bertentangan dengan dengan hadits aziz dan hadits ghorib.[10]
     Kitab – kitab hadits masyhur yang terkenal antara lain:[11]
a.       Al – maqasid al – hasanah fima istahara ala alsinati, karya as – sachawy
b.      Kasyful chafa wa muzail ilyas fima istahara min alhadits ala al – sinatin nas, karya al – ajluny
c.       Tamyizut tayyib min al-chabitsnfima yaduru ala alsinatin nas al-hadis , karya ibnu al-daiba as- syaibani.

2)    Hadits ghairu Masyhur
Para ulama ahli hadis menggolongkan hadis ghairu masyhur menjadi ‘aziz dan Gharib.
a)    Hadits ‘Aziz
Ialah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang perawi, sekalipun hanya dalam satu generasi.
Contoh yang ditakhrijkan oleh Bukhari dan Anas katanya Rasulullah saw bersabda :

 قَا لَ رَسُوْلُ اللّهَ ص م لاَ يُؤْ مِنُ اَحَدُ كُمْ حَتَّى اَكُوْنَ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ وَوَا لِدِ هِ وَوَلِدِهِ وَ النَّا سِ اَجْمَعِيْنَ
“ tidaklah beriman seseorang diantara kamu, hingga aku lebih dicintai dari ada dirinya, orang tuanya, anaknya, dan semua manusia.


b)    Hadits Gharib
Gharib secara lughawi (bahasa) berarti almunfarid (menyendiri) atau al-ba’id’an aqarabihi ( jauh dari kerabatnya).Jadi, hadits gharib adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang  perowi  yang menyendiri dalam periwayatannya, tanpa ada orang lain yang meriwayatkannya.

Hadits Gharib terbagi menjadi dua, yaitu : gharib muthlaq dan gharib nisbi.
a.       Gharib Muthlaq atau fardu mutlak
Ialah hadits yang menyendiri seorang perawi  dalam periwayatannya pada asal sanad.
Contoh hadits gharib muthlaq antara lain :

قَا لَ النّبِيّ ص م اَلاِ يْمَا نُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْ نَ شُعْبَةٌ وَالْحَيَا ءُ شُعْبَةٌ مِنَ الاِ يْمَا نِ
b.      Gharib Nisbi atau fardu nisbi
Ialah hadits yang terjadi gharib dipertengahan sanadnya.hadits nisbi ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh lebih dari seorang perawi pada asal sanad ( perawi pada tingkat sahabat), tetai dipertengahan sanadnya terdapat tingakatan yang perawinya hanya sendiri ( satu orang).
Contoh hadits gharib nisbi yang berkenaan dengan membaca al-qur’an untuk shalat, antara lain:
(رَواَهابوداود)فَاتِحَةِبِالْكِتَابِوَمَاتَيَسَّرَمِنْهُ اَنْتَقْرَأَ :رَسُوْلُاللّٰهصماَمَرَنَا
“ Rasulullah s.a.w memerintahkan kepada kami agar kita membaca Al-fatihah dan surat yang mudah dari alqur’an.( H.R Abu Dawud).[12]

Kitab – kitab yang membahas hadits ghorib, antara lain[13] :
a.       Ghoraibu malik, karya al – Darulquthniy
b.      Al –afrad , karya al – Darulquthni
c.       Al – Sunan allatiy tafarrada bukulli sunnatin minha ahlu baldah, karya abu dawud al - sijistaniy



                                                        BAB III
PEMBAGIAN HADITS DARI SEGI KUALITASNYA
Ditinjau dari segi nilainya ( kualitasnya), hadits itu dapat dibagi menjadi tiga macam yakni
A.    Hadits shahih
Sahih secara etimologi adalah lawan dari saqim (sakit), sedangkan dalam istilah ilmu hadits berarti hadits yang berhubungan (bersambung) sanadnya yang diriwayatkan oleh perawi yang adil , dhabith, yang diterimanya dari perawi yang sama (kualitasnya) dengannya sampai kepada akhir sanad, tidak syadz dan tidak pula berillat.
Yang dimaksud dengan hadits shahih menurut Muhadditsin ialah hadits yang dinukilkan (diriwayatkan) oleh rawy yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak berillatdan tidak janggal.

Syarat-syarat hadits shahih :
1.      Rawinya bersifat adil
2.      Sempurna ingatannya
3.      Sanadnya tidak putus
4.      Hadits itu tidak berillat
5.    Tidak syadz atau janggal.

Para ulama membagi Hadits shahih menjadi dua bagian, yaitu shahih li-dzatih dan shahih li ghoirih.Perbedaan antara kedua bagian ini terletak pada segi hafalan atau ingatan perawinya kurang sempurna.[14]

a.       Hadits sahih li-dzatih
Yang dimaksud dengan sahih li-dzatih ialah hadits yang tidak memenuhi secara sempurna persyaratan sahih, khususnya yang berkaitan dengan kurang sempurna pada hadits sahih li ghairih. Sehingga dengan demikian bisa dikatakan bahwa, sebenarnya hadits shahih bagian ini asalnya bukan hadits shahih melainkan hadits li dzatih.
Contoh :

لَولَاأَشُقَّأَنعَلَيْاُمَّتِيلَامَرْتَهُمْ بِاالسِّوَاكِعِنْدَكُلِّ صَلاَةٍ ( رواه البخا ري )ْ

“ Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya akan kuperintahkan ber-siwak setiap kali hendak melaksanakan salat “.( H.R Bukhari)
b.      Hadits Shahih li-ghairih
“ Hadits yang keadaan rawi - rawinya kurang Hafidh dan dlabith tetapi mereka masih terkenal orang yang jujur, hingga karenanya berderajat hasan, lalu di dapati padanya dari jalan lain yang serupa atau lebih kuat, hal-hal yang dapat menutupi kekurangan yang menimpanya itu “.

Hadits Shohih hukumnya wajib diamalkan sesuai dengan ijma ahli hadits dan segolongan ahli sunah dan para fuqoha, maka ia merupakan salah satu dasar dari dasar – dasar syara , seorang muslim tidak ada lapangan untuk meninggalkan mengamalkannya.[15]

B.      Hadits Hasan
Hadits Hasan menurut bahasa berarti Sesuatu yang disenangi dan di  oleh nafsu. Sedangkan hadits Hasan menurut istilah para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya..
Menurut At-Turmudzy Hadits Hasan ialah Hadits yang pada sanadnya tiada terdapat orang yang tertuduh dusta, tiada terdapat kejanggalan pada matannya dan Hadits itu di riwayatkan tidak dari satu jurusan ( mempunyai banyak jalan) yang sepadan ma’nanya.
Sedangkan menurut Jumhuru’l-Muhaddutsin Hadits Hasan ialah Hadits yang dinukilkan oleh seorang adil, ( tapi ) tak begitu kokoh ingatannya, bersambung-sambung sanadnya dan tidak terdapat ‘illat serta kejanggalan pada matannya”
Sebenarnya perbedaan antara Hadits Shahih dan Hasan itu, terletak pada syarat kedlabithan rawy. Yakni pada Hadits Hasan, kedlabithannya lebih rendah ( tidak begitu baik ingatannya ), jika di bandingkan dengan Hadit Shahih. Sedang syarat-syarat Hadits Shahih yang lain masih diperlukan untuk Hadits Hasan.[16]

Dengan kata lain, syarat hadits hasan dapat di rinci sebagai berikut :
·         Sanadnya bersambung..
·         Perawinya adil.
·         Perawinya harus dhabit, tetapi kualitas ke dhabitannya dibawah ke dhabitan perawi hadits shahih.
·         Tidak terdapat kejanggalan ( syadz )
·         Tidak ada illat ( cacat )

Hadits hasan itu dapat di bagi menjadi dua yaitu[17] :
a)      Hadits hasan lidzatihi
Hadits Hasan Lidzatihi ialah Hadits yang terkenal para perawinya tentang kejujuran dan amanahnya tetapi hafalan dan keteguhan hafalannya tidak mencapai derajat para perawi hadits shahih.
b). Hadits hasan lighairihi                                               
Hadits hasan lighairihi ialah :

الْحَسَنُ لِغَيْرِهِ هُوَ الَّضّعِيْفُ اِذَا تَعَدَّدَتْ طُرُقُهُ وَلَمْ يَكُنْ سَبَبُ ضُعْفِهِ فِسْقُ الرَّاوِى اَوْكَذْبِهِ

“hadits hasan lighairihi ialah hadits dha’if dimana jumlah perawi yang meriwayatkannya banyak sekali dan sebab kedha’ifannya tidak disebabkan kefasikan perawi atau orang yang tertuduh kuat senang berlaku bohong”.
                  Maksudnya adalah hadits dha’if dimana sistem periwayatannya sebagai syarat keshahihan, banyak yang tidak terpenuhi, tetapi mereka dikenal sebagai orang yang tidak banyak berbuat kesalahan atau berlaku dosa dan para perawi  banyak meriwayatkannya, baik menggunakan redaksi yang sama maupun yang ada kemiripan.


C.      Hadits Dla’if
1.   Pengertian Hadits Do’if
Menurut bahasa Dlaif berarti ‘Ajiz =  yang lemah sebagai lawan qawiyyu = kuat. Sedangkan hadits dha’if menurut istilah , para ulama’berbeda-beda dalam susunan redaksinya, tetapi substansi dari definisi tersebut adalah sama, diantaranya[18]:
a). al-Nawawiy
الْحَدِيْث الضَّعِيْفُ هُوَ مَالَمْ يُوْجَدْ فِيْهِ شُرُوْطٌ مِنْ شُرُوْ طِ الْحَسَنِ
“Hadits yang didalamnya tidak ditemukan syarat-syarat yang wajib ada dalam    hadits shahih dan hasan”
b)      Thahhan
هُوَ مَا لَمْ يَجْمَعْ صِفَةَ الْحَسَنِ بِفَقْدِ شَرْطٍ مِنْ شُرُوْطِه
“Hadits yang didalamnya tidak terkumpul syarat-syarat yang wajib ada dalam hadits hasan disebabkan tidak adanya satu syarat yang menjadi syarat-syarat hadits hasan”
c).  Nur Din ‘Itr
الْحَدِيْثُ الضَّعِيْفُ هُوَ مَا فَقُدَ شَرْطَا ِنْ شُرُوْطِ الْحَدِ يْثِ الْمَقْبُوْلِ
      hadits yang didalamnya tidak ditemukan satu syarat dari syarat-syarat hadits   yang diterima (maqbul).
d).  Ajjaj al-khathibi
الْحَدِيْثُ الضَّعِيْفُ هُوَ كُلُّ حَدِ يْثٍ لاَ تَجْتَمِعُ فِيْهِ صِفَةُ الْقَبُوْلِ
hadits dha’if adalah hadits yang didalamnya tidak terkumpul sifat maqbul.

             Dari beberapa definisi di atas, dapat diambil kefahaman jika dalam satu hadits telah hilang satu syarat dari sekian syarat-syarat yang harus ada di dalam hadits hasan, maka status hadits tersebut dinyatakan sebagai hadits dha’if, apalagi jika jika syarat yang hilang sampai dua atau tiga syarat, seperti perawinya tidak ada, tidak memiliki daya ingatan kuat dan ada kejanggalan atau cacat.
            Hadits doif adalah hadits yang tidak memenuhi kriteria hadits maqbul (hasan maupun shohih).Sekalipun dhoif namun kualitas kedoifan sebuah hadits terkadang berfariasi, ada yang ringan, sedang danada pula yang tergolong parah.[19]
Contoh hadits dho’if yang diriwayatkan oleh imam Turmudziy, dari jalur Syu’bah, dari ‘Asyim bin Ubaidillah, dari Abdullah bin ‘Amr bin Rabi’ah, dari ayahnya, tentang maskawin seorang wanita yang berupa sepasang sandal, lalu Rasulullah saw bersabda:

قَالَ رَسُوْلُ اللّه ص م  : " اَرَضِيْتِ مِنْ نَفْسِكَ وَمَا لِكِ بِنَعْلَيْنِ ؟.قَا لَتْ"نَعَمْ" فَأَ جَا زَهُ
“berkata Rasulullah SAW : apakah kamu ridha (senang) menerima maskawin berupa sandal ?. lalu wanita itu menjawab, iya, kemudia beliau meloloskan ( menikahkan ) nya”.

2. Klasifikasi Hadits Do’if[20]
a. Macam – macam Hadits Doif berdasarkan kecacadan rawinya
1.      Hadits Maudhu
Yaitu hadits yang di cipta serta dibuat oleh eseorang (pendusta) yang ciptaan itu dibangsakan kepada Rosulullah SAW.Secara palsu dan dusta, baik hal itu disengaja maupun tidak.
2.      Hadits Matruk
Yaitu Hadits yang menyendiri dalam periwayatan , yang diriwayatkan oleh orang yang tertuduh dusta dalam perhaditsan.
3.      Hadits Munkar dan Ma’ruf
Yaitu Hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya banyak kelengahannyaatau jelas kefasikannya yang bukan karena dusta.
4.      Hadits Muallal
Yaitu suatu Hadits yang setelah diadakan penelitian dan penyelidikan nampak adanya salah sangka dari rawinya, dengan mewasholkan (menganggap, bersambung suatu sanad ) Hadits yang munqothi (terputus) atau memasukan sebuah hadits pada suatu hadits yang lain, atau yang semisal yang itu.


5.      Hadits Mudraj ( Saduran )
Yaitu hadits yng disadur dengan sesuatu yang bukan Hadits atas perkiraan, bahwa saduran itu termasuk hadits.
6.      Hadits Maqlub
Yaitu Hadits yang terjadi mukholafah (menyalahi hadits lain) disebabkan mendahulukan dan mengakhirkan
7.      Hadits Mudltharrib
Yaitu hadits yang mukholafahnya ( menyalahinyabdengan hadits lain ), terjadi dengan pergantian pada satu segi, yang salinng dapat bertahan, dengan tidak ada yang dapat  di tarjhihkan.
8.      Hadits Muharraf
Yaitu hadits yang mukholafahnya (bersalahannya dengan hadits riwayat orang lain), terjadi disebabkan karena perubahan syakal kata, dengan masih tetapnya bentuk tulisannya.
9.      Hadits Mushahhaf
Yaitu hadits yang mukholafahnya karena perobahan titik kata, sedang bentuk tulisannya tidak berobah.
10.  Hadits Mubham, Majhul dan Mastur
Yaitu hadits yang didalam matan atau sanadnya terdapat sseorang rawi yang tidak dijelaskan apakah ia laki – laki atau perempuan.
11.  Hadits Syadz dan Mahfudz
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang maqbul (tsiqoh) menyalahi riwayat orang yang lebih rajah, lantaran mempunyai kelebihan kedhobitan atau banyaknya sanad atau lain sebagainya dari segi – segi pentarjihan.
12.  Hadits Mukhtalith
Yaitu hadits yang rawinya buruk hafalannya, disebabkan sudah lanjut usia, tertimpa bahaya, terbakar atau hilang kitab – kitabnya.
b.    Macam – macam Hadits Doif berdasarkan gugurnya rawi
1.      Hadits Mu’allaq
Yaitu hadits yang gugur rawinya seorang atau lebih dari awal sanad
2.      Hadits Mursal
Yaitu hadits yang gugur dari akhir sanadnya, seseorang setelah tabi’in
3.      Hadits Mudallas
Yaitu hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan, bahwa hadits itu tiada noda.
4.      Hadits Munqothi
Yaitu hadits yang gugur seorang rawinya sebelum sohabat, di satu tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak berturut – turut.
5.      Hadits Mu’dal
Yaitu hadits yang gugur rawi – rawinya, dua orang atau lebih, berturut – turut, baik sohabat bersama tabiin, tabiin bersama tabiin tabiat, maupun dua orang sebelum sohabat dan tabiin.
C.   Macam – macam Hadits Doif berdasarkan sifat matannya
1.      Hadits Mauquf
Yaitu berita yang hanya disandarkan sampai kepada sahabat saja, baik yang disandarkan itu perkataan atau perbuatan dan baik sanadnya bersambung maupun terputus.
2.      Hadits Maqtu
Yaitu perkataan atau perbuatan yang berasal dari seorang tabiin serta dimauqufkan kepadanya, baik sanadnya bersambung maupun tidak.



BAB IV
HADITS MAUDHU

A.    Pengertian Hadist Maudhu’
Hadist maudhu’ adalah hadist buatan dan palsu yang dinisbatkan seakan-akan berasal dari Nabi SAW. Hadist maudhu’ sering dimasukkan ke dalam jenis hadist dla’if yang disebabkan oleh tidak terpenuhinnya syarat ke adilan periwayat, Sementara ada sebagian ulama yang tidak memasukkan hadist maudhu’ kedalam jenis hadist dla’if tetap merupakan bagian tersendiri.
Pengertian hadist maudhu’ adalah hadist yang disandarkan kepada RasulullahSAW, dengan dusta dan tidak ada kaitanyang hakiki dengan Rasulullah.Bahkan, sebenarnya ia bukan hadist, hanya saja paraulama menamainya hadist mengingat adanya anggapan rawinya bahwa hal ituadalah hadist.[21]
Indikasi ke-maudhu’ an hadist yang berkaitan dengan sanad:
1.      Periwayatnya dikenal sebagai pendusta, dan tidak ada jalur lain yang periwayatnya tsiqoh meriwayatkan hadist itu.
2.      Periwayatnya mengakui sendiri membuat hadist tersebut.
3.      Ditemukan indikasi yang semakna dengan pengakuan memalsukan hadist seperti seorang periwayat yang meriwayatkan hadist dari orang yang dinyatakannya wafat sebelum ia sendiri lahir.

B.     Sejarah Munculnya Hadist Maudhu’
Masuknya secara missal penganut agama lain ke dalam Islam, yang merupakan akibat dari keberhasilan dakwah Islamiyah ke seluruh pelosok dunia, secara tidak langsung menjadi factor munculnya hadist-hadist palsu. Kita tidak bisa menafikkan bahwa masuknya mereka ke Islam, di samping ada yang benar-benar ikhlas tertarik dengan ajaran Islam yang dibawa oleh para da’i, ada juga segolongan mereka yang menganut agama Islam hanya karena terpaksa tunduk pada kekuasaan Islam pada waktu itu. Golongan ini kita kenal dengan kaum munafik.
Penyebaran hadist maudhu’ pada masa pemerintahan Sayyidina Utsman bin Affan mulai menaburkan benih-benih fitnah, tetapi pada masa ini belum begitu meluas karena masih banyak sahabat ulama yang masih hidup dan mengetahui dengan penuh yakin akan kepalsuan suatu hadist. Para sahabat ini mengetahui bahaya dari hadist maudhu’ karena ada ancaman yang keras dikeluarkan olen Nabi SAW terhadap orang yang memalsukan hadist,[22]
B.     Faktor-faktor Penyebab Munculnya Hadist Maudhu’:
1.      Pertentangan Politik dalam Soal Pemilihan Khalifah
Pertentangan di antara umat islam timbul setelah terjadinya pembunuhan terhadap khalifah Utsman bin Affan oleh para pemberontak dan kekhalifahan digantikan oleh Ali bin Abi Thalib.
Umat islam pada masa itu terpecah-belah menjadi beberapa golongan, seperti golongan yang ingin menuntut bela terhadap kematian khalifah Utsman dan golongan yang mendukung kekhalifahan Sayyidina Ali (Syi’ah). Setelah perang Siffin, muncul pula beberapa golongan lainnya, seperti Khawarij dan golongan pendukung Muawiyyah.
Di antara golongan-golongan tersebut, untuk mendukung golongannya masing-masing, mereka membuat hadist palsu. Yang pertama dan yang paling banyak membuat hadist maudhu’ adalah dari golongan Syi’ah dan Rafidhah.[23]
Menurut Ibnu Abi Al-Haddad dalam ’Syarah Nahj Al-balaghah’. Bahwa yang pertama-tama membuat hadist palsu dalah golongan syi’ah. Dan diantara kepentingan Syi’ah dalam membuat hadits maudhu’ adalah menetapkan khasiat Nabi saw bahwa Ali orang yang paling berhak menjadi khalifah setelah Beliau dan menjatuhkan lawan-lawan politik yaitu Abu bakar, Umar bin khattab dan lain-lain[24]. Misalnya:
.وَصِيِّيْ وَمَوْضِعُ سِرَّيْ وَخَلِيْلفَتِي فِي آَهْلِيْ وَخَيْرُ مَن
Artinya: “Wasiatku, tepat rahasiaku, khalifahku pada keluargaku dan sebaik orang yang menjadi khalifah setelahku adalah Ali”.
Golongan Mu’awiyah juga membuaat Hadist palsu, Contohnya :
اَلْاَمَنَاءُ ثَلَاَثَهُ أَنَا وَجِبْرِيْلُ وَمٌعَاوِيَةٌ أَنْتَ مِنَى يَامٌعَاوِيَةٌ وَأَنَامِنْكَ                       
Artinya: “ Tiga Golongan yang dapat dipercaya, yaitu saya (Rasul), Jibril, dan Mu’awiyah. Kamu termaksud golonganku dan Aku bagian dari kamu”.

2.      Adanya Kesengajaan dari Pihak Lain untuk Merusak Ajaran Islam
Golongan ini adalah terdiri dari golongan Zindiq, Yahudi, Majusi, dan Nasrani yang senantiasa menyimpan dendam terhadap agama islam. Mereka tidak mampu untuk melawan kekuatan islam secara terbuka maka mereka mengambil jalan yang buruk ini. Mereka menciptakan sejumlah besar hadist maudhu’ dengan tujuan merusak ajaran islam.
Faktor ini merupakan factor awal munculnya hadist maudhu’. Hal ini berdasarkan peristiwa Abdullah bin Saba’ yang mencoba memecah-belah umat Islam dengan mengaku kecintaannya kepada Ahli Bait. Sejarah mencatatbahwa ia adalah seorang Yahudi yang berpura-pura memeluk agama Islam. Oleh sebab itu, ia berani menciptakan hadist maudhu’ pada saat masih banyak sahabat ulama masih hidup.
Contoh hadist yang mereka palsukan dalah:
اَلنَّظَرُ اِلَى اْلوَجْهِ الْجَمِيْلِ صَدَ قَةٌ                                                                       
Artinya: “Melihat wajah cantik termaksud Ibadah”
أَلبَا ذِ نْجَانُ شِفَاءُكُلِّ شَئِ                                                                                
Artinya: “Buah Terong itu penawar bagi segala penyakit”


Tokoh-tokoh terkenal yang membuat hadist maudhu’ dari kalangan orang zindiq ini, adalah[25]:
a.       Abdul Karim bin Abi Al-Auja, telah membuat sekitar 4000 hadist maudhu’tentang hukum halal-haram. Akhirnya, ia dihukum mati olen Muhammad bin Sulaiman, Walikota Bashrah.
b.      Muhammad bin Sa’id Al-Mashlub, yang akhirnya dibunuh oleh Abu Ja’far Al-Mashur.
c.       Bayan bin Sam’an Al-Mahdy, yang akhirnya dihukum mati oleh Khalid bin Abdillah.
3.      Membangkitkan Gairah Beribadah untuk Mendekatkan Diri Kepada   Allah
Mereka membuat hadist-hadist palsu dengan tujuan menarik orang untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, melalui amalan-amalan yang mereka ciptakan, atau dorongan-dorongan untukmeningkatkan amal, melalui hadist tarhib wa targhib(anjuran-anjuran untuk meninggalkan yang tidak baik dan untuk mengerjakan yang dipandangnya baik) dengan cara berlebihan.[26]
4.    Menjilat Para Penguasa untuk Mencari Kedudukan atau Hadiah
Ulama-ulama membuat hadist palsu ini untuk membenarkan perbuatan-perbuatan para penguasa sehingga dari perbuatannya tersebut, mereka mendapat upah dengan diberi kedudukan atau harta.
Mendekati penguasa dengan cara membuat hadits palsu yang sesuai dengan apa yang di lakukannya untuk mencari legalitas, bahwa ungkapan itu hadits Rasulullah saw. Misalnya yang dilakukan Ghiyats bin Ibrahim An-Nakha’i ketika masuk ke istana Al-Mahdi yang sedang bermain burung merpati. Ghiyats berkata Rasulullah saw bersabda:
لَاسَبْقَ اِلَا فِي نَصْلِ أَوْخُفٌّ أَوْ حَافرَ أَوْ جَناحِ                                                        
Artinya :”Tidak ada perlombaan kecuali pada anak panah atau unta atau kuda atau pada burung”.
            Pada mulanya ungkapan itu memang hadits dari Rasulullah saw tetapi aslinya tidak ada kata “burung” (aw jannah). Karena ia melihat khalifah sedang bermain burung merpati, maka ditambah “atau burung merpati”. Al-Mahdih ketika mendengar hadits palsu itu member hadiah 10.000 dirham kepadanya, tetapi setelah mengetahui bahwa Ghiyats pendusta burung tersebut disembelih dan berkata:”Aku bersaksi pada tengkokmu bahwa ia adalah tengkok pendusta pada Rasulullah saw”.[27]

Sebab-sebab Pemalsuan Hadist dan kelompok-kelompok Pemalsuannya;
1.         Sebab pemalsuan hadis yang pertama kali muncul adalah adanya prselisihan yang melanda kaum Muslimin yang bersumber pada fitnah dan kasus-kasus yang mengikutinya yakni umat Islam menjdi beberapa kelompok.
2.         Permusuhan terhadap Islam dan untuk menjelek-jelekkannya. Yaitu upaya yang ditempuh oleh orang-orang zindik, lebih-lebih oleh keturunan bangsa-bangsa yang terkalahkan oleh umat Islam.
3.         Upaya untuk memperoleh fasilitas duniawi, seperti pendekatan kepada pemerintah atau upayamengumpulkan manusia ke dalam majelis,seperti yang dilakukan oleh para juru cerita dan para peminta-minta. Dampak negative kelompok ini sangat besar.
5.   Perbedaan Ras dan Fanatik Golongan
Mereka ingin membuat hadist palsu (Maudhu’) karena didorong oleh sikap ego dan fanatik buta serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok atau yang lainnya. Golongan Al-Syu’ubiyah yang fanatik terhadap bahasa persiamengatakan yang Artinya:
” Apabila Allah murka, maka Dia menurunkan Wahyu dengan bahasa Arab dan apabilah senang maka akan menurunkannya dengan bahasa Persia”[11]
Untuk mengimbangi hadits maudhu’ di atas muncullah dari lawannya yang fanatik bahasa Arab:

أَبْغَضُ الُكَلاَمِ اِلَي الّلهِ الفَارِسَيَّةُ وكَلاَم أَهْلِ الجَنَّةِ العَرَبِيَةُ            
Artinya :”Bahasa yang paling dimurkai Allah swt adalah bahasa Persia dan bahasa penghuni surga adalah bahasa Arab”.[28]
Banyak sekali Hadist-hadist yang dapat kita lihat keanehan-keanehan yang dapat memisahkan ibadah, akhlak, ilmu, obat-obatan dan lainnya. Sehinggah mereka dapat merugikan atas nama agama dan dapat merusak pola pikir umat Islam.
6.   Qashshash (tukang cerita/ pendongeng)
Para pendongeng ini berusaha agar dapat memikat para pendengar, oleh sebab itu mereka membuat cerita yang lucu-lucu dan aneh-aneh guna menarik perhatian orang-orang disekitarnya, dengan membuat hadits-hadits palsu.[13]
Tukang cerita itu membuat beberapa riwayat yang seolah-olah dari Rasulullah saw dengan menempelkan sanad seolah-olah hadits benar Rasulullah saw. Contohnya mereka menggambarkan surga dengan suatu ilustrasikan yang menakjubkan. Rasulullah saw bersabda:
مَنْ قَالَ لَاَاِلهَ اِلاَاللَّهُ ، خَلَقَ اللَّهُ مِنْ كُلِّ كَلِمَةِ طَا ئِرَا، مِنْقَارُهُ مِنْ ذَهَبِ وَرِيْشُهُ مِنْ مَرْجَانِ     
Artinya :”Barang siapa yang membaca” Tidak ada Tuhan selain Allah Swt”, maka Allah swt menciptakan dari setiap kata seekor burung yang paruhnya dari emas dan bulunya dari marjan.”
Imam Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma’in berembuk dan berkata: “Demi Allah swt aku tidak pernah mendengar hadits ini melainkan sekarang ini.”
Setelah selesai kisah, tukang cerita itu dipanggil - dikiranya akan diberi hadiah uang - ditanya dari mana Anda mendapat hadits tersebut? Dia menjawab: Imam Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma’in. Saya Yahya bin Ma’in dan Imam Ahmad bin Hanbal tidak pernah mendengar hadits ini dari Rasulullah saw. Lantas ia menjawab:  Aku mendengar bahwa Yahya bin Ma’in itu bodoh dan aku tidak pernah membuktikannya selain sekarang…Imam Ahmad meletakkan tangan di atas mukanya dan diperintahkan meninggalkan majelis tersebut lalu berdiri dan pergi.[29]
7.   Perbedaan (khilafiyah) dalam madzhab
Munculnya Hadits-hadist palsu dalam masalah fiqih dan ilmu kalam ini berasal dari para pengikut Mazhab. Mereka berani melakukan pemalsuan Hadits karena  didorong sifat fanatik dan ingi menguatkan mazhabnya masing-masing. Diantara hadits-hadits palsu tentang masalah ini adalah[30]:
1.         Siapa yang mengangkat kedua tanggannya dalam shalat, maka shalatnya tidak sah.
2.         Jibril menjadi imamku dalam shalat di ka’ba, ia(jibril) membaca basmalah dengan nyaring.
3.         Semua yang dibumi dan langit serta diantara keduanya adalah Makhluk, kecuali Allah dan Al-Qur’an. Dan kelak akan ada diantara umatku yang menyatakan  ” Al-Qur’an itu Makhluk”. Barang siapayang myatakan demikian, niscaya ia telah kufur kepada Allah Yang Maha Agung dan saat itu pula jatuhlah talak kepada isterinya.
C.     Ciri-Ciri Hadis Maudhu’[31]
1.    Ciri-ciri yang Terdapat pada Sanad
a.       Rawi tersebut terkenal berdusta (seorang pendusta).
b.      Pengakuan dari si pembuat sendiri.
c.       Kenyataan sejarah mereka tidak mungkin bertemu, misalnya ada pengakuan dari seorang rawi bahwa ia menerima hadist dari seorang guru, padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut, atau lahir sesudah guru tersebut meninggal.
d.      Keadaan rawi dan factor-faktor yang mendorongnya membuat hadist maudhu’.
2.    Ciri-ciri yang Terdapat pada Matan
a.       Kerancuan redaksi atau makna hadis.
b.      Setelah diadakan penelitian terhdap suatu hadis ternyata menurut ahli hadis tidak terdapat dalam hafalan para rawidan tidak terdapat dalam kitab-kitab hadis, setelah penelitiandan pembukuan hadis sempurna.
c.       Hadisnya menyalahi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
d.      Hadisnya bertentangan dengn petunjuk Al-Quran yang pasti.


3.     Ciri-ciri Hadis Maudhu’ pada rawinya
1.         Mengakui telah memalsukan hadis, seprti Abu ‘Ishmah Nuh bin Abu Maryam dan Maisarah bin ‘Abdi Rabbih.
2.         Tidak sesuai dengan fakta sejarah, sperti yang terjadi pada al-Ma’mun bin Ahmad yang menyatakan bahwa al-Hasan menerima hadis dari Abu Hurairah sehubungan dengan adanya perbedaan pendapat dalam masalah-masalahini.
3.         Ada gejala-gejala para rawi bahwa ia berdusta dengan hadis yang besangkutan.

E. Para Pendusta dan Kitab-Kitab Hadits Maudhu’
1.  Para pendusta dalam hadits.
      Diantara para pendusta hadits yang diketahui setelah penelitian yang dilakukan oleh para ulama, asalah sebagai berikut:
a.     Aban bin Ja’far Al-Numaiqi, membuat 300 buah hadits yang disandarkan kepada Abu Hanifah.
b.    Ibrahim bin Zaid Al-Aslami, membuat hadits disandarkan pada Malik.
c.  Ahmad bin Abdullah Al-Juwaini, juga membuat beribu-ribu hadits kepentingan kelompok As-Karramiyah.
d.    Jabir bin Zaid Al-Jua’fi, membuat 30.000 buah hadits.
e.     Nuh bin Abu Maryam, membuat hadits maudhu’ tentang fadhail surah-surah dalam Al-Qur’an.
f.   Muhammad bin Syuja’ Al-Wasithi, Al-Harits bin Abdullah Al-A’war, Muqatil bin Sulaiman, Muhammad bin Sa’id Al-Mashlub, Al-Waqidi dan Ibnu Abu Yahya.
2.   Kitab-kitab tafsir
      Kitab-kitab tafsir yang terdapat banyak hadits maudhu’, antara lain: Ats-Tsa’labi, Al-Wahidi, Az-Zamakhsyari, Al-Baidhwi dan Asy-Syaukani.
3.   Kitab-kitab maudhu’ yang terkenal
            Diantara kitab-kitab yang memuat hadits maudhu’ adalah sebagai berikut:
a)  Tadzkirah Al-Maudhu’at, karya Abu Al-Fadhal Muhammad bin Thahir Al-Maqdisi (448-507 H). Kitab ini menyebutkan hadits secara alphabet dan disebutkan nama perawi yang di nilai cacat (tajrih).
b)   Al-Maudhu’at Al-Kubra, karya Abu Al-Faraj Abdurahman Al-Jauzi (508-587 H) 4 jilid.
c)    Al-La’ali Al-Mashnu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah, karya Jalaluddin As-Suyuthi (849-911 H).
d)   Al-Ba’its ‘ala Al-Khalash min Hawadits Al-Qashash, karya Zainuddin    Abdurrahman Al-Iraqi (725-806H).
e) Al-Fawa’id Al-Majmu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah, karya Al-Qadhi Abu Abdullah Muhammad bin Ali Asy-Syaukan



KESIMPULAN
A.    Pembagian hadits dari segi kuantitas 
1.     Hadits Mutawatir
            Menurut bahasa mutawatir berarti muttabi’ artinya yang datang kemudian, yang beriringan atau yang berurut-urut. Menurut istilah ialah : “ khabar yang didasarkan kepada pancaindera, yang  diberitakan oleh sejum lah orang , yang jumlah tersebut menurut adat kebiasaan tidak mungkin mereka bersepakat (lebih dahulu) atau dusta (dalam pemberitaannya itu).
Jadi untuk dapat dikatakan berita itu mutawatir, harus memenuhi tiga syarat yakni:
a.  Diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi
b.  Adanya kesinambungan antara perawi pada thabaqat (generasi) pertama dengan generasi berikutnya.
c.  Berdasarkan tanggapan pancaindra
Menurut ulama sebagian Ulama lainnya, hadits mutawatir dapat dibedakan menjadi 2 macam , namun sebagian ulama lainnya membaginya menjadi tiga, yakni, hadits mutawatir lafdz, maknawi, dan amali.
2.      Hadits Ahad
Kata Ahad atau wahid berdasarkan segi bahasa berarti satu, maka Ahad atau khabar wahid berarti yang disampaikan oleh satu orang.Khabar yang jumlah perowinya tidak sebanyak jumlah perowi hadits mutawatir, baik perowinya itu satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya, Yang memberikan pengertian bahwa jumlah perowi tersebut tidak mencapai jumlah perowi hadits mutawatir.
hadits ahad terbagi menjadi dua, yaitu:
a.  Hadits masyhur
b.  Hadits ghoiru masyhur
Para ulama ahli hadis menggolongkan hadis ghairu masyhur menjadi ‘aziz dan Gharib.
a.      Hadits ‘Aziz
b.      Hadits gharib
Hadits Gharib terbagi menjadi dua, yaitu : gharib muthlaq dan gharib nisbi.


B.     Pembagian hadits dari segi kualitasnya
1.      Hadits Sahih
yaituhadits yang berhubungan (bersambung) sanadnya yang diriwayatkan oleh perawi yang adil , dhabith, yang diterimanya dari perawi yang sama (kualitasnya) dengannya sampai kepada akhir sanad, tidak syadz dan tidak pula berillat.
Para ulama membagi Hadits shahih menjadi dua bagian, yaitu shahih li-dzatih dan shahih li ghoirih.
Syarat-syarat hadits shahih :
1.      Rawinya bersifat adil
2.      Sempurna ingatannya
3.      Sanadnya tidak putus
4.      Hadits itu tidak berillat
5.      Tidak syadz atau janggal
2.      Hadits hasan
Menurut Jumhuru’l-Muhaddutsin Hadits Hasan ialah Hadits yang dinukilkan oleh seorang adil, ( tapi ) tak begitu kokoh ingatannya, bersambung-sambung sanadnya dan tidak terdapat ‘illat serta kejanggalan pada matannya”
syarat hadits hasan dapat di rinci sebagai berikut :
1.      Sanadnya bersambung..
2.      Perawinya adil.
3.      Perawinya dhabit, tetapi ke dhabi-annya ke bawah ke dhabitan perawi hadits hasan.
4.      Tidak terdapat kejanggalan ( syadz )
5.      Tidak ada illat ( cacat )
Hadits hasan itu dapat di bagi menjadi dua yaitu :
·         Hadits hasan lidzatihi dan
·         Hadits hasan lighairihi
3.      Hadits Dha’if
Menurut bahasa Dlaif berarti ‘Ajiz =  yang lemah sebagai lawan qawiyyu = kuat. Sedangkan menurut istilah, Ibnu Shalah memberikan definisi “ yang tidak terkumpul sifat-sifat Shahih dan sifat-sifat hasan



C. Hadits Maudu
a.       hadits maudhu’ adalah hadits yang dibuat-buat(palsu), baik untuk kepentingan individu atau kelompok, bukan didasarkan kepada perkataan atau perbuatan atau takrir Rasulullah saw.
b.       Terjadinya hadits maudhu’ dalam sejarah muncul terjadi konflik antara faktor politik dan antara dua pendukung Ali dan Mu’awiyah, umat Islam terpecah menjadi tiga kelompok yaitu, Syi’ah, Khawarij, dan Jumhur Muslimin atau Sunni. Masing-masing mengklaim bahwa kelompoknya yang paling benar sesuai dengan ijtihad mereka, masing-masing ingin mempertahankan kelompoknya dan mencari simpatisan masa yang lebih besar dan cara mencari dalil dari Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah saw.
c.       Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya hadits maudhu’ yaitu sebagai berikut:
1.      Faktor  politik
2.      Usaha Kaum Zindik
3.      Perbedaan Ras dan Fanatik Golongan
4.      Qashshash (Tukang Cerita)
5.      Mendekatkan dengan kebodohan
6.      Menjilat penguasa, dan
7.      Perbedaan (Khilafiyah) dalam madzhab.



DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid khon .op. cit, hal.202.
Abdul Majid khon, op. Cit, hal. 204
Abu Usaamah , Ilmu-ilmu Hadits,( Jakarta:Daarul Ibn Hazm, 2007). hal. 205
Anwar, Moh.1998. Ilmu Mushthalahul hadits. Surabaya: al-ikhlas
Abu Usaamah , Op. Cit, hal. 212
Darul-   Hikmah
Drs. Fatchur Rahman. Ikhtishar Mushthalahul Hadits,Halaman 141-199
Fatchurrohman.1970. Iktisar Musthalahul Hadits.Bandung:PT.Ma’arif
Munzier Suparata op, cit, hal. 187.
Nasir, Ridwan.2007.Ulumul Hadits dan Musthalahul Hadits. Jombang:
Sohari, Sahrani.2010. Ulumul Hadits.Bogor: Ghalia Indonesia
http://reizacullen777.blogspot.co.id/2014/11/makalah-hadits-berdasarkan-kuantitas.html




[1]sohari sahrani.ulumul hadits.halaman 83

[2]http://reizacullen777.blogspot.co.id/2014/11/makalah-hadits-berdasarkan-kuantitas.html

[3] H. Zeid B. Ulumul Hadits Pengantar Studi Hadits Praktis, halaman 42
[4] Dr. Mahmud Thahhan. Intisari Ilmu Hadits, halaman 35
[5] Dr. Mahmud Thahhan. Intisari Ilmu Hadits, halaman 35
[6]http://reizacullen777.blogspot.co.id/2014/11/makalah-hadits-berdasarkan-kuantitas.html

[7] Dr. Mahmud Thahhan. Intisari Ilmu Hadits, halaman 36
[8]http://reizacullen777.blogspot.co.id/2014/11/makalah-hadits-berdasarkan-kuantitas.html
                                                                   
[9] Dr. Mahmud Thahhan. Ulumul hadits studi kompleksi hadits nabi, halaman 35
[10] Dr. Mahmud Thahhan. Intisari Ilmu Hadits, halaman 50
[11]Dr. Mahmud Thahhan. Ulumul hadits studi kompleksi hadits nabi, halaman 35

[12]sohari sahrani.ulumul hadits.halaman:101
[13] Dr. Mahmud Thahhan. Intisari Ilmu Hadits, halaman 56
[14]http://reizacullen777.blogspot.co.id/2014/11/makalah-hadits-berdasarkan-kuantitas.html


[15]Dr. Mahmud Thahhan. Ulumul hadits studi kompleksi hadits nabi, halaman 46
[16]Drs. fatchur Rahman.Mushthalahul Hadits( Yogyakarta, PT Al-Ma’arif, 1995 ) Halaman 111.
[17]http://reizacullen777.blogspot.co.id/2014/11/makalah-hadits-berdasarkan-kuantitas.html


[18]http://reizacullen777.blogspot.co.id/2014/11/makalah-hadits-berdasarkan-kuantitas.html
[19] H. Zeid B. Ulumul Hadits Pengantar Studi Hadits Praktis, halaman 42
[20] Drs. Fatchur Rahman. Ikhtishar Mushthalahul Hadits,Halaman 141-199
[24]Abdul Majid khon .op. cit, hal.202.
[27]Abu Usaamah , Op. Cit, hal. 212
[28]Abdul Majid khon, op. Cit, hal. 204
[29]Abu Usaamah , Ilmu-ilmu Hadits,( Jakarta:Daarul Ibn Hazm, 2007). hal. 205
[30]Munzier Suparata op, cit, hal. 187.
[31]http://fariskayosi.blogspot.co.id/2014/07/makalah-hadist-maudhu-dan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa pesan saya jadilah orang yang jujur. Jangan jadi orang yang plagiat yang tidak mencantumkan sumber referensinya.

Kritik dan Saran sangat saya butuhkan, Demi menciptakan sesuatu yang sangat berguna dan bermanfaat Fiddunya Wal Akhiroh