MAKALAH
KLASIFIKASI HADITS
Dosen Pengampu : Siti Jahroh S.HI., M.SI.
Disusun Oleh :
Aang Sobari Saeful Risal ( 16360012 )
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016/2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan taufik dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas Makalah dengan judul “Pembagian Hadits
berdasarkan kuantitas dan kualitasnya”.
Sholawat
teriring salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada baginda Nabi Muhammad
SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah hingga zaman yang terang
benderang.
Tujuan dibuatnya
makalah ini diharapkan agar dijadikan sebagai wawasan kita terhadap mata kuliah
“ Qur’an Hadits ” sesuai dengan tema yang kami angkat. Penyusun telah berusaha
demi keberhasilan dan kesempurnaan makalah ini. Namun, kami merasa masih
terlalu banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon kritikan dan saran yang
membangun baik dari dosen pembimbing maupun dari rekan-rekan mahasiswa.
Tidak lupa
penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua ppihak yang telah
membantu dalam penyelesaian Makalah ini, semoga dengan apa yang ada dalam
Makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Amiin ...
Yogyakarta, November
2016
penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar................................................................................................................ ii
Daftar isi.......................................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................. 1
C. Tujuan Makalah................................................................................................ 1
BAB II Pembagian hadits
ditinjau dari segi kuantitasnya.......................................... 2
A. Hadits mutawatir............................................................................................. 2
B. Hadit ahad....................................................................................................... 6
BAB III Pembagian
hadits ditinjau dari segi kualitasnya.......................................... 10
A. Hadits shahih ................................................................................................ 10
B. Hadits hasan.................................................................................................. 11
C. Hadits Dha’if................................................................................................ 13
BAB IV Hadits Maudu................................................................................................. 17
Kesimpulan.................................................................................................................... 25
Daftar pustaka............................................................................................................... 28
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada awalnya Rasulullah
S.A.W melarang untuk menulis hadits, karena dikhawatirkan bercampur baur
penulisnya dengan Al-qur’an.
Perintah untuk menuliskan
hadits yang pertama kali oleh khalifah Umar bin Abdul Azis. Beliau penulis
surat kepada gubernur di madinah yaitu Abu Bakar bin Muhammad bin Amr Hazm
Al-Alsory untuk membukakan hadits.
Sedangkan Ulama’ yang pertama
kali mengumpulkan hadits adalah Arroby bin Sobiy dan Said bin Abi Arobah. Akan
tetapi pengumpulan hadits tersebut masih acak (tercampur antara yang shohih
dengan yang dha’if, dan pkataan para sahabat).
Pembagian hadits yang ternyata
di lihat dari berbagai tinjauan dan dan berbagai segi pandangan, bukan hanya
dari satu segi pandangan saja.
Dan dalam makalah ini akan di
kemukakan pembagian hadits ditinjau dari segi kualitas sanadnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian klasifikasi
hadits ?
2. Bagaimana cara
mengklasifikasikan hadits?
3. Apa saja klasifikasi hadits
yang di tinjau dari segi kualitas sanadnya?
C. Tujuan makalah
1. Untuk mengetahui pengertian
klasifikasi hadits
2. Untuk mengetahui bagaimana cara
mengklasifikasikan hadits
3. Untuk mengetahui apa saja
klasifikasi hadits yang di tinjau dari segi kualitas sanadnya.
BAB II
PEMBAGIAN HADITS
DITINJAU DARI SEGI KUANTITASNYA
(JUMLAH PEROWI)
Para ulama berbeda
pendapat tentang pembagian hadits ditinjau dari segi kuantitasnya atau jumlah
rawi yang menjadi sumber berkaitan.Di antara mereka ada yang mengelompokkan
menjadi tiga bagian , yakni hadis mutawatir, masyhur, dan ahad, dan ada juga
yang membaginya menjadi dua , yakni hadits mutawatir dan hadits ahad.
Ulama golongan
pertama, yang menjadikan hadits masyhur berdiri sendiri , tidak termasuk bagian
dari hadis ahad, dianut oleh sebagian ulama ushul, diantaranya adalah Abu Bakar
Al-Jasashah (305-370 H).
Adapun ulama golongan
kedua , diikuti oleh kebanyakan ulama ushul dan ulam kalam.menurut mereka ,
hadis masyhur bukan merupakan hadits yang berdiri sensdiri , tetapi merupakan
bagian dari ahad.itulah sebabnya mereka membagi hadis menjadi dua bagian yaitu,
mutawatir dan ahad.[1]
Ditinjau dari segi
jumlah perowi yang meriwayatkan, maka hadits itu dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad.
A.
Hadits Mutawatir
Menurut bahasa
mutawatir berarti muttabi’ artinya yang datang kemudian, yang beriringan atau
yang berurut-urut, maksudnya beriring-iringan antara yang satu
dengan yang lain.
Sedang
menurut istilah ialah :
مَاكَانَعَنْمَحْسُوْسٍخْبَرَبِهِاَجَمَاعَةُفِيْبَلّغُوْاالْكَثْرَاةِمَبْلَغَتَحِيْلُالْعَادَةُطُؤتَوَاهُمْعَلًيْبِالْكَذِ
“ khabar yang didasarkan kepada pancaindera,
yang diberitakan oleh sejum lah orang , yang jumlah tersebut menurut
adat kebiasaan tidak mungkin mereka bersepakat (lebih dahulu) atau dusta (dalam
pembicaraannya).
مَا رَوَاهُ جَمْعٌ
تُحِيْلُ الْعَا دَةَ تَوَا طُؤُهُمْ عَلَى الْكَذِيْبِ عْنْ مِثْلِهِمْ مِنْ
اَوَّلِ السَّنَدِ اِلَى مُنْتَهَاهُ
“Hadits mutawatir ialah hadits yang
diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi yang menurut adat, mustahil mereka lebih
dahulu bersepakat untuk berdusta, mulai awal sampai akhir matan rantai sanad,
pada setiap thabaqat atau generasi”.
الَّذِرَوَاهُ جَمْعٌ
كَثِيْرٌلاَ يُمْكِنُ تَوَاطُؤهُمْ عَلَى الْكَذِبِ عَنْ مِثْلِهِمْ الَى
نْتِهَاءِ السَّنَدِ وَكَانَ مُسْتَنِدُ هُمْ الْحِسُ
Dari
definisi di atas, dapat dipahami bahwa hadits mutawatir adalah hadits yang
diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi, yang menurut adat, pada umumnya dapat
memberikan keyakinan yang mantap, terhadap apa yang telah mereka beritakan, dan
mustahil mereka bersepakat untuk bersepakat untuk berdusta, mulai dari awal
matarantai sanad sampai pada akhir sanad.
Adapun kriteria yang
harus ada dalam hadits mutawatir adalah sebagai berikut[2] :
a. Diriwayatkan oleh
sejumlah besar perawi
Maksudnya secara umum sejumlah besar
periwayat tersebut bisa memberikan suatu keyakinan yang mantap bahwa mereka
tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, tanpa melihat berapa jumlah besar
perawinya.
Dalam menghadapi nominalisasi jumlah besar
perawi dalam hadits mutawatir, para ahli berbeda-beda pandangan, diantaranya:
1. Al-Qadliy al-Baqilaniy
berpendapat bahwa jumlah nominal perawi hadits mutawatir adalah 5 orang. Hal
ini dianalogikan dengan jumlah Nabi yang masuk dalam kelompok ‘Ulil ‘Azmiy.
2. Al-Isthakhariy
berpendapat minimal 10 orang, sebab jumlah ini merupakan awal dari bilangan
banyak.
3. Seagian ‘ulama
berpendapat minimal 12orang, dan ada juga yang mengatakan minimal 20 orang.
4. Sebagian lagi
mengatakan minimal 40 orang, berdasarkan firman Allah dan sabda Rasul-Nya,
bahkan ada yang berpendapat minimal 70 orang.
b.
Adanya kesinambungan antara perawi pada thabaqat
(generasi) pertama dengan generasi berikutnya.
Maksudnya jumlah
perawi generasi pertama dan berikutnya harus seimbang, artinya jika pada
generasi pertama berjumlah 20 orang, maka pada generasi berikutnya harus 20
orang atau lebih.
c. Berdasarkan tanggapan
pancaindra.
Maksudnya
hadits yang sudah mereka sampaikan itu harus benar hasil dari pendengaran atau
penglihatan mereka sendiri.(Nasir, Ridwan.Ulumul hadits dan Musthalahul
hadits.(jombang.darul-hikmah.2007) halaman 171-173
d.
Mustahil menurut adat
kebiasaan mereka sepakat untuk berdusta terhadap hadits tersebut.
Menurut
ulama dan sebagian Ulama lainnya, hadits mutawatir dapat
dibedakan menjadi 2 macam , namun sebagian ulama lainnya membaginya
menjadi tiga, yakni, hadits mutawatir lafdz, maknawi, dan amali.
1.
Hadits mutawatir lafdz
Hadits yang mutawatir
yang periwayatannya dengan suatu redaksi yang sama atau hadits yang mutawatir
lafal dan maknanya.
Contoh :
إنَّهَذاَالْقرْاَنَاُ
نْزِلَعَلَيسَبْعَةِ أَحْرُفٍ
Artinya :
“
sungguh al-Qur’anKu diturunkan dengan 7 bacaan (Qiraat) “.
2.
Hadits mutawatir maknawi
Hadits yang maknanya
mutawatir tetapi lafalnya tidak.Atau juga hadits yang lafal serta maknanya
berlain-lain, tetapi dapat diambil dari kumpulannya satu makna yang
umum. Maksudnya adalah hadits yang para perawinya berbeda-beda dalam
menyusun redaksi pemberitaan, tetapi pada prinsipnya sama.
Contoh :
مَا رَفَعَ صَلَى اللّه
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَ يْهِ حَتَّى رُؤِيَ بَيَا ضُ اِبْطَيْهِ فِي شَيْئٍ مِنْ
دُ عَا ئِهِ اِلاَّ فِى الاِ سْتِسْقَا ءِ
( متفق عليه)
“konon Nabi tidak mengangkat kedua
tangan beliau dalam do’a beliau selain do’a sholat istisqa’.Dan beliau
mengangkat tangannya, sehingga Nampak putih-putih kedua ketiaknya.( H.R
Bukhari Muslim)
كَا نَ يَرْ فَعُ
يَدَيْهِ حَذْ وَ مَنْكِبَيْهِ
“ ketika beliau saw mengangkat tangan sejajar
dengan kedua pundak beliau “
3.
Hadits mutawatir amali
Sesuatu yang dapat
diketahui dengan mudah bahwa hal itu adalah dari agama, dan telah mutawatir
diantara umat islam bahwa nabi s.a.w mengerjakannya atau menyuruhnya atau
selain dari hal itu.
Jenis hadits mutawatir amali ini banyak
jumlahnya, misalnyahadits yang menerangkan waktu shalat, raka’at shalat, shalat
jenazah, tata cara shalat, cara pelaksanaan haji dan lain-lain.
لاَ صَلاَ
ةَ اِلاَّ بِأُ مِّ الْقُرْ أَنِ
“ tidak sah sholat itu dengan tidak membaca
fatihah”.
Hadits
mutawatir mengandung hukum qath’I al tsubut, memberikan informasi yang pasti
akan sumber informasi tersebut. Oleh sebab itu tidak dibenarkan seseorang
mengingkari hadits mutawatir, bahkan para ulama menghukumi kufur bagi orang
yang mengingkari hadits mutawatir. Mengingkari hadits mutawatir sama dengan
mendustakan informasi yang jelas dan pasti bersumberdari rasululloh.[3]
Keberadaan
hadits mutawatir jumlahnya sangat sedikit bila dibandingkan dengan hadits ahad.[4]
Kitab
– kitab terkenal tentang hadits mutawatir antar lain[5]:
a.
Al – azhar al – mutanaatsiroh fi al- akbar al
–mutathiroh, karya al – syuyuthi
b.
Qathfu al – azhar, karya syuyuthi
c.
Nadhmu mutanasir min al hadits al – mutawatir,
karya Muhammad bin ja’far al - qotani
B. Hadits ahad
a. Pengertian hadits Ahad
Kata Ahad atau wahid berdasarkan segi bahasa berarti satu, maka
Ahad atau khabar wahid berarti yang disampaikan oleh satu orang.Khabar yang
jumlah perowinya tidak sebanyak jumlah perowi hadits mutawatir, baik perowinya
itu satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya, Yang memberikan pengertian
bahwa jumlah perowi tersebut tidak mencapai jumlah perowi hadits mutawatir.[6]
Menurut bahasa kata ahad yang berarti satu, sedang menurut
istilah adalah hadits yang tidak memenuhi syarat – syarat untuk menjadi hadits mutawatir.[7]
b. Pembagian hadits ahad
Para ulama membagi
hadits ahad menjadi dua, yaitu masyhur dan ghoiru masyhur, sedangkan ghoiru
masyhur terbagi menjadi dua, yaitu aziz dan gharib.
1) Hadits masyhur
Masyhur
menurut bahasa ialah al-intisyar wa az-zuyu’ ( sesuatu yang sudah tersebar dan
popular).Adapun menurut istilah yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang
lebih, tetapi bilangannya tidak mencapai ukuran bilangan mutawatir.
Macam-macam hadits
masyhur [8]:
1. Masyhur dikalangan
para ahli hadits dan lainnya
قَالَ رَسُوْلُ اللّه ص
م اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَا نِهِ وَيَدِهِ
“Rasulullah
saw bersabda seorang muslim adalah orang yang mau menyelamatkan sesama muslim
lainnya dari gangguan lidah dan tangannya”.
2. Masyhur khusus
dikalangan para ilmuan
Maksudnya
hadits ini hanya dikenal oleh orang-orang tertentu dan yang lain tidak
mengenalnya, seperti hadits :
a) Masyhur dikalangan
ahli hadits :
اَنَّ النَّبِيّ ص م
قَنَتَ شَهْرًا بَعْدَ الرُّ كُوْ عِ عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ
“sesunguhnya
nabi saw berqunutsebulan penuh lamanya setelah ruku’ untuk (mendo’akan)
keluarga Ri’lah dan dzakwan”.
b) Masyhur
dikalangan ahli fiqih :
لاَصَلاَةَ لِجَا رِ
الْمَسْجِدِ اِلاَّ فِى الْمَسْجِدِ
“Tidak
sah shalat orang yang rumahnya berdekatan dengan masjid kecuali melakukan
shalat di masjid”
c) Masyhur dikalangan
ahli ushul, yaitu :
رَفَعَض عَنْ اُمَّتِي
الْخَطَ ءُ وَالنّسْيَا نُ وَمَا اُسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
“telah
terangkat (dosa) umatku yakni dosa atas kekeliruan, lupa dan perbuatan yang
mereka kerjakan lantaran terpaksa”
3. Masyhur dikalangan
orang ‘Awam
Maksudnya
hadits yang masyhur hanya dikalangan orang-orang biasa, seperti hadits :
يَوْمَ نَحْرِ كُمْ
يَوْمُ صَوْمِكُمْ
“hari
raya qurban itu adalah puasa kamu sekalian”
Hadits
masyhur ini ada yang berstatus sahih, hasan dan dha’if.Yang dimaksud
dengan hadits masyhur yang telah memenuhi ketentuan hadits sahih, baik pada
sanad maupun matannya, seperti haditsdari Ibnu Umar:
اذَإِجَاءَكُمُ الْجُمْعَةفَلْيُغْسِلْ
“
barang siapa yang hendak melaksanakan shalat jum’at hemdaklah ia mandi”.
Adapun
yang dimaksud dengan hadis masyhur hasan adalah hadis masyhur yang telah
memenuhi ketentuan-ketentun hadis hasan, baik mengenai sanad maupun matannya,
seperti sabda Rasulullah s.a.w:
طَلَبُالْعِلْمِفَرِيْضَةعَلَيكُلِّمُسْلِم وِ مُسْلِمَةِ:النّبِيّقَالَ
“
Menuntut ilmu itu wajib bagi setia muslim baik laki-laki maupun peremuan“.
Adapun yang dimaksud dengan hadits masyhur dha’if
adalah hadits masyhur yang telah memenuhi syarat-syarat hadis sahih dan hasan,
baik pada sanad maupun pada matannya, seperti hadits:
مَنْ عَرَفَنَفْسَهُفَعَرَفَ رَبّهُ
“
barang siapa yang mengenal dirinya, maka sungguh dia telah mengenal tuhannya “.
Hukum hadits masyhur tidak bisa di sifati sebagai hadits shoheh
atau bukan shoheh, akan tetapi diantaranya ada yang soheh dan ada pula yang
hasan serta dhoif bahkan ada pula yang maudhu[9]. Akan tetapi hadits
masyhur yang berkualitas shoheh memiliki kelebihan untuk bisa ditarjih
(diunggulkan) bila ternyata bertentangan dengan dengan hadits aziz dan hadits
ghorib.[10]
Kitab – kitab hadits masyhur yang terkenal
antara lain:[11]
a. Al – maqasid al – hasanah
fima istahara ala alsinati, karya as – sachawy
b. Kasyful chafa wa
muzail ilyas fima istahara min alhadits ala al – sinatin nas, karya al – ajluny
c. Tamyizut tayyib min
al-chabitsnfima yaduru ala alsinatin nas al-hadis , karya ibnu al-daiba as-
syaibani.
2) Hadits ghairu Masyhur
Para ulama ahli hadis menggolongkan hadis
ghairu masyhur menjadi ‘aziz dan Gharib.
a) Hadits ‘Aziz
Ialah
hadits yang diriwayatkan oleh dua orang perawi, sekalipun hanya dalam satu
generasi.
Contoh yang
ditakhrijkan oleh Bukhari dan Anas katanya Rasulullah saw bersabda :
قَا لَ رَسُوْلُ اللّهَ ص م لاَ يُؤْ مِنُ اَحَدُ كُمْ
حَتَّى اَكُوْنَ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ وَوَا لِدِ هِ وَوَلِدِهِ وَ
النَّا سِ اَجْمَعِيْنَ
“
tidaklah beriman seseorang diantara kamu, hingga aku lebih dicintai dari ada
dirinya, orang tuanya, anaknya, dan semua manusia.
b) Hadits Gharib
Gharib
secara lughawi (bahasa) berarti almunfarid (menyendiri) atau al-ba’id’an
aqarabihi ( jauh dari kerabatnya).Jadi, hadits gharib adalah hadits yang
diriwayatkan oleh seorang perowi yang menyendiri dalam
periwayatannya, tanpa ada orang lain yang meriwayatkannya.
Hadits
Gharib terbagi menjadi dua, yaitu : gharib muthlaq dan gharib nisbi.
a. Gharib Muthlaq atau
fardu mutlak
Ialah
hadits yang menyendiri seorang perawi dalam periwayatannya pada asal
sanad.
Contoh
hadits gharib muthlaq antara lain :
قَا لَ النّبِيّ ص م اَلاِ يْمَا نُ بِضْعٌ
وَسَبْعُوْ نَ شُعْبَةٌ وَالْحَيَا ءُ شُعْبَةٌ مِنَ الاِ يْمَا نِ
b. Gharib Nisbi atau
fardu nisbi
Ialah
hadits yang terjadi gharib dipertengahan sanadnya.hadits nisbi ini adalah hadis
yang diriwayatkan oleh lebih dari seorang perawi pada asal sanad ( perawi pada
tingkat sahabat), tetai dipertengahan sanadnya terdapat tingakatan yang
perawinya hanya sendiri ( satu orang).
Contoh
hadits gharib nisbi yang berkenaan dengan membaca al-qur’an untuk shalat,
antara lain:
(رَواَهابوداود)فَاتِحَةِبِالْكِتَابِوَمَاتَيَسَّرَمِنْهُ اَنْتَقْرَأَ :رَسُوْلُاللّٰهصماَمَرَنَا
“
Rasulullah s.a.w memerintahkan kepada kami agar kita membaca Al-fatihah dan
surat yang mudah dari alqur’an.( H.R Abu Dawud).[12]
Kitab
– kitab yang membahas hadits ghorib, antara lain[13] :
a. Ghoraibu malik, karya
al – Darulquthniy
b. Al –afrad , karya al –
Darulquthni
c. Al – Sunan allatiy
tafarrada bukulli sunnatin minha ahlu baldah, karya abu dawud al - sijistaniy
BAB
III
PEMBAGIAN
HADITS DARI SEGI KUALITASNYA
Ditinjau dari segi nilainya ( kualitasnya),
hadits itu dapat dibagi menjadi tiga macam yakni
A. Hadits
shahih
Sahih secara etimologi
adalah lawan dari saqim (sakit), sedangkan dalam istilah ilmu hadits berarti
hadits yang berhubungan (bersambung) sanadnya yang diriwayatkan oleh perawi
yang adil , dhabith, yang diterimanya dari perawi yang sama (kualitasnya)
dengannya sampai kepada akhir sanad, tidak syadz dan tidak pula berillat.
Yang dimaksud dengan
hadits shahih menurut Muhadditsin ialah hadits yang dinukilkan (diriwayatkan)
oleh rawy yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak berillatdan
tidak janggal.
Syarat-syarat hadits shahih :
1. Rawinya bersifat adil
2. Sempurna ingatannya
3. Sanadnya tidak putus
4. Hadits itu tidak
berillat
5. Tidak syadz atau janggal.
Para ulama membagi
Hadits shahih menjadi dua bagian, yaitu shahih li-dzatih dan shahih li
ghoirih.Perbedaan antara kedua bagian ini terletak pada segi hafalan atau
ingatan perawinya kurang sempurna.[14]
a. Hadits sahih li-dzatih
Yang dimaksud dengan sahih li-dzatih ialah
hadits yang tidak memenuhi secara sempurna persyaratan sahih, khususnya yang
berkaitan dengan kurang sempurna pada hadits sahih li ghairih. Sehingga
dengan demikian bisa dikatakan bahwa, sebenarnya hadits shahih bagian ini
asalnya bukan hadits shahih melainkan hadits li dzatih.
Contoh :
لَولَاأَشُقَّأَنعَلَيْاُمَّتِيلَامَرْتَهُمْ
بِاالسِّوَاكِعِنْدَكُلِّ صَلاَةٍ ( رواه البخا ري )ْ
“ Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya
akan kuperintahkan ber-siwak setiap kali hendak melaksanakan salat “.( H.R
Bukhari)
b. Hadits Shahih
li-ghairih
“ Hadits yang keadaan rawi - rawinya kurang
Hafidh dan dlabith tetapi mereka masih terkenal orang yang jujur, hingga
karenanya berderajat hasan, lalu di dapati padanya dari jalan lain yang serupa
atau lebih kuat, hal-hal yang dapat menutupi kekurangan yang menimpanya itu “.
Hadits Shohih hukumnya
wajib diamalkan sesuai dengan ijma ahli hadits dan segolongan ahli sunah dan
para fuqoha, maka ia merupakan salah satu dasar dari dasar – dasar syara ,
seorang muslim tidak ada lapangan untuk meninggalkan mengamalkannya.[15]
B.
Hadits Hasan
Hadits Hasan menurut
bahasa berarti Sesuatu yang disenangi dan di oleh nafsu. Sedangkan
hadits Hasan menurut istilah para ulama berbeda pendapat dalam
mendefinisikannya..
Menurut At-Turmudzy
Hadits Hasan ialah Hadits yang pada sanadnya tiada terdapat orang yang tertuduh
dusta, tiada terdapat kejanggalan pada matannya dan Hadits itu di riwayatkan
tidak dari satu jurusan ( mempunyai banyak jalan) yang sepadan ma’nanya.
Sedangkan menurut
Jumhuru’l-Muhaddutsin Hadits Hasan ialah Hadits yang dinukilkan oleh
seorang adil, ( tapi ) tak begitu kokoh ingatannya, bersambung-sambung sanadnya
dan tidak terdapat ‘illat serta kejanggalan pada matannya”
Sebenarnya perbedaan
antara Hadits Shahih dan Hasan itu, terletak pada syarat kedlabithan rawy.
Yakni pada Hadits Hasan, kedlabithannya lebih rendah ( tidak begitu baik
ingatannya ), jika di bandingkan dengan Hadit Shahih. Sedang syarat-syarat
Hadits Shahih yang lain masih diperlukan untuk Hadits Hasan.[16]
Dengan kata lain, syarat hadits hasan dapat di
rinci sebagai berikut :
· Sanadnya bersambung..
· Perawinya adil.
· Perawinya harus
dhabit, tetapi kualitas ke dhabitannya dibawah ke dhabitan perawi hadits shahih.
· Tidak terdapat
kejanggalan ( syadz )
· Tidak ada illat (
cacat )
Hadits hasan itu dapat di bagi menjadi dua
yaitu[17] :
a) Hadits hasan lidzatihi
Hadits Hasan Lidzatihi ialah Hadits yang
terkenal para perawinya tentang kejujuran dan amanahnya tetapi hafalan dan
keteguhan hafalannya tidak mencapai derajat para perawi hadits shahih.
b). Hadits hasan
lighairihi
Hadits hasan lighairihi ialah :
الْحَسَنُ لِغَيْرِهِ
هُوَ الَّضّعِيْفُ اِذَا تَعَدَّدَتْ طُرُقُهُ وَلَمْ يَكُنْ سَبَبُ ضُعْفِهِ
فِسْقُ الرَّاوِى اَوْكَذْبِهِ
“hadits hasan lighairihi ialah hadits dha’if
dimana jumlah perawi yang meriwayatkannya banyak sekali dan sebab kedha’ifannya
tidak disebabkan kefasikan perawi atau orang yang tertuduh kuat senang berlaku
bohong”.
Maksudnya
adalah hadits dha’if dimana sistem periwayatannya sebagai syarat keshahihan,
banyak yang tidak terpenuhi, tetapi mereka dikenal sebagai orang yang tidak
banyak berbuat kesalahan atau berlaku dosa dan para perawi banyak
meriwayatkannya, baik menggunakan redaksi yang sama maupun yang ada kemiripan.
C.
Hadits Dla’if
1.
Pengertian Hadits Do’if
Menurut bahasa Dlaif
berarti ‘Ajiz = yang lemah sebagai lawan qawiyyu = kuat.
Sedangkan hadits dha’if menurut istilah , para
ulama’berbeda-beda dalam susunan redaksinya, tetapi substansi dari definisi
tersebut adalah sama, diantaranya[18]:
a). al-Nawawiy
الْحَدِيْث الضَّعِيْفُ
هُوَ مَالَمْ يُوْجَدْ فِيْهِ شُرُوْطٌ مِنْ شُرُوْ طِ الْحَسَنِ
“Hadits yang didalamnya tidak ditemukan
syarat-syarat yang wajib ada dalam hadits shahih dan
hasan”
b) Thahhan
هُوَ مَا لَمْ يَجْمَعْ
صِفَةَ الْحَسَنِ بِفَقْدِ شَرْطٍ مِنْ شُرُوْطِه
“Hadits yang didalamnya tidak terkumpul syarat-syarat yang wajib
ada dalam hadits hasan disebabkan tidak adanya satu syarat yang menjadi
syarat-syarat hadits hasan”
c). Nur Din
‘Itr
الْحَدِيْثُ
الضَّعِيْفُ هُوَ مَا فَقُدَ شَرْطَا ِنْ شُرُوْطِ الْحَدِ يْثِ الْمَقْبُوْلِ
hadits
yang didalamnya tidak ditemukan satu syarat dari syarat-syarat
hadits yang diterima (maqbul).
d). Ajjaj
al-khathibi
الْحَدِيْثُ
الضَّعِيْفُ هُوَ كُلُّ حَدِ يْثٍ لاَ تَجْتَمِعُ فِيْهِ صِفَةُ الْقَبُوْلِ
hadits dha’if adalah hadits yang didalamnya
tidak terkumpul sifat maqbul.
Dari beberapa definisi di atas,
dapat diambil kefahaman jika dalam satu hadits telah hilang satu syarat dari
sekian syarat-syarat yang harus ada di dalam hadits hasan, maka status hadits
tersebut dinyatakan sebagai hadits dha’if, apalagi jika jika syarat yang hilang
sampai dua atau tiga syarat, seperti perawinya tidak ada, tidak memiliki daya
ingatan kuat dan ada kejanggalan atau cacat.
Hadits
doif adalah hadits yang tidak memenuhi kriteria hadits maqbul (hasan maupun
shohih).Sekalipun dhoif namun kualitas kedoifan sebuah hadits terkadang berfariasi,
ada yang ringan, sedang danada pula yang tergolong parah.[19]
Contoh hadits dho’if
yang diriwayatkan oleh imam Turmudziy, dari jalur Syu’bah, dari ‘Asyim bin
Ubaidillah, dari Abdullah bin ‘Amr bin Rabi’ah, dari ayahnya, tentang maskawin
seorang wanita yang berupa sepasang sandal, lalu Rasulullah saw bersabda:
قَالَ رَسُوْلُ اللّه ص
م : " اَرَضِيْتِ مِنْ نَفْسِكَ وَمَا لِكِ بِنَعْلَيْنِ ؟.قَا
لَتْ"نَعَمْ" فَأَ جَا زَهُ
“berkata Rasulullah SAW : apakah kamu ridha (senang) menerima
maskawin berupa sandal ?. lalu wanita itu menjawab, iya, kemudia beliau
meloloskan ( menikahkan ) nya”.
2. Klasifikasi Hadits Do’if[20]
a. Macam – macam Hadits Doif berdasarkan
kecacadan rawinya
1.
Hadits Maudhu
Yaitu hadits yang di cipta serta dibuat oleh
eseorang (pendusta) yang ciptaan itu dibangsakan kepada Rosulullah SAW.Secara
palsu dan dusta, baik hal itu disengaja maupun tidak.
2.
Hadits Matruk
Yaitu Hadits yang menyendiri dalam periwayatan
, yang diriwayatkan oleh orang yang tertuduh dusta dalam perhaditsan.
3.
Hadits Munkar dan Ma’ruf
Yaitu Hadits yang menyendiri dalam
periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya banyak
kelengahannyaatau jelas kefasikannya yang bukan karena dusta.
4.
Hadits Muallal
Yaitu suatu Hadits yang setelah diadakan
penelitian dan penyelidikan nampak adanya salah sangka dari rawinya, dengan
mewasholkan (menganggap, bersambung suatu sanad ) Hadits yang munqothi
(terputus) atau memasukan sebuah hadits pada suatu hadits yang lain, atau yang
semisal yang itu.
5.
Hadits Mudraj ( Saduran )
Yaitu hadits yng disadur dengan sesuatu yang
bukan Hadits atas perkiraan, bahwa saduran itu termasuk hadits.
6.
Hadits Maqlub
Yaitu Hadits yang terjadi mukholafah
(menyalahi hadits lain) disebabkan mendahulukan dan mengakhirkan
7.
Hadits Mudltharrib
Yaitu hadits yang mukholafahnya (
menyalahinyabdengan hadits lain ), terjadi dengan pergantian pada satu segi,
yang salinng dapat bertahan, dengan tidak ada yang dapat di tarjhihkan.
8.
Hadits Muharraf
Yaitu hadits yang mukholafahnya (bersalahannya
dengan hadits riwayat orang lain), terjadi disebabkan karena perubahan syakal
kata, dengan masih tetapnya bentuk tulisannya.
9.
Hadits Mushahhaf
Yaitu hadits yang mukholafahnya karena
perobahan titik kata, sedang bentuk tulisannya tidak berobah.
10. Hadits Mubham, Majhul
dan Mastur
Yaitu hadits yang didalam matan atau sanadnya
terdapat sseorang rawi yang tidak dijelaskan apakah ia laki – laki atau perempuan.
11. Hadits Syadz dan
Mahfudz
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang
yang maqbul (tsiqoh) menyalahi riwayat orang yang lebih rajah, lantaran
mempunyai kelebihan kedhobitan atau banyaknya sanad atau lain sebagainya dari
segi – segi pentarjihan.
12. Hadits Mukhtalith
Yaitu hadits yang rawinya buruk hafalannya,
disebabkan sudah lanjut usia, tertimpa bahaya, terbakar atau hilang kitab –
kitabnya.
b. Macam – macam Hadits
Doif berdasarkan gugurnya rawi
1.
Hadits Mu’allaq
Yaitu hadits yang
gugur rawinya seorang atau lebih dari awal sanad
2.
Hadits Mursal
Yaitu hadits yang
gugur dari akhir sanadnya, seseorang setelah tabi’in
3.
Hadits Mudallas
Yaitu hadits yang
diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan, bahwa hadits itu tiada noda.
4.
Hadits Munqothi
Yaitu hadits yang gugur
seorang rawinya sebelum sohabat, di satu tempat, atau gugur dua orang pada dua
tempat dalam keadaan tidak berturut – turut.
5.
Hadits Mu’dal
Yaitu hadits yang
gugur rawi – rawinya, dua orang atau lebih, berturut – turut, baik sohabat
bersama tabiin, tabiin bersama tabiin tabiat, maupun dua orang sebelum sohabat
dan tabiin.
C. Macam – macam Hadits
Doif berdasarkan sifat matannya
1.
Hadits Mauquf
Yaitu berita yang
hanya disandarkan sampai kepada sahabat saja, baik yang disandarkan itu
perkataan atau perbuatan dan baik sanadnya bersambung maupun terputus.
2.
Hadits Maqtu
Yaitu perkataan atau
perbuatan yang berasal dari seorang tabiin serta dimauqufkan kepadanya, baik
sanadnya bersambung maupun tidak.
BAB IV
HADITS MAUDHU
A. Pengertian
Hadist Maudhu’
Hadist maudhu’ adalah
hadist buatan dan palsu yang dinisbatkan seakan-akan berasal dari Nabi SAW.
Hadist maudhu’ sering dimasukkan ke dalam jenis hadist dla’if yang disebabkan
oleh tidak terpenuhinnya syarat ke adilan periwayat, Sementara ada sebagian
ulama yang tidak memasukkan hadist maudhu’ kedalam jenis hadist dla’if tetap
merupakan bagian tersendiri.
Pengertian hadist maudhu’
adalah hadist yang disandarkan kepada RasulullahSAW, dengan dusta dan tidak ada
kaitanyang hakiki dengan Rasulullah.Bahkan, sebenarnya ia bukan
hadist, hanya saja paraulama menamainya hadist mengingat adanya anggapan
rawinya bahwa hal ituadalah hadist.[21]
Indikasi ke-maudhu’ an
hadist yang berkaitan dengan sanad:
1. Periwayatnya dikenal sebagai pendusta, dan
tidak ada jalur lain yang periwayatnya tsiqoh meriwayatkan hadist itu.
2. Periwayatnya mengakui sendiri membuat
hadist tersebut.
3. Ditemukan indikasi yang semakna dengan
pengakuan memalsukan hadist seperti seorang periwayat yang meriwayatkan hadist
dari orang yang dinyatakannya wafat sebelum ia sendiri lahir.
B. Sejarah
Munculnya Hadist Maudhu’
Masuknya secara missal
penganut agama lain ke dalam Islam, yang merupakan akibat dari keberhasilan
dakwah Islamiyah ke seluruh pelosok dunia, secara tidak langsung menjadi factor
munculnya hadist-hadist palsu. Kita tidak bisa menafikkan bahwa masuknya mereka
ke Islam, di samping ada yang benar-benar ikhlas tertarik dengan ajaran Islam
yang dibawa oleh para da’i, ada juga segolongan mereka yang menganut agama
Islam hanya karena terpaksa tunduk pada kekuasaan Islam pada waktu itu.
Golongan ini kita kenal dengan kaum munafik.
Penyebaran hadist maudhu’
pada masa pemerintahan Sayyidina Utsman bin Affan mulai menaburkan benih-benih
fitnah, tetapi pada masa ini belum begitu meluas karena masih banyak sahabat
ulama yang masih hidup dan mengetahui dengan penuh yakin akan kepalsuan suatu
hadist. Para sahabat ini mengetahui bahaya dari hadist maudhu’ karena
ada ancaman yang keras dikeluarkan olen Nabi SAW terhadap orang yang memalsukan
hadist,[22]
B. Faktor-faktor Penyebab Munculnya Hadist
Maudhu’:
1. Pertentangan Politik dalam Soal Pemilihan
Khalifah
Pertentangan
di antara umat islam timbul setelah terjadinya pembunuhan terhadap khalifah
Utsman bin Affan oleh para pemberontak dan kekhalifahan digantikan oleh Ali bin
Abi Thalib.
Umat
islam pada masa itu terpecah-belah menjadi beberapa golongan, seperti golongan
yang ingin menuntut bela terhadap kematian khalifah Utsman dan golongan yang
mendukung kekhalifahan Sayyidina Ali (Syi’ah). Setelah perang Siffin, muncul pula
beberapa golongan lainnya, seperti Khawarij dan golongan pendukung Muawiyyah.
Di
antara golongan-golongan tersebut, untuk mendukung golongannya masing-masing,
mereka membuat hadist palsu. Yang pertama dan yang paling banyak membuat
hadist maudhu’ adalah dari golongan Syi’ah dan Rafidhah.[23]
Menurut
Ibnu Abi Al-Haddad dalam ’Syarah Nahj Al-balaghah’. Bahwa yang pertama-tama
membuat hadist palsu dalah golongan syi’ah. Dan diantara
kepentingan Syi’ah dalam membuat hadits maudhu’ adalah
menetapkan khasiat Nabi saw bahwa Ali orang yang paling berhak menjadi khalifah
setelah Beliau dan menjatuhkan lawan-lawan politik yaitu Abu bakar, Umar bin
khattab dan lain-lain[24]. Misalnya:
.وَصِيِّيْ
وَمَوْضِعُ سِرَّيْ وَخَلِيْلفَتِي فِي آَهْلِيْ وَخَيْرُ مَن
Artinya: “Wasiatku,
tepat rahasiaku, khalifahku pada keluargaku dan sebaik orang yang menjadi
khalifah setelahku adalah Ali”.
Golongan Mu’awiyah juga
membuaat Hadist palsu, Contohnya :
اَلْاَمَنَاءُ
ثَلَاَثَهُ أَنَا وَجِبْرِيْلُ وَمٌعَاوِيَةٌ أَنْتَ مِنَى يَامٌعَاوِيَةٌ وَأَنَامِنْكَ
Artinya: “ Tiga Golongan yang dapat dipercaya, yaitu
saya (Rasul), Jibril, dan Mu’awiyah. Kamu termaksud golonganku dan Aku bagian
dari kamu”.
2. Adanya Kesengajaan dari
Pihak Lain untuk Merusak Ajaran Islam
Golongan ini adalah
terdiri dari golongan Zindiq, Yahudi, Majusi, dan Nasrani yang senantiasa
menyimpan dendam terhadap agama islam. Mereka tidak mampu untuk melawan
kekuatan islam secara terbuka maka mereka mengambil jalan yang buruk ini.
Mereka menciptakan sejumlah besar hadist maudhu’ dengan tujuan
merusak ajaran islam.
Faktor ini merupakan
factor awal munculnya hadist maudhu’. Hal ini berdasarkan peristiwa Abdullah
bin Saba’ yang mencoba memecah-belah umat Islam dengan mengaku kecintaannya
kepada Ahli Bait. Sejarah mencatatbahwa ia adalah seorang Yahudi yang
berpura-pura memeluk agama Islam. Oleh sebab itu, ia berani menciptakan
hadist maudhu’ pada saat masih banyak sahabat ulama masih
hidup.
Contoh hadist yang mereka
palsukan dalah:
اَلنَّظَرُ اِلَى اْلوَجْهِ الْجَمِيْلِ صَدَ
قَةٌ
Artinya: “Melihat
wajah cantik termaksud Ibadah”
أَلبَا ذِ نْجَانُ شِفَاءُكُلِّ
شَئِ
Artinya: “Buah
Terong itu penawar bagi segala penyakit”
Tokoh-tokoh terkenal yang
membuat hadist maudhu’ dari kalangan orang zindiq ini, adalah[25]:
a.
Abdul
Karim bin Abi Al-Auja, telah membuat sekitar 4000 hadist maudhu’tentang
hukum halal-haram. Akhirnya, ia dihukum mati olen Muhammad bin Sulaiman,
Walikota Bashrah.
b.
Muhammad
bin Sa’id Al-Mashlub, yang akhirnya dibunuh oleh Abu Ja’far Al-Mashur.
c.
Bayan
bin Sam’an Al-Mahdy, yang akhirnya dihukum mati oleh Khalid bin Abdillah.
3. Membangkitkan Gairah Beribadah untuk
Mendekatkan Diri Kepada Allah
Mereka membuat
hadist-hadist palsu dengan tujuan menarik orang untuk lebih mendekatkan diri
kepada Allah, melalui amalan-amalan yang mereka ciptakan, atau
dorongan-dorongan untukmeningkatkan amal, melalui hadist tarhib wa
targhib(anjuran-anjuran untuk meninggalkan yang tidak baik dan untuk
mengerjakan yang dipandangnya baik) dengan cara berlebihan.[26]
4. Menjilat
Para Penguasa untuk Mencari Kedudukan atau Hadiah
Ulama-ulama membuat
hadist palsu ini untuk membenarkan perbuatan-perbuatan para penguasa sehingga
dari perbuatannya tersebut, mereka mendapat upah dengan diberi kedudukan atau
harta.
Mendekati penguasa dengan cara membuat hadits palsu yang sesuai
dengan apa yang di lakukannya untuk mencari legalitas, bahwa ungkapan itu
hadits Rasulullah saw. Misalnya yang dilakukan Ghiyats bin Ibrahim An-Nakha’i
ketika masuk ke istana Al-Mahdi yang sedang bermain burung merpati. Ghiyats
berkata Rasulullah saw bersabda:
لَاسَبْقَ
اِلَا فِي نَصْلِ أَوْخُفٌّ أَوْ حَافرَ أَوْ جَناحِ
Artinya :”Tidak ada perlombaan kecuali pada anak
panah atau unta atau kuda atau pada burung”.
Pada
mulanya ungkapan itu memang hadits dari Rasulullah saw tetapi aslinya tidak ada
kata “burung” (aw jannah). Karena ia melihat
khalifah sedang bermain burung merpati, maka ditambah “atau burung merpati”.
Al-Mahdih ketika mendengar hadits palsu itu member hadiah 10.000 dirham
kepadanya, tetapi setelah mengetahui bahwa Ghiyats pendusta burung tersebut
disembelih dan berkata:”Aku bersaksi pada tengkokmu bahwa ia adalah tengkok
pendusta pada Rasulullah saw”.[27]
Sebab-sebab
Pemalsuan Hadist dan kelompok-kelompok Pemalsuannya;
1.
Sebab
pemalsuan hadis yang pertama kali muncul adalah adanya prselisihan yang melanda
kaum Muslimin yang bersumber pada fitnah dan kasus-kasus yang mengikutinya
yakni umat Islam menjdi beberapa kelompok.
2.
Permusuhan
terhadap Islam dan untuk menjelek-jelekkannya. Yaitu upaya yang ditempuh oleh
orang-orang zindik, lebih-lebih oleh keturunan bangsa-bangsa yang terkalahkan
oleh umat Islam.
3.
Upaya
untuk memperoleh fasilitas duniawi, seperti pendekatan kepada pemerintah atau
upayamengumpulkan manusia ke dalam majelis,seperti yang dilakukan oleh para
juru cerita dan para peminta-minta. Dampak negative kelompok ini sangat besar.
5. Perbedaan Ras dan Fanatik Golongan
Mereka ingin membuat
hadist palsu (Maudhu’) karena didorong oleh sikap ego dan fanatik buta serta
ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok atau yang lainnya. Golongan
Al-Syu’ubiyah yang fanatik terhadap bahasa persiamengatakan yang Artinya:
” Apabila Allah murka,
maka Dia menurunkan Wahyu dengan bahasa Arab dan apabilah senang maka akan
menurunkannya dengan bahasa Persia”[11]
Untuk mengimbangi
hadits maudhu’ di atas muncullah dari lawannya yang fanatik bahasa Arab:
أَبْغَضُ الُكَلاَمِ اِلَي الّلهِ الفَارِسَيَّةُ وكَلاَم أَهْلِ
الجَنَّةِ العَرَبِيَةُ
Artinya :”Bahasa yang paling dimurkai Allah
swt adalah bahasa Persia dan bahasa penghuni surga adalah bahasa Arab”.[28]
Banyak sekali
Hadist-hadist yang dapat kita lihat keanehan-keanehan yang dapat memisahkan
ibadah, akhlak, ilmu, obat-obatan dan lainnya. Sehinggah mereka dapat merugikan
atas nama agama dan dapat merusak pola pikir umat Islam.
6. Qashshash (tukang cerita/ pendongeng)
Para pendongeng ini
berusaha agar dapat memikat para pendengar, oleh sebab itu mereka membuat
cerita yang lucu-lucu dan aneh-aneh guna menarik perhatian orang-orang
disekitarnya, dengan membuat hadits-hadits palsu.[13]
Tukang cerita itu
membuat beberapa riwayat yang seolah-olah dari Rasulullah saw dengan
menempelkan sanad seolah-olah hadits benar Rasulullah saw. Contohnya mereka
menggambarkan surga dengan suatu ilustrasikan yang menakjubkan. Rasulullah saw
bersabda:
مَنْ قَالَ لَاَاِلهَ اِلاَاللَّهُ ،
خَلَقَ اللَّهُ مِنْ كُلِّ كَلِمَةِ طَا ئِرَا، مِنْقَارُهُ مِنْ ذَهَبِ
وَرِيْشُهُ مِنْ مَرْجَانِ
Artinya :”Barang siapa yang membaca” Tidak ada
Tuhan selain Allah Swt”, maka Allah swt menciptakan dari setiap kata seekor burung
yang paruhnya dari emas dan bulunya dari marjan.”
Imam Ahmad bin Hanbal
dan Yahya bin Ma’in berembuk dan berkata: “Demi Allah swt aku tidak pernah
mendengar hadits ini melainkan sekarang ini.”
Setelah selesai kisah,
tukang cerita itu dipanggil - dikiranya akan diberi hadiah uang - ditanya dari
mana Anda mendapat hadits tersebut? Dia menjawab: Imam Ahmad bin Hanbal dan
Yahya bin Ma’in. Saya Yahya bin Ma’in dan Imam Ahmad bin Hanbal tidak pernah
mendengar hadits ini dari Rasulullah saw. Lantas ia menjawab: Aku mendengar bahwa Yahya bin Ma’in itu bodoh
dan aku tidak pernah membuktikannya selain sekarang…Imam Ahmad meletakkan
tangan di atas mukanya dan diperintahkan meninggalkan majelis tersebut lalu
berdiri dan pergi.[29]
7. Perbedaan (khilafiyah) dalam madzhab
Munculnya
Hadits-hadist palsu dalam masalah fiqih dan ilmu kalam ini berasal dari para
pengikut Mazhab. Mereka berani melakukan pemalsuan Hadits karena didorong sifat fanatik dan ingi menguatkan
mazhabnya masing-masing. Diantara hadits-hadits palsu tentang masalah ini
adalah[30]:
1.
Siapa yang mengangkat kedua tanggannya dalam
shalat, maka shalatnya tidak sah.
2.
Jibril menjadi imamku dalam shalat di ka’ba,
ia(jibril) membaca basmalah dengan nyaring.
3.
Semua yang dibumi dan langit serta diantara
keduanya adalah Makhluk, kecuali Allah dan Al-Qur’an. Dan kelak akan ada
diantara umatku yang menyatakan ”
Al-Qur’an itu Makhluk”. Barang siapayang myatakan demikian, niscaya ia telah
kufur kepada Allah Yang Maha Agung dan saat itu pula jatuhlah talak kepada
isterinya.
1. Ciri-ciri
yang Terdapat pada Sanad
a.
Rawi
tersebut terkenal berdusta (seorang pendusta).
b.
Pengakuan
dari si pembuat sendiri.
c.
Kenyataan
sejarah mereka tidak mungkin bertemu, misalnya ada pengakuan dari seorang rawi
bahwa ia menerima hadist dari seorang guru, padahal ia tidak pernah bertemu
dengan guru tersebut, atau lahir sesudah guru tersebut meninggal.
d.
Keadaan
rawi dan factor-faktor yang mendorongnya membuat hadist maudhu’.
2. Ciri-ciri
yang Terdapat pada Matan
a.
Kerancuan
redaksi atau makna hadis.
b.
Setelah
diadakan penelitian terhdap suatu hadis ternyata menurut ahli hadis tidak
terdapat dalam hafalan para rawidan tidak terdapat dalam kitab-kitab hadis,
setelah penelitiandan pembukuan hadis sempurna.
c.
Hadisnya
menyalahi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
d.
Hadisnya
bertentangan dengn petunjuk Al-Quran yang pasti.
3. Ciri-ciri Hadis Maudhu’
pada rawinya
1.
Mengakui
telah memalsukan hadis, seprti Abu ‘Ishmah Nuh bin Abu Maryam dan Maisarah bin
‘Abdi Rabbih.
2.
Tidak
sesuai dengan fakta sejarah, sperti yang terjadi pada al-Ma’mun bin Ahmad yang
menyatakan bahwa al-Hasan menerima hadis dari Abu Hurairah sehubungan dengan
adanya perbedaan pendapat dalam masalah-masalahini.
3.
Ada
gejala-gejala para rawi bahwa ia berdusta dengan hadis yang besangkutan.
E. Para Pendusta dan
Kitab-Kitab Hadits Maudhu’
1. Para
pendusta dalam hadits.
Diantara para pendusta hadits yang
diketahui setelah penelitian yang dilakukan oleh para ulama, asalah sebagai
berikut:
a. Aban bin Ja’far
Al-Numaiqi, membuat 300 buah hadits yang disandarkan kepada Abu Hanifah.
b. Ibrahim bin Zaid
Al-Aslami, membuat hadits disandarkan pada Malik.
c. Ahmad bin Abdullah
Al-Juwaini, juga membuat beribu-ribu hadits kepentingan kelompok As-Karramiyah.
d. Jabir bin Zaid
Al-Jua’fi, membuat 30.000 buah hadits.
e. Nuh bin Abu Maryam,
membuat hadits maudhu’ tentang fadhail surah-surah dalam Al-Qur’an.
f. Muhammad bin Syuja’
Al-Wasithi, Al-Harits bin Abdullah Al-A’war, Muqatil bin Sulaiman, Muhammad bin
Sa’id Al-Mashlub, Al-Waqidi dan Ibnu Abu Yahya.
2. Kitab-kitab
tafsir
Kitab-kitab tafsir
yang terdapat banyak hadits maudhu’, antara lain: Ats-Tsa’labi, Al-Wahidi, Az-Zamakhsyari,
Al-Baidhwi dan Asy-Syaukani.
3. Kitab-kitab
maudhu’ yang terkenal
Diantara kitab-kitab yang memuat hadits maudhu’ adalah sebagai berikut:
a) Tadzkirah
Al-Maudhu’at, karya Abu Al-Fadhal Muhammad bin Thahir Al-Maqdisi (448-507 H).
Kitab ini menyebutkan hadits secara alphabet dan disebutkan nama perawi yang di
nilai cacat (tajrih).
b) Al-Maudhu’at
Al-Kubra, karya Abu Al-Faraj Abdurahman Al-Jauzi (508-587 H) 4 jilid.
c) Al-La’ali
Al-Mashnu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah, karya Jalaluddin As-Suyuthi (849-911
H).
d) Al-Ba’its ‘ala
Al-Khalash min Hawadits Al-Qashash, karya Zainuddin Abdurrahman Al-Iraqi (725-806H).
e) Al-Fawa’id Al-Majmu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah, karya
Al-Qadhi Abu Abdullah Muhammad bin Ali Asy-Syaukan
KESIMPULAN
A. Pembagian
hadits dari segi kuantitas
1. Hadits
Mutawatir
Menurut
bahasa mutawatir berarti muttabi’ artinya yang datang kemudian, yang beriringan
atau yang berurut-urut. Menurut istilah ialah : “ khabar yang didasarkan kepada
pancaindera, yang diberitakan oleh sejum lah orang , yang jumlah
tersebut menurut adat kebiasaan tidak mungkin mereka bersepakat (lebih dahulu)
atau dusta (dalam pemberitaannya itu).
Jadi
untuk dapat dikatakan berita itu mutawatir, harus memenuhi tiga syarat yakni:
a. Diriwayatkan oleh
sejumlah besar perawi
b. Adanya kesinambungan
antara perawi pada thabaqat (generasi) pertama dengan generasi berikutnya.
c. Berdasarkan tanggapan
pancaindra
Menurut ulama sebagian Ulama lainnya, hadits mutawatir dapat
dibedakan menjadi 2 macam , namun sebagian ulama lainnya membaginya
menjadi tiga, yakni, hadits mutawatir lafdz, maknawi, dan amali.
2. Hadits Ahad
Kata Ahad atau wahid berdasarkan segi bahasa berarti satu, maka
Ahad atau khabar wahid berarti yang disampaikan oleh satu orang.Khabar yang
jumlah perowinya tidak sebanyak jumlah perowi hadits mutawatir, baik perowinya
itu satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya, Yang memberikan pengertian
bahwa jumlah perowi tersebut tidak mencapai jumlah perowi hadits mutawatir.
hadits ahad terbagi menjadi dua, yaitu:
a.
Hadits masyhur
b.
Hadits ghoiru masyhur
Para
ulama ahli hadis menggolongkan hadis ghairu masyhur menjadi ‘aziz dan Gharib.
a. Hadits ‘Aziz
b. Hadits gharib
Hadits
Gharib terbagi menjadi dua, yaitu : gharib muthlaq dan gharib nisbi.
B. Pembagian hadits dari
segi kualitasnya
1.
Hadits Sahih
yaituhadits yang berhubungan (bersambung)
sanadnya yang diriwayatkan oleh perawi yang adil , dhabith, yang diterimanya
dari perawi yang sama (kualitasnya) dengannya sampai kepada akhir sanad, tidak
syadz dan tidak pula berillat.
Para
ulama membagi Hadits shahih menjadi dua bagian, yaitu shahih li-dzatih dan
shahih li ghoirih.
Syarat-syarat
hadits shahih :
1. Rawinya bersifat adil
2. Sempurna ingatannya
3. Sanadnya tidak putus
4. Hadits itu tidak
berillat
5. Tidak syadz atau
janggal
2. Hadits hasan
Menurut
Jumhuru’l-Muhaddutsin Hadits Hasan ialah Hadits yang dinukilkan oleh seorang
adil, ( tapi ) tak begitu kokoh ingatannya, bersambung-sambung sanadnya dan
tidak terdapat ‘illat serta kejanggalan pada matannya”
syarat
hadits hasan dapat di rinci sebagai berikut :
1.
Sanadnya bersambung..
2.
Perawinya adil.
3.
Perawinya dhabit, tetapi ke dhabi-annya ke
bawah ke dhabitan perawi hadits hasan.
4.
Tidak terdapat kejanggalan ( syadz )
5.
Tidak ada illat ( cacat )
Hadits
hasan itu dapat di bagi menjadi dua yaitu :
· Hadits hasan lidzatihi
dan
· Hadits hasan
lighairihi
3. Hadits Dha’if
Menurut
bahasa Dlaif berarti ‘Ajiz = yang lemah sebagai lawan qawiyyu =
kuat. Sedangkan menurut istilah, Ibnu Shalah memberikan definisi “ yang tidak
terkumpul sifat-sifat Shahih dan sifat-sifat hasan
C. Hadits Maudu
a. hadits maudhu’ adalah
hadits yang dibuat-buat(palsu), baik untuk kepentingan individu atau kelompok,
bukan didasarkan kepada perkataan atau perbuatan atau takrir Rasulullah saw.
b. Terjadinya hadits maudhu’ dalam sejarah muncul
terjadi konflik antara faktor politik dan antara dua pendukung Ali dan
Mu’awiyah, umat Islam terpecah menjadi tiga kelompok yaitu, Syi’ah, Khawarij,
dan Jumhur Muslimin atau Sunni. Masing-masing mengklaim bahwa kelompoknya yang
paling benar sesuai dengan ijtihad mereka, masing-masing ingin mempertahankan
kelompoknya dan mencari simpatisan masa yang lebih besar dan cara mencari dalil
dari Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah saw.
c. Ada beberapa faktor
yang menjadi penyebab terjadinya hadits maudhu’ yaitu sebagai berikut:
1.
Faktor
politik
2.
Usaha Kaum Zindik
3.
Perbedaan Ras dan Fanatik Golongan
4.
Qashshash (Tukang Cerita)
5.
Mendekatkan dengan kebodohan
6.
Menjilat penguasa, dan
7.
Perbedaan (Khilafiyah) dalam madzhab.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Majid khon .op. cit, hal.202.
Abdul
Majid khon, op. Cit, hal. 204
Abu
Usaamah , Ilmu-ilmu Hadits,( Jakarta:Daarul Ibn Hazm, 2007). hal. 205
Anwar, Moh.1998. Ilmu Mushthalahul
hadits. Surabaya: al-ikhlas
Abu
Usaamah , Op. Cit, hal. 212
Darul- Hikmah
Drs.
Fatchur Rahman. Ikhtishar Mushthalahul
Hadits,Halaman 141-199
Fatchurrohman.1970. Iktisar
Musthalahul Hadits.Bandung:PT.Ma’arif
Munzier
Suparata op, cit, hal. 187.
Nasir, Ridwan.2007.Ulumul Hadits dan
Musthalahul Hadits. Jombang:
Sohari, Sahrani.2010. Ulumul Hadits.Bogor:
Ghalia Indonesia
http://reizacullen777.blogspot.co.id/2014/11/makalah-hadits-berdasarkan-kuantitas.html
[3] H.
Zeid B. Ulumul Hadits Pengantar Studi Hadits
Praktis, halaman 42
[4]
Dr. Mahmud Thahhan. Intisari Ilmu Hadits,
halaman 35
[5]
Dr. Mahmud Thahhan. Intisari Ilmu Hadits,
halaman 35
[6]http://reizacullen777.blogspot.co.id/2014/11/makalah-hadits-berdasarkan-kuantitas.html
[7]
Dr. Mahmud Thahhan. Intisari Ilmu Hadits,
halaman 36
[8]http://reizacullen777.blogspot.co.id/2014/11/makalah-hadits-berdasarkan-kuantitas.html
[9]
Dr. Mahmud Thahhan. Ulumul hadits studi
kompleksi hadits nabi, halaman 35
[10]
Dr. Mahmud Thahhan. Intisari Ilmu Hadits,
halaman 50
[11]Dr.
Mahmud Thahhan. Ulumul hadits studi
kompleksi hadits nabi, halaman 35
[12]sohari sahrani.ulumul hadits.halaman:101
[15]Dr. Mahmud Thahhan. Ulumul hadits studi kompleksi hadits nabi,
halaman 46
[18]http://reizacullen777.blogspot.co.id/2014/11/makalah-hadits-berdasarkan-kuantitas.html
[19]
H. Zeid B. Ulumul Hadits Pengantar Studi
Hadits Praktis, halaman 42
[20]
Drs. Fatchur Rahman. Ikhtishar
Mushthalahul Hadits,Halaman 141-199
[27]Abu
Usaamah , Op. Cit, hal. 212
[28]Abdul
Majid khon, op. Cit, hal. 204
[29]Abu
Usaamah , Ilmu-ilmu Hadits,( Jakarta:Daarul Ibn Hazm, 2007). hal. 205
[30]Munzier
Suparata op, cit, hal. 187.
[31]http://fariskayosi.blogspot.co.id/2014/07/makalah-hadist-maudhu-dan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa pesan saya jadilah orang yang jujur. Jangan jadi orang yang plagiat yang tidak mencantumkan sumber referensinya.
Kritik dan Saran sangat saya butuhkan, Demi menciptakan sesuatu yang sangat berguna dan bermanfaat Fiddunya Wal Akhiroh