MAKALAH
HUKUM
MEMBACA QUNUT DALAM SHALAT
Disusun Oleh :
Kelompok 3
Kelas PM B
1.
M. Ibnul
Mustana (14360073)
2.
Aang Sobari
Saeful Risal (16360012)
A. PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Di Indonesia, sepertinya banyak sekali yang
mengenal istilah qunut dalam masalah ibadah. Doa qunut yang sudah dianggap
sebagai sebuah kewajiban sepertinya selalu dilaksanakan oleh sebagian kaum
muslimin di Indonesia karena mereka merasa tanpa qunut subuh, maka tidak afdhal
ibadah subuhnya.
Namun, ada sebagian ummat Islam yang rupanya
berang karena menganggap bahwa hal itu adalah bid’ah yang sesat. Mereka mencela
pelaku qunut sebagai ahlul bid’ah yang menyesatkan.
Dalam masalah khilafiyah atau perbedaan hasil
ijtihad di kalangan ulama’ dengan dalil dhanny adalah suatu yang wajar. Namun
yang ironi bila masalah khilafiyah dinilai bid’ah dan yang bid’ah dinilai
khilafiyah, bahkan masalah wajib, sunnah dan mubah juga dianggap bid’ah,
seiring dengan munculnya ulama’ yang tidak faqih, kelompok ahli bid’ah
bertendensi pembaharuan, faham kerdil bertendensi modenisasi, serta munculnya
aliran-aliran sempalan yang berseberangan dengan islam.
Makalah ini mengajak kita untuk memahami
hukum-hukum islam secara sempurna, profesional dan tidak tendensial pada aliran
atau sekte manapun. Sejumlah masalah yang kerap kali diperselisihkan di
kalangan ulama’ dan kini justru ada yang menilainya bid’ah, diangkat dan
dibahas secara profesional, obyektif dan mendalam.
Semua ini dengan harapan agar masyarakat
memahami masalah agama secara benar dan tidak menjadikan suatu perbedaan
pendapat sebagai jurang pemisah di antara sesama muslim, selama perbedaan itu
masih dalam koridor syari’at islam.
2.
Tujuan
Tujuan dituliskannya makalah ini adalah untuk
menambah pengetahuan kita tentang Hukum Membaca Qunut Dalam Shalat
B. PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Qunut
Kata qunut berasal dari kata bahasa arab “قنت – يقنت –قنوتا “
yang artinya ta’at atau tunduk atau patuh, hal itu sejalan dengan firman Allah
:
* `tBur ôMãZø)t £`ä3ZÏB ¬! ¾Ï&Î!qßuur ö@yJ÷ès?ur $[sÎ=»|¹ !$ygÏ?÷sR $ydtô_r& Èû÷üs?§tB $tRôtGôãr&ur $olm; $]%øÍ $VJÌ2 ÇÌÊÈ
Artinya: “Dan barangsiapa diantaramu sekalian
(istri-istri Nabi) tetap ta’at kepada Allah dan rasul-Nya dan mengerjakan amal shalih,
niscaya kami memberikan kepadanya pahala dua kali lipat dan kami sediakan
baginya rizqi yang mulia”. (QS. Al-Ahzab: 31)
Firman Allah:
ÞOtöyJ»t ÓÉLãYø%$# Å7În/tÏ9 ÏßÚó$#ur ÓÉëx.ö$#ur yìtB úüÏèÏ.º§9$# ÇÍÌÈ
“Hai Maryam, ta’atlah kepada Tuhanmu, sujud dan
ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’ ”(Ali Imron : 43)
Firman Allah:
¨bÎ) zOÏdºtö/Î) c%x. Zp¨Bé& $\FÏR$s% °! $ZÿÏZym óOs9ur à7t z`ÏB tûüÏ.Îô³ßJø9$# ÇÊËÉÈ
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang
dapat dijadikan teladan, lagi patuh kepada Allah dan konsekwen dan sekali-kali
bukan termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah” (An-Nahl: 120)
Lafadh “qunut” secara bahasa juga diartikan
berdiri lama baik dalam shalat atau dslsm berdo’a. juga diartikan lama dalam
perang dan lama dalam ibadah haji.
Lama berdiri dalam melakukan shalat, maksudnya
adalah shalat dilakukan dengan khusu’ dan tuma’ninah, tidak terburu-buru.
Itulah maksud qunut menurut bahasa seperti tersebut dalam Hadits “Sebaik-baik
shalat adalah yang tidak terburu-buru” (Mu’jam al-Wasith II/761)
Lafadh qunut dalam segi bahasa yang berarti
patuh atau ta’at atau tunduk disebutkan dalam sejumlah ayat al-Qur’an
diantaranya : {Surat Al-Ahzab:31 dan 35. Surat An-Nahl: 120. Surat Ali Imron: 17.
Surat At-Tahrim: 12 dan Surat Al-Baqarah:116}.
“Peliharalah segala shalatmu dan peliharalah
shalat wustha. Berdirilah karena Allah dalam shalatmu dengan khusyu’ ”
(Al-Baqarah : 238)
Adapun qunut menurut syara’ adalah berdiri lama
membaca do’a qunut dalam shalat. {Mu’jam Al-Wasith II/671}
Anas bin Malik ra, berkata:
أنّه صلّى الله عليه وسلّم رفع يديه فى القنوت.
رواه البيهقى (سنن البيهقي ج 2 ص 211)
2.
Macam – Macam
Qunut
Dalam syari’at islam ada tiga qunut, semuanya
dilakukan Nabi SAW, dan dianjurkan melakukannya pada waktu dan posisinya
masing-masing. Ketiga macam qunut tersebut adalah :
a.
Qunut Subuh
Qunut subuh adalah membaca do’a qunut yang
dianjurkan membacanya setelah bangun dari ruku’ raka’at terakhir shalat subuh.
Namun terdapat perbedaan diantara ulama’ tentang hukuma membaca do’a qunut
dalam shalat subuh.
1)
Madzhab Hanafi
Ulama’ madzhab hanafi berpendapat bahwa hanya
dianjurkan membaca do’a qunut pada shalat witir saja dan tidak dianjurkan
membaca do’a qunut pada shalat subuh, selain qunut nazilah dalam shalat
jahriyah {bacaan keras}. Menurutnya, bila imam membaca do’a qunut dan makmumnya
memilih tidak qunut dalam shalat subuh, sebaiknya makmum diam mendengarkan
bacaan qunut imam. Juga dikatakan oleh ulama’ senior madzhab hanafi yaitu
Muhammad. Sedangkan Abu Yusuf yang juga ulama’ senior madzhab hanafi
mengatakan, bila imam membaca qunut dalam shalat subuh dan makmum memilih tidak
qunut, makmum dianjurkan mengikuti qunut imam, karena makmum wajib mengikuti
imam. {Al-Badai’ I/273. Al-Lubab I/78. Fathu Al-Qadir I/303. Ad-Durru Al-Muhtar
I/626-628}.
Pendapat ini menilai bahwa qunut subuh telah
ditinggalkan oleh Nabi SAW sesuai hadits Ibnu Mas’ud ra, yang menerangkan bahwa
Nabi SAW qunut selama satu bulan kemudian beliau meninggalkannya.
شيبة والطحاوي (نصب الراية ج 2 ص 127)
Dari Ibnu Mas’ud ra, ia berkata: Bahwa Nabi
SAW, membaca do’a qunut dalam shalat subuh selama satu bulan kemudian beliau
meninggalkannya. HR. Al-Bazzar, Thabarani, Ibn Syaibah dan Thahawi. {Nasbu
al-Rayah II/128}
Namun yang dimaksud qunut yang ditinggalkan
Nabi SAW adalah qunut nazilah, bukan qunut subuh, sesuai pendapat yang rojih.
Hadits lain yang juga mereka pakai alasan bahwa qunut subuh telah di nasakh
(hapus) adalah sejumlah hadits berikut.
عن مالك الآشجعى رضي الله عنه قال : أنّ أباه
صلّى خلف رسول الله صلّى الله عليه وسلّم وأبى بكر وعمر وعثمان وعليّ، فلم يقنت
واحد منهم. رواه أحمد والترمذي وصححه وابن ماجة
(نيل ألوطار ج 2 ص 133 والفقه الإسلامي وأدلّته ج 1 ص 810)
Dari Malik al- Asyja’I ra ia berkata: Bahwa
ayahnya shalat bermakmum dibelakang Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar, Umar, Utsman
dan Ali ra, tidak seorangpun diantara mereka yang membaca qunut. HR. Ahmad dan
Tirmidzi dan di tashih Ibnu Majah. {Nailul Authar II/133 dan al-Fiqh al-Islamy
wa-adillatuhu I/810}
عن أنس ابن مالك رضي الله عنه قال : أنّ النّبي
صلّى الله عليه وسلّم قنت شهرا ثمّ تركه. رواه أحمد
(الفقه الإسلامي وأدلّته ج 1 ص 810 ونيل الأوطار ج 2 ص 123 )
Anas ibn Malik ra, ia berkata: Adalah Nabi SAW
qunut selama satu bulan kemudian beliau tinggalkan. HR. Ahmad {Al-Fiqh
al-Islamy wa-adillatuhu I/810 dan Nailul Authar II/123}
عن أنس رضي الله عنه قال: كان القنوت فى المغرب
والفجر. رواه البخارى
(الفقه الإسلامي وأدلّته ج 1 ص 180 ونيل الأوطار ج 2 ص123)
Anas bin Malik ra, ia berkata: Adalah qunut itu
pada shalat maghrib dan shalat subuh. HR. Bukhari. {al-Fiqh al-Islamy
wa-adillatuhu I/180 dan Nailul Authar II/123}
Sejumlah hadits tersebut menerangkan tentang
qunut nazilah dan bukan qunut subuh. Anjuran membaca qunut dalam shalat subuh
terdapat hadits yang menerangkannya, bukan hadits di atas. Nabi SAW qunut
nazilah selama satu bulan kemudian beliau tinggalkan, setelah mendapat teguran
dari Allah. Nabi SAW juga qunut nazilah pada setiap waktu termasuk dalam shalat
subuh dan maghrib seperti disebutkan dalam hadits diatas. Hadits berikut ini
menguatkan bahwa yang ditinggalkan Nabi SAW adalah qunut nazilah bukan qunut
subuh. Nabi SAW meninggalkan qunut nazilah setelah mendapat teguran dari Allah,
seperti disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah ra, ia berkata:
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : كان النّبيّ
صلّى الله عليه وسلّم يقول حين يفرغ من صلاة الفجر من القراءة ويكبّر ويرفع رأسه
"سمع الله لمن حمده ربّنا ولك الحمد" ثمّ يقول وهو قائم : اللّهمّ انج
الوليد ابن الوليد، وسلمة ابن هشام وعياش ابن ربيعة، والمستضعفين من المسلمين
والمؤمنين : اللّهمّ اشدد وطأتك على مضرّ واجعل عليهم كسني يوسف. اللّهمّ العن
لحيان ورعلان وذكوان وعصيّة عصت الله ورسوله" ثمّ بلغنا أنّه ترك ذلك لمّا
نزل قوله تعالى "ليس لك من الأمر شيئ أو يتوب عليهم أو يعذّبهم فإنّهم
ظالمون" رواه مسلم (صحيح مسلم ج 5 ص 176-177)
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: “Adalah Nabi
SAW berdo’a ketika selesai membaca ayat al-qur’an dan takbir serta bangun dari
ruku’ membaca “sami’allahu liman hamidah” pada shalat subuh kemudian membaca do’a
sambil berdiri “Ya Allah bebaskanlah Al-Walid bin Walid dan Salamah bin Hisyam,
Ilyas ibnu Abi Rab’iah dan orang-orang yang lemah dari kaum muslimin. Ya Allah
berikanlah hukuman yang berat kepada Mudhar, jadikanlah tahun mereka seperti
tahun-tahun Nabi Yusuf. Ya Allah laknatlah Lihyan, Ri’lan, Dzakwan dan
Ushaiyyah yang telah durhaka kepada Allah dan rasul-Nya”. Kemudian sampai
kepada kami berita yang mengatakan bahwa Nabi SAW telah meninggalkan qunut
nazilah setelah turun surat {Ali imran:128} “Tidak ada hak bagimu Muhammad
dalam urusan mereka itu, atau Allah menerima taubat mereka atau menghukumnya,
karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang dhalim” HR. Muslim
{Shahih Muslim IV/176-177}
Berdasarkan hadits tersebut, sangat jelas bahwa
qunut yang ditinggalkan Nabi SAW yang pernah dilakukan selama satu bulandalam
sejumlah waktu shalat, termasuk dalam shalat subuh, kemudian beliau tinggalkan
adalah qunut nazilah bukan qunut subuh. Qunut subuh tidak dinaskh (dihapus)
dengan hadits manapun dan hukumnya sunnah.
2)
Madzhab Maliki
Ulama’ madzhab Maliky berpendapat bahwa sunnah
qunut pada shalat subuh dan makruh membaca qunut selain qunut pada shalat
subuh. {Al-Syarhu al-Shagir I/331. Al-Syarhu al-Kabir I/248 dan al-Qawanin
al-Fiqhiyyah hal. 61}. Do’a qunut yang dipilih oleh Imam Malik yaitu do’a qunut
Ibnu Umar yaitu:
اللّهمّ إنّا نستعينك ونستهديك ونستغفرك ونتوب
إليك، ونؤمن بك ونتوكّل عليك، ونثنى عليك الخير كلّه، نشكرك و نكفّرك ونخلع ونترك
من يفجرك، اللّهمّ إيّاك نعبد ولك نصلّى ونسجد وإليك نسعى ونحفد، نرجو رحمتك ونخشى
عذابك، إنّ عذابك الجدّ بالكفّار ملحق.
Bacaan qunut tersebut berdasarkan hadits dari
Khalid Ibn Abi Imran ra.
عن خالد بن أبى عمران رضي الله عنه قال :
"بينما رسول الله صلّى الله عليه وسلّم يدعو على مضر، إذجاءه جبريل، فأومأ
إليه أن اسكت فسكت، فقال : يا محمّد، إنّ الله لم يبعثك سبّابا ولا لعّانا، وإنّما
بعثك رحمة للعالمين، ليس لك من الأمر شيئ، ثمّ علّمه القنوت : اللّهمّ إنّا
نستعينك ..." أخرجه أبو داود فى المراسيل (نصب الراية ج 2 ص 135)
Khalid ibn Abu Imran ra, ia berkata: Pada saat
Nabi SAW berdo’a untuk Mudhar, tiba-tiba datang Malaikat Jibril,maka beliau
memberi isyarah pada saya agar diam, maka diam.Malaikat Jibril berkata:
“Muhammad SAW, Allah SWT tidak mengutusmu sebagai orang pencaci dan pelaknat,
namun Allah mengutusmu sebagai pembawa rahmat bagi alam semesta, tidak ada hak
bagimu sedikitpun tentang hal itu, kemudian diajarkan membaca do’a qunut
“Allaahumma innaa nasta’iinuka....” HR. Abu Dawud dalam al-Marasil. {Hadits ini
shahih, lafadznya mauquf, tetapi hukumnya marfu’. Diriwayatkan Abu Dawud dalam
al-Marasil XIII/184. Al-Baihaqy dalam as-Sunan al-Kubra II/210 dari jalan Abu
Wahab dari Mu’awiyah bin Shalih dari Abdul Qahir, dari Khalid bin Abi Imran dan
lihat Nasbu al-Royah juz II/135 dan al-Fiqhu al-Islamy wa-adillatuhu I/811}
Para sahabat sepakat atas do’a qunut tersebut,
maka lebih baik membacanya. Boleh memilih do’a qunut lainnya dan boleh pula
menggabungkannya. {al-Fiqhu al-Islamy wa-adillatuhu juz I hal. 811}
3)
Madzhab Syafi’i
Ulama’ madzhab syafi’i berpendapat bahwa sunnah
membaca do’a qunut dalam shalat subuh yaitu dilakukan setelah bangun dari ruku’
raka’at yang terakhir. Imam Syafi’i berpendapat qunut subuh sunnah muakkadah
karena Nabi SAW mengerjakannya setiap shalat subuh sepanjang hayatnya. Maka
bila lupa tidak qunut dianjurkan sujud syahwi. {Mughni al-Muhtaj I/166.
Al-Majmuk Syarh al-Muhadzab II/490. Al-Muhadzab I/81. Hasyiyah al-Bajuriy
I/168}
Do’a yang dipilih Imam Syafi’i adalah do’a
qunut yang masyhur yang biasa dibaca Nabi Muhammad SAW, dan para sahabatnya dalam
shalat subuh dan witir yaitu:
اللّهمّ اهدني فيمن هديت، وعافني فيمن عافيت،
وتولّني فيمن تولّيت، وبارك لي فيما أعطيت، وقني شرّ ما قضيت، فإنّك تقضي ولا يقضى
عليك، وإنّه لا يضلّ من واليت، ولا يعزّ من عاديت، تباركت ربّنا وتعاليت، فلك
الحمد على ما قضيت أستغفرك وأتوب إليك، وصلّى الله على سيّدنا محمّد النبيّ الأميّ
وعلى اله وصحبه وسلّم.
Terdapat sejumlah dalil yang menerangkan
dianjurkan membaca do’a qunut dalam shalat subuh diantaranya adalah:
Nabi SAW bila shalat subuh beliau mengangkat
kedua tangan dan membaca do’a qunut “Allaahummahdinii fiman hadait……”
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : كان رسول الله
إذا رفع رأسه من الركوع من صلاة الصبح في الرّكعة الثّانية رفع يديه فيدعو بهذا
الدّعاء : اللّهمّ اهدني فيمن هديت...."رواه الحاكم وقال : صحيح وزاد البيهقي
فيه عبارة :
فلك الحمد على ما قضيت" رواه البيهقي عن ابن
عباس (سبل السّلام ج 1 ص 187).
وزاد البيهقي والطبراني "ولا يعزّ من
عاديت" (سبل السّلام ج 1 ص 186)
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Adalah Nabi
SAW bila bangun dari ruku’ dalam shalat subuh pada raka’at yang kedua beliau
mengangkat kedua tangannya dan membaca do’a qunut “Allaahummahdinii fiiman
hadaiit....” HR. Hakim dan berkata: hadits shahih dan ditambahkan dalam hadits
tersebut lanjutan do’a “Falakal hamdu ‘alaa maa qadlait..” HR. Baihaqi dan Ibnu
Abbas. {Subulus salam juz I/188} dan Imam Al-Baihaqi dan Thabarani menambahkan:
“Walaa yaizzu man ‘adait”. {Subulus salam I/186}
Nabi SAW mengajarkan do’a qunut yang dibaca
dalam qunut subuh sama dengan qunut shalat witir yaitu “Allaahummahdinii fiiman
hadait....” Sesuai Hadits diceritakan al-Hasan bin Ali ra, ia berkata : Adalah
Nabi SAW mengajarkan padaku do’a yang dibaca pada qunut witir yaitu:
اللّهمّ اهدني فيمن هديت، وعافني فيمن عافيت،
وتولّني فيمن تولّيت، وبارك لي فيما أعطيت، وقني شرّ ما قضيت، وإنّك تقضى ولا يقضى
عليك ولا يضلّ من واليت تباركت ربّنا وتعاليت. رواه الخمسة (سبل السّلام ج 1 ص
362)
“Ya Allah berikanlah kami petunjuk bersama
orang-orang yang Engkau beri petunjuk. Sehatkan kami bersama orang-orang yang
telah Engkau beri kesehatan. Berilah kami pertolongan orang-orang yang telah
Engkau beri pertolongan. Berkatilah kami pada apa yang telah Engkau karuniakan
kepada kami. Jagalah diri kami dari kejahatan –kejahatan yang telah Engkau
tetapkan. Karena Engkaulah yang menetapkan dan tidak ada yang menetapkan. Tidak
akan terhina orang yang telah Engkau beri pertolongan. Maha Mulia Engkau Wahai
Tuhan Yang Maha Tinggi” HR. Khamsah.
Nabi SAW tidak pernah meninggalkan membaca
qunut pada setiap shalat subuh hingga akhir hayatnya. Sesuai hadits Anas bin
Malik ra.
عن أنس ابن مالك رضي الله عنه قال : أنّ النّبيّ
صلّى الله عليه وسلّم قنت شهرا يدعو عليهم ثمّ ترك فأمّا في الصبح فلم يزل يقنت
حتّى فارق الدّنيا. رواه البيهقي والدار قطني (المجموع ج 3 ص 504)
Anas ibn Malik ra, berkata: Bahwa Nabi SAW
qunut nazilah satu bulan penuh, kemudian beliau tinggalkan qunut nazilah
tersebut. Adapun qunut subuh beliau tidak meninggalkannya sampai akhir
hayatnya. HR. Baihaqy dan Daruquthniy. {Hadits ini lemah, namun dapat dipakai
hujjah karena didukung hadits yang lain.
4)
Madzhab Hambali
Ulama’ madzhab Hambali berpendapat seperti imam
Abu Hanifah, bahwa dianjurkan qunut dalam shalat witir saja dan tidak
dianjurkan dalam shalat lainnya selain qunut nazilah dalam shalat jahriiyah
{bacaan keras} pada waktu tertentu. Bila imam membaca qunut, makmum dianjurkan
mengamininya sambil mengangkat kedua tangannya, setelah selesai agar menyapukan
kedua tapak tangannya pada wajahnya. {Al-Mughni I/151-155. Kasy-Syaaf al-Qona’
I/490-494}
5)
Pandangan
ulama’ seputar qunut subuh
Terdapat sejumlah pandangan para ulama’ tentang
hukum membaca do’a qunut dalam shalat subuh. Berikut pandangan mereka:
Dalam kitab Al-Mahalliy disebutkan. Syaikh
Jalaluddin al-Mahalliy mengatakan: “Dan sunnah qunut pada i’tidal raka’at kedua
pada shalat subuh membaca “Allahummahdinii...” {Al-Mahalliy I/157}
Dalam kitab Syarah Al-Muhadzab disebutkan imam
Nawawi mengatakan: “Dan termasuk sunnah Nabi SAW qunut pada shalat subuh pada
raka’at kedua berdasarkan hadits Anas ibnu Malik” {Al-Majmuk syarah al-Muhadzab
III/492}
Dalam kitab I’anatut Thalibin Syaikh Syatha
mengatakan: Dan sunnah qunut pada shalat subuh, berdasarkan hadits shahih,
bahwa Nabi SAW qunnut subuh sampai akhir hayatnya. {I’anutut Thalibin I/158}
Dalam kitab Al-Um juz I halaman 205 disebutkan:
Imam Syafi’i mengatakan “Tidak dianjurkan membaca do’a qunut selain pada shalat
subuh, kecuali qunut nazilah, bila terjadi bencana. Bila imam qunut, dianjurkan
qunut bila dikehendaki pada setiap shalat” {al-Um I/205}
Maksudnya adalah bahwa qunut hanya dianjurkan
pada shalat subuh, tidak pada setiap shalat lima waktu, kecuali qunut nazilah
maka dilakukan pada setiap shalat lima waktu bila imam melakukannya.
Tersebut dalam kitab Syarah al-Muhadzab juz II
halaman 492, imam Nawawi mengatakan: “Dan adalah termasuk sunnah Nabi SAW qunut
pada shalat subuh pada raka’at yang kedua berdasarkan pada hadits dari Anas bin
Malik” {al-Majmu’ III/492}
Dalam kitab Al-Aziz syarah al-Wajiz disebutkan
adalah al-Qasim Abdul karim bin Muhammad al-Rafi’ mengatakan: sunnah hukumnya
qunut pada shalat subuh. {al- Aziz syarah al-Wajiz hal. 412}
Dalam kitab Bujairimi disebutkan “Yang sunnah
muakkadah dalam shalat adalah Tasyahud Awal dan Qunut Subuh”. {al-Bujairimi
II/44}
Dalam kitab Nihayatuz Zain disebutkan: Syaikh
Nawawi al- Banteniy mengatakan: “Dan sesungguhnya sunnah qunut pada shalat
subuh yaitu pada i’tidal raka’at kedua, setelah membaca do’a yang biasa”
{Nihayatuz-zain hal. 66}
6)
Pendapat
sebagian kalangan
Terdapat sebagian kalangan yang menilai bahwa
membaca do’a qunut pada shalat subuh bid’ah. Pendapat tersebut berdasarkan
hadits palsu dari Thariq salah seorang tabi’in atau yang dikenal dengan Sa’ad
bin Thariq atau Abu Malik al-Asyja’i.
عن مالك الأشجعي رضي الله عنه قال : يا أبت إنّك
قد صلّيت خلف النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم وأبي بكر وعمر وعثمان وعليّ ابن أبي
طالب ههنا بالكوفة نحو خمسين سنين، أكانوا يقنتون؟ فقال : أي بنيّ محدث. رواه أحمد
والنسائي وابن ماجة والترمذي وصححه في صحيحه ج 1 ص 192 وقال ابن العربي هذا حديث
لم يصح (فقه السنة ج 2 ص 38)
Imam Tirmidzi perawi hadits tersebut
mengatakan: “Bahwa hadits itu lemah”. Hadits lemah tidak dapat dipakai dalil,
terlebih bila hadits tersebut bertentangan dengan hadits shahih yang justru
menganjurkan qunut subuh. Hadits tersebut menerangkan semua qunut bid’ah.
Terdapat pula hadits dari Anas bin Malik ra,
yang menerangkan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah membaca do’a qunut pada
shalat subuh kecuali qunut nazilah.
عن أنس رضي الله عنه قال : أنّ النّبيّ صلّى الله
عليه وسلّم كان لايقنت فى صلاة الصبح إلاّ إذا دعا لقوم او دعا على قوم. رواه ابن
حبان والخطيب وابن خزيمة وصححه (فقه السنة ج 2 ص 38)
Namun hadits tersebut bertolak belakang dengan
sejumlah hadits shahih yang menerangkan bahwa Nabi Muhammad SAWmembaca qunut
dalam shalat subuh baik qunut nazilah dan qunut subuh seperti disebutkan dalam
hadits diatas.
Imam Abu Bakar bin Arabiy yang terkenal dengan
nama Ibnu Al-Arabiy memberi keterangan demikian: “Bahwa benar bahwa Nabi SAW
qunut dalam shalat subuh dan benar bahwa Nabi SAW qunut sebelum ruku’ atau
sesudah ruku’ dan benar bahwa Nabi SAW qunut Nazilah dan begitupula para sahabat
melakukan qunut di Madinah, Sayyidina Umar mengatakan bahwa qunut sunnah
hukumnya, yang demikian ini sudah biasa dilakukan para sahabat di Masjid
Madinah”. {Shahih Tirmidzi I/192}
Terdapat hadits palsu yang juga dipakai alasan
bagi yang mengatakan qunut subuh bid’ah yaitu:
أنّه صلّى الله عليه وسلّم : نهى عن القنوت فى
الصبح. رواه البيهقى
Ulama’ ahli hadits sepakat bahwa hadits
tersebut palsu. Hadits palsu tidak dipakai hujjah. Dalam kitab Mizanu
al-I’tidal disebutkan: “Dalam rawi hadits ini terdapat orang yang bernama
Muhammad bin Ya’la, Anbasah bin Abdur rahman dan Abdullah bin Rafi’ Muhammad
bin Ya’la adalah orang Kufah. Imam Bukhari mengatakan ia adalah orang yang
ditinggalkan oleh ahli hadits {matruk}” {Mizan al-I’tidal IV/70}
Dalam kitab Mizan al-I’tidal juz II hal. 422
disebutkan: “Abdullah bin Abu Rafi’ adalah banyak meriwayatkan hadits palsu dan
hadits mursal serta munkar” {Mizan al-I’tidal II/422}
Imam Daruquthniy mengatakan: “Muhammad bin
Ya’la, Anbasah bin Abdurrahman dan Abdullah bin Rafi’ perawi hadits tersebut
adalah orang-orang yang lemah dan riwayatnya tidak dapat dipercaya”.
7) Nahdlatul
Ulama
H.M Cholil Nafis dalam sebuah tulisannya
berkaitan dengan masalah qunut subuh, mencoba mengkompromikan dua pendapat yang
bertentangan di antara Ulama Salaf. Pendapat yang pertama datang dari
pengikut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad yang menyatakan bahwa hukum qunut
subuh tidak disunnahkan. Sedangkan pendapat yang kedua, datangnya dari
Imam Malik dan Imam Syafi'i yang menyatakan bahwa qunut subuh hukumnya sunnah
hai‘ah. Sebelum lebih jauh mengetahui bagaimana Cholil Nafis mengkompromikan
dua pendapat yang berbeda itu dan pada akhirnya mengambil pendapat yang
menetapkan qunut subuh sebagai amalan sunnah terlebih, dahulu kita mengetahui
dasar-dasar dari pendapat yang berbeda itu. Pendapat yang menetapkan bahwa
qunut subuh tidak disunnahkan adalah berdasarkan hadis Nabi hadits Nabi SAW
bahwa Nabi pernah melakukan doa qunut pada saat shalat Fajar selama sebulan
telah dihapus (mansukh) dengan ijma‘ sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud:
“Diriwayatkan oleh Ibn Mas‟ud: Bahwa Nabi
SAW telah melakukan doa qunut selama satu bulan untuk mendoakan atas
orang-orang Arab yang masih hidup, kemudian Nabi SAW meninggalkannya”. (HR.
Muslim)
Sedangkan
pendapat madzhab yang menetapkan qunut subuh sunnah menyatakan bahwa Rasulullah
SAW ketika mengangkat kepala dari ruku‘ (i‘tidal) pada raka‘at kedua shalat
Shubuh beliau membaca qunut. Dan demikian itu “Rasulullah SAW lakukan sampai
meninggal dunia (wafat)”. (HR. Ahmad dan Abd Raziq).
Imam Nawawi menerangkan dalam kitab Majmu‘nya:
“Dalam Madzhab kita (madzhab Syafi‟i)
disunnahkan membaca qunut dalamshalat Shubuh, baik karena ada mushibah maupun
tidak. Inilah pendapat mayoritasulama‟ salaf”.
(al-Majmu‘,
juz 1 : 504).
Cara pengkompromian yang dilakukan Chalil
Nafis untuk mendapatkesimpulan hukum (thariqatu al-jam‟i wa al-taufiiq)
adalah, bahwa hadits AbuMas‘ud (dalil pendapat Hanafiyyah) menegaskan bahwa
Nabi SAW telahmelakukan qunut selama sebulan lalu meninggalkannya tidak secara
tegas bahwa hadits tersebut melarang qunut shalat Shubuh setelah itu. Hanya
menurut interpretasi ulama yang menyimpulkan bahwa qunut shalat subuh dihapus
(mansukh) dan tidak perlu diamalkan oleh umat Muhammad SAW. Sedangkan hadits
Anas bin Malik (dalil pendapat Malikiyyah dan Syafi‘iyyah) menjelaskan bahwa
Nabi SAW melakukan qunut shalat subuh dan terus melakukannya sampai beliau
wafat. Chalil sampai pada kesimpulan, bahwa ketika interpretasi sebagian ulama
bertentangan dengan pendapat ulama lainnya dan makna teks tersurat (dzahirun
nashs) hadits, maka yang ditetapkan (taqrir) adalah hukum yang
sesuai dengan pendapat ulama yang berdasrkan teks tersurat hadits shahih. Jadi,
hukum melakukan edoa qunut pada shalat subuh adalah sunnah ab‟adh, yakni
ibadah sunnah yang jika lupa tertinggal mengerjakannya disunatkan melakukan
sujud sahwi setelah duduk dan membaca tahiyat akhir sebelum salam. Terdapat
pula hadis-hadis yang menguatkan pendapat tersebut, yakni hadis Anas r.a. :
“Sesungguhnya Nabi s.a.w. berqunut selama
sebulan mendoakan kebinasaan atas
mereka,
kemudian meninggalkannya. Maka adapun pada sembahyang subuh, beginda masih
berqunut sehingga wafat”. (HR jamaah dan dianggap sahih oleh
al-Hakim, al- Baihaqi, al-Daruquthni dll.)
Riwayat dari al-Awwam bin Hamzah, katanya: “Aku
bertanya Abu Usman mengenai qunut pada sembahyang subuh, dia berkata: Selepas
rukuk. Aku berkata: Dari siapa? Dia berkata: Dari Abu Bakar, Umar dan Ustman”. (HR
al-Baihaqi dan dianggapnya sebagai sahih).
Riwayat al-Baihaqi dari Abdullah bin Mua‘qqal,
katanya: “Ali berqunut pada sembahyang subuh”.
Di dalam al-Mudauwanah al-Kubra: Waqi‘ berkata
dari Fithr dari Atho‘, “Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. berqunut pada
sembahyang subuh, dan sesungguhnya Abu Musa al-Asy‟ari, Abu Bakrah, Ibnu
Abbas dan al-Hasan berqunut pada sembahyang subuh”. Riwayatkan dari
Anas bin Malik dan Abu Rafi‘ bahwa kedua-duanya bersembahyang subuh di belakang
Umar, dia berqunut selepas rukuk.
8)
Muhammadiyah
Sebagaimana yang sudah kita ketahui bersama,
bahwa di kalangan Muhammadiyah pada umumnya, qunut yang dibaca khusus pada
raka‘at kedua setelah rukuk dalam shalat subuh tidak ada. Tarjih Muhammadiyah
menjelaskannya lebih lanjut sebagaimana uraian berikut:
Di samping perkataan qunut yang berarti tunduk
kepada Allah dengan penuh kebaktian, Muktamar dalam keputusannya menggunakan
makna qunut yang berarti ―berdiri (lama) dalam shalat dengan membaca ayat
al-Qur‘an dan berdoa sekehendak hati. Dalam perkembangan sejarah fiqh, demikian
Abdul Munir Mulkhan, di masa lampau orang atelah cenderung untuk memberi arti
khusus pada apa yang dinamakan qunut, yakni: ―berdiri sementara‖ pada shalat
shubuh sesudah ruku‘ pada raka‘at kedua dengan membaa doa: “Allahummahdini
fiman hadait… dan seterusnya.
Muktamar Tarjih tidak sependapat dengan
pemahaman tersebut berdasarkan pemikiran bahwa:
a)
Setelah diteliti kumpulan
maam-macam hadis tentang qunut, maka muktamar berpendapat bahwa qunut sebagai
bagian dari pada shalat tidak khusus hanya diutamakan pada shalat subuh.
b)
Bacaan doa: “Allahummahdini
fiman hadait…” dan seterusnya tersebut tidaklah sah.
c)
Penerapan hadis hasan tentang doa
tersebut dalam poin (2) untuk khusus dalam qunut subuh tidak dibenarkan.
pengistimbathan hukum qunut subuh oleh tarjih
Muhammadiyah tersebut. Namun, dalam sebuah situs pdmbontang.com, situs
resmi Muhamamdiyah kota Bontang, terdapat sebuah tulisan Al-Ustadz Abu
Muhammad Dzulkarnain, yang menyangkal disunnahkannya qunut subuh.
Abu Muhammad Dzulkarnain mengatakan
bahwa, dalil hadis: “Terus-menerus Rasulullah shollallahu alaihi wa a lihi
wa sallam qunut pada sholat subuh sampai beliau meninggal dunia”. yang
dikeluarkan oleh ‗Abdurrozzaq dalam Al Mushonnaf 3/110 no.4964, terdapat dalam
kitab-kitab lain adalah mungkar”. Menurutnya, hadits ini memang dishahihkan
oleh Muhammad bin Ali Al-Balkhy dan Al-Hakim sebagaimana dalam Khulashotul
Badrul Munir 1/127 dan disetujui pula oleh Imam Al-Baihaqy. Namun Imam Ibnu
Turkumany dalam Al-Jauhar An-Naqy berkata:
“Bagaimana bisa sanadnya menjadi shahih sedang
rawi yang meriwayatkannya dari Ar-Robi‘ bin Anas adalah Abu Ja‘far Isa bin
Mahan Ar-Rozy mutakallamun fihi (dikritik)”. Berkata Ibnu Hambal dan An-Nasa`i
: Laysa bil qowy (bukan orang yang kuat). Berkata Abu Zur‘ah: Yahimu
katsiran (Banyak salahnya). Berkata Al- Fallas : Sayyi`ul hifzh
(Jelek hafalannya). Dan berkata Ibnu Hibban: Dia bercerita dari rawi-rawi yang
masyhur hal-hal yang mungkar. Lebih jauh, Abu Muhammad Dzulkarnain mengutip
pendapat Ibnul Qoyyim dalam Zadul Ma‘ad jilid I setelah menukil suatu keterangan
dari gurunya Ibnu Taimiyah tentang salah satu bentuk hadits mungkar yang
diriwayatkan oleh Abu Ja‘far Ar-Rozy, beliau berkata: Dan yang dimaksudkan
bahwa Abu Ja‘far Ar-Rozy adalah orang yang memiliki hadits-hadits yang mungkar,
sama sekali tidak dipakai berhujjah oleh seorang pun dari para ahli hadits
periwayatan haditsnya yang ia bersendirian dengannya.
Hadits yang sedang kita bahas itu memiliki ini
memiliki tiga jalan dari Anas bin Malik radhiallahu ‗anhu, tetapi semuanya
jalan tersebut dianggap lemah. Di antara mereka yang melemahkannya adalah Ibnul
Jauzi dalam al-‗Ilal al Mutnahiyah (1/444), Ibnu at Turkimani dalam Ta‘liq ‗ala
al Baihaqi, Ibnu Taimiyyah dalam Majmu‘ Fatawa (22/374), Ibnu Qayyim dalam
Zadul Ma‘ad (1/99), al Hafidz Ibnu Hajar dalam at Talkhis al Khabir (1/245).
Dan diantara ulama mutaakhkhirin adalah al Albani dalam silsilah ad Dha‘ifah
(1/1238) Selain itu, hadis tersebut bertentangan dengan logika; yaitu bagaimana
mungkin Nabi saw. selalu qunut dalam shalat subuh dan membaca do‘a rutin
sementara tidak diketahui sama sekali do‘a yang dibaca itu. Tidak dalam hadits
shahih maupun dhaif. Bahkan para sahabat yang paling mengerti tentang sunnah
seperti Ibnu Umar radhiallahu‘anhuma mengingkarinya dengan mengatakan: “Kami
tidak pernah melihat dan tidak mendengarnya.” Apakah masuk akal jika
dikatakan Nabi Shalallahu ‗alaihi wassalam selalu qunut, sedangkan Ibnu Umar
radhiallahu‘anhu bersaksi: “Kami tidak pernah melihat dan mendengarnya?” demikian,
sebagaimana termaktub dalam Majmu‟ Fatawa. Selain itu, beberapa dalil
yang biasanya dipakai untuk menyangkal pendapat yang mengatakan qunut subuh
adalah sunnah adalah hadist berikut: Dari Abu Malik al-Asyaja‘i, katanya: Aku
berkata kepada ayahku: “Wahai ayahku, sesungguhnya engkau pernah bersembahyang
di belakang Rasulullah s.a.w., Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali, di sini di Kufah
selama hampir lima tahun, adakah mereka berqunut?” Dia menjawab: “Wahai anakku
itu adalah bid‘ah”. (HR Ahmad, al-Tarmizi & Ibnu Majah).
Ibnu Mas‘ud, berkata: “Rasulullah saw. tidak pernah berqunut di dalam sembahyangnya
sekalipun”. (HR al-Thabrani, al-Baihaqi & al-Hakim) Sesungguhnya Nabi saw.
pernah berqunut sebulan lamanya, kemudian baginda meninggalkannya (tidak
berqunut lagi). (HR Ahmad). Meski Muhammadiyah berprinsip untuk tidak
bermadzhab, namun dalam pendapatnya pada masalah qunut, sejalan dengan pendapat
Madzhab Hanafi dan Hambali.
b.
Qunut Witir
Qunut Witir adalah membaca do’a qunut pada
raka’at terakhir setelah bangun dari ruku’ dalam shalat witir Ramadhan yang
dimulai pada pertengahan malam bulan suci Ramadhan yaitu tanggal 15 Qamariyah
hingga akhir bulan Ramadhan. Membaca do’a qunut selain disunnahkan dalam shalat
subuh juga dalam shalat witir Ramadhan. Namun terdapat sedikit perbedaan
pendapat dikalangan ulama’ tentang hukum qunut dalam shalat witir.
1)
Madzhab Maliki
Ulama’ madzhab Maliki berpendapat bahwa
dianjurkan membaca do’a qunut hanya dalam shalat subuh saja dan tidak
dianjurkan dalam shalat witir dan shalat lainnya. Menurutnya makruh membaca
do’a qunut dalam shalat witir. {al-Syarhu al-Kabir I/248 dan al-Qowanin
al-Fiqhiyah hal. 61}
2)
Jumhur Ulama’
Mayoritas ulama’ diantaranya ulama’ Syafi’iya,
Hanafiyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa qunut witir sunnah hukumnya.
{Al-Badai’ I/273. Al-Lubab I/78. Fathu al-Qadir I/309. Ad-Durru al-Muhtar
I/626-628. Mughni al-Muhtaj I/166. Al-Majmu’ syarah al-Muhadzab II/474-490.
Al-Muhadzab I/81. Hasyiyah al-Bajuriy I/168}. Namun meraka berbeda pendapat
dalam memilih do’a yang dibaca dalam qunut I/168}. Namun meraka berbeda
pendapat dalam memilih do’a yang dibaca dalam qunut witir, yaitu:
3)
Imam Abu
Hanifah
Do’a qunut yang dibaca dalam qunut witir
menurut Imam Abu Hanifah adalah do’a qunut tersebut dalam hadits yang
diceritakan oleh Khalid ibn Abi Imran ra, yaitu:
اللّهمّ إنّا نستعينك ونستهديك ونستغفرك ونتوب
إليك، ونؤمن بك ونتوكّل عليك، ونثنى عليك الخير كلّه، نشكرك و نكفّرك ونخلع ونترك
من يفجرك، اللّهمّ إيّاك نعبد ولك نصلّى ونسجد وإليك نسعى ونحفد، نرجو رحمتك ونخشى
عذابك، إنّ عذابك الجدّ بالكفّار ملحق.
Bacaan qunut tersebut berdasarkan hadits dari
Khalid Ibn Abi Imran ra.
عن خالد بن أبى عمران رضي الله عنه قال :
"بينما رسول الله صلّى الله عليه وسلّم يدعو على مضر، إذجاءه جبريل، فأومأ
إليه أن اسكت فسكت، فقال : يا محمّد، إنّ الله لم يبعثك سبّابا ولا لعّانا، وإنّما
بعثك رحمة للعالمين، ليس لك من الأمر شيئ، ثمّ علّمه القنوت : اللّهمّ إنّا
نستعينك ..." أخرجه أبو داود فى المراسيل
(نصب الراية ج 2 ص 135 والفقه الإسلامى وأدلّته ج 1 ص 811)
4)
Imam Ahmad ibn
Hambal
Do’a qunut witir menurut madzhab Hambali adalah
sama dengan do’a qunut yang dibaca dalam qunut shalat subuh. Dibaca dengan suara
keras. Makmum dianjurkan mengamini dan mengangkat kedua tangan kemudian menyapu
muka setelah selesai do’a. Sesuai hadits Saib ra.
عن السّائب بن يزيد عن أبيه رضي الله عنه قال :
أنّ النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم كان إذا دعا رفع يديه ومسح بهما وجهه. رواه أبو
داود فى سننه ج 2 ص 1492 وأحمد فى مسنده ج 4 ص221 والطبراني فى الكبير ج 22 ص241
عن قتيبة ابن سعد عن ابن لهيعة عن حفص ابن هشام هبن عتبة هبن أبى وقاص عن السائب
هبن يزيد عن أبيه.
Diceritakan dari al-Sa’ib ibn Yazid dari
ayahnya ia berkata: Bahwa Nabi SAW berdo’a sambil mengangkat kedua tangannya
dan menyapu muka setelahnya HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Thabarani. {Sunan Abu
Dawud II/1492. Musnad Ahmad IV/221. Al-Kabir XXII/241}
عن ابن عبّاس رضي الله عنهما قال : قال رسول الله
صلّى الله عليه وسلّم : إذا دعوت الله فادع بباطن كفّيك ولا تدع بظهورهما فإذا
فرغت فامسح بهما وجهك. رواه ابن ماجة فى سننه ج 1 ص 1181 وعبد ابن حميد فى المنتخب
ج 1 ص236 والحاكم فى المستدرك ج 1 ص 719 والطبراني فىى المجموع الكبير ج 10 ص
10779 عن صالح ابن حسن الأنصاري عن محمد ابن كعب القرضي عن ابن عباس رضي الله
عنهما.
Diceritakan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata:
Nabi SAW bersabda: Bila kamu berdo’a maka berdo’alah sambil menadahkan tapak
tanganmu dan jangan kamu berdo’a sambil membalik tanganmu, maka bila kamu
selesai berdo’a sapukanlah kedua tapak tanganmu pada wajahmu. HR. Ibnu Majah,
Abdubnu Humaid, Hakim dan Thabarani {Sunan Ibnu Majah I/1181. Al-Muntakhab
I/236. Al-Mustadrak I/719. Al-Majmuk al-Kabir X/10779}
Imam Ahmad ibn Hambal memilih do’a yang dibaca
pada qunut witir adalah “Allaahummahdinii fiiman hadait....” sesuai hadits yang
diceritakan al-Hasan bin Ali ra, ia berkata: Adalah Nabi SAW mengajarkan
kepadaku do’a yang dibaca pada qunut witir yaitu:
اللّهمّ اهدني فيمن هديت، وعافني فيمن عافيت،
وتولّني فيمن تولّيت، وبارك لي فيما أعطيت، وقني شرّ ما قضيت، وإنّك تقضى ولا يقضى
عليك ولا يضلّ من واليت تباركت ربّنا وتعاليت. رواه النسائي وابن ماجة وابو داود
والترمذي وأحمد والدارمي والحاكم والبيهقي
(صحيح الترمذي ج 1 ص 144 وصحيح ابن ماجة ج 1 ص 194 وسبل السّلام ج
1 ص 362 )
5)
Madzhab Syafi’i
Imam Syafi’i mengatakan bahwa sunnah membaca
do’a qunut dalam shalat witir yaitu dimulai dari pertengahan malam bulan suci
Ramadhan {tanggal 15 Ramadhan}. Sejalan dengan hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Abu Dawud dan Baihaqi:
أنّ أبي ابن كعب رضي الله عنه كان يقنت فى النّصف
الأخير من رمضان حين يصلّي التّراويح. قال عنه الحنابلة فيه انقطاع (الفقه
الإسلامي وأدلّته ج 1 ص 827)
“Sesungguhnya Ubay ibn Ka’ab ra, adalah membaca
do’a qunut pada pertengahan akhir bulan Ramadhan ketika shalat tarawih”.
Al-Hanabilah mengatakan rawi hadits itu ada yang terputus. {Al-Fiqh al-Islami
wa-adillatuhu juz I/827}
Adapun do’a qunut yang dibaca dalam qunut witir
menurut Imam Syafi’i adalah sama dengan do’a qunut dalam shalat subuh.
Menurutnya dalam pendapat yang rajih boleh ditambahkan setelahnya do’a yang
dipilih Imam Abu Hanifah. Do’a qunut yang dipilih oleh Imam Syafi’i dan Ulama’
Syafi’iyah adalah do’a qunut yang masyhur , yaitu:
اللّهمّ اهدني فيمن هديت، وعافني فيمن عافيت،
وتولّني فيمن تولّيت، وبارك لي فيما أعطيت، وقني شرّ ما قضيت، فإنّك تقضي ولا يقضى
عليك، وإنّه لا يضلّ من واليت، ولا يعزّ من عاديت، تباركت ربّنا وتعاليت، فلك
الحمد على ما قضيت أستغفرك وأتوب إليك، وصلّى الله على سيّدنا محمّد النبيّ الأميّ
وعلى اله وصحبه وسلّم.
Do’a qunut yang dibaca dalam qunut witir sama
dengan do’a qunut yang dibaca dalam qunut subuh tersebut berdasarkan sejumlah
hadits shahih diantaranya.
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : كان رسول الله
إذا رفع رأسه من الركوع من صلاة الصبح في الرّكعة الثّانية رفع يديه فيدعو بهذا
الدّعاء : اللّهمّ اهدني فيمن هديت...."رواه الحاكم وقال : صحيح وزاد البيهقي
فيه عبارة : فلك الحمد على ما قضيت" رواه البيهقي عن ابن عباس (سبل السّلام ج
1 ص 187).
وزاد البيهقي والطبراني "ولا يعزّ من
عاديت" (سبل السّلام ج 1 ص 186)
Dan hadits dari Ibnu Abbas ra, diceritakan.
عن ابن عبّاس رضي الله عنهما قال : كان النّبيّ
صلّى الله عليه وسلّم يقنت فى صلاة الصّبح وفى الوتر بهؤلاء كلمات : اللّهمّ اهدني
فيمن هديت إلى آخره. رواه البيهقي (سنن البيهقي ج 2 ص 210)
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: Adalah Nabi SAW
qunut pada shalat subuh dan pada witir Ramadhan dengan do’a ini “
Allahummahdini fiiman hadait” HR. Baihaqi. {Sunan Baihaqi II/210}
Terdapat sejumlah hadits lain yang menerangkan
dianjurkannya qunut witir Ramadhan dalam sejumlah hadits shahih diantaranya
hadits dari Umar ibnu Khattab, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas,
Ubay bin Ka’ab dan para sahabat lainnya. {Nasbu al-Rayah II/123}
c.
Qunut Nazilah
Qunut Nazilah adalah membaca do’a qunut pada
sejumlah sahalat fardlu {jahriyah} pada raka’at terakhir setelah ruku’ sebelum
sujud seperti dalam qunut subuh dan qunut witir Ramadhan. Qunut nazilah
dianjurkan bila terjadi musibah menimpa kaum muslimin, seperti pembantaian kaum
muslimin dan sejenisnya. Para ulama’ berbeda pendapat tentang hukum qunut
nazilah.
1)
Madzhab Syafi’i
و قال الشافعية : يسن أن يقنت للشدائد فى جميع
أوقات الصلاة و يجهر فيه الامام و المنفرد , و تسن فيه الجماعة فى شهر رمضان , و
القنوت فى الركعة الأخيرة منه فى النصف الثانى من ذلك الشهر , كما يسن القنوت بعد
الرفع من ركوع الثانية فى الصبح كل يوم
Artinya : "Dan telah berkata madzhab Imam
Syafi'i: Disunnahkan qunut (qunut nazilah) karena adanya perkara-perkara yang
bersifat berat (misalnya turunnya bencana) di dalam semua waktu shalat. Imam
dan munfarid (orang yang shalat sendirian) membaca dengan suara keras di dalam
qunut itu. Begitupula disunnahkan berjama'ah membaca qunut di bulan suci
Ramadhan. Adapun bacaan qunut itu di raka'at akhir pada setengah kedua dari
bulan suci Ramadhan, sebagaimana disunnahkan membaca qunut setelah bangun dari
ruku' kedua di dalam shalat shubuh pada setiap hari".
2)
Madzhab Maliki
Ulama’madzhab Maliki berpendapat bahwa sunnah
membaca do’a qunut hanya dalam shalat subuh saja dan tidak dianjurkan dalam
shalat lainnya. Makruh hukumnya membaca do’a qunut pada shalat witir dan
nazilah. {al-Syarhu al-Shaghir I/331. Al-Syarhu al-Kabir I/248 dan al-Qawanin
al-Fiqhiyyah hal. 61}
3)
Jumhur Ulama’
Mayoritas ulama’ yaitu Hanafiyah, Syafi’iyah
dan Hanabilah berpendapat: Dianjurkan membaca do’a qunut nazilah bila terjadi
musibah besar yang menimpa ummat Islam. Anjuran qunut nazilah tersebut tidak
secara mutlak, namun hanya bila terjadi musibah besar yang menimpa ummat islam.
Qunut nazilah dilakukan pada setiap shalat fardlu dengan bacaan keras dan
diamini makmum. Nabi SAW qunut nazilah selama satu bulan terkait musibah besar
yang menimpa ummat islam, kemudian beliau tinggalkan setelah mendapat teguran
dari Allah. {al-Lubab I/79. Hasyiyah al-Bajuriy I/168. Al-Mughniy I/155.
Kasy-Syaf al-Qona’ I/494. Al-Muhadzab I/82.al-Majmuk III/486}
a)
Do’a Yang
Dibaca
Do’a yang dibaca dalam qunut nazilah seperti
do’a yang diriwayatkan dari Umar ra. Boleh juga ditambahkan do’a yang lain
sesuai kondisinya.
اللّهمّ اغفر للمؤمنين والمؤمنات، والمسلمين
والمسلمات، والّف بين قلوبهم، وأصلح ذات بينهم، وانصرهم على عدوّك وعدوّهم،
اللّهمّ العن كفرة أهل ألكتاب الّذين يكذبون رسلك، ويقاتلون أولياءك، اللّهمّ خالف
بين كلمتهم، وزلزل أقدامهم، وأنزل بهم بأسك الّذى لايردّ عن القوم المجرمين. بسم
الله الرّحمن الرّحيم، اللّهمّ إنّا نستعينك.
b)
Dalil
dianjurkannya Qunut Nazilah
Nabi SAW pernah melakukan qunut nazilah selama
satu bulan untuk minta keselamatan bagi ummat islam dan melaknat kaum kafir
yang berbuat aniaya terhadap ummat islam, yaitu Ri’lan, Dzakwan, Lihyan,
Ushayah dan sejumlah orang kafir lainnya. Setelah mendapat teguran dari Allah
dengan turunnya surat Ali Imran: 128 beliau meninggalkannya. Yaitu Firman
Allah.
ليس لك من الأمر شيئ او يتوب عليهم او يعذّبهم
فإنّهم ظالمون (ال عمران : 128)
“Tidak ada sedikit campurtanganmu Muhammad
dalam urusan mereka, atau Allah menerima taubat mereka atau menghukumnya,
karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang dhalim” {Ali Imran: 128}
Terdapat dalil dianjurkannya qunut nazilah
diantaranya adalah:
عن أنس ابن مالك رضي الله عنه قال : أنّ النّبيّ
صلّى الله عليه وسلّم قنت شهرا يدعو عليهم ثمّ ترك فأمّا في الصبح فلم يزل يقنت
حتّى فارق الدّنيا. رواه البيهقي والدار قطني (المجموع ج 3 ص 504)
عن أنس رضي الله عنه قال: كان القنوت فى المغرب
والفجر. رواه البخارى (صحيح البخاري ج 1 ص 127)
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : لأقربنّ صلاة
النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم فكان أبوهريرة يقنت فى الركعة الأخرة من صلاة الظّهر
وصلاة العشاء وصلاة الصّبح بعد ما يقول "سمع الله لمن حمده" فيدعو
للمؤمنين ويلعن الكفّار. رواه البخاري (صحيح البخاري ج 1 ص 104)
Abu Hurairah ra, berkata: “Bahwa cara shalat
saya sama seperti cara shalat Nabi SAW adalah Abu Hurairah ra, qunut nazilah
pada raka’at akhir dalam shalat dhuhur, pada shalat isya’ juga pada shalat
subuh, setelah membaca: “Sami’allahu liman hamidah” beliau berdo’a untuk orang
mukmin dan melaknat orang-orang kafir” HR. Bukhari {Shahih Bukhari I/104}
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : كان النّبيّ
صلّى الله عليه وسلّم يقول حين يفرغ من صلاة الفجر من القراءة ويكبّر ويرفع رأسه
"سمع الله لمن حمده ربّنا ولك الحمد" ثمّ يقول وهو قائم : اللّهمّ انج
الوليد ابن الوليد، وسلمة ابن هشام وعياش ابن ربيعة، والمستضعفين من المسلمين
والمؤمنين : اللّهمّ اشدد وطأتك على مضرّ واجعل عليهم كسني يوسف. اللّهمّ العن
لحيان ورعلان وذكوان وعصيّة عصت الله ورسوله" ثمّ بلغنا أنّه ترك ذلك لمّا
نزل قوله تعالى "ليس لك من الأمر شيئ أو يتوب عليهم أو يعذّبهم فإنّهم
ظالمون" رواه مسلم (صحيح مسلم ج 5 ص 176-177)
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: “Adalah Nabi
SAW berdo’a ketika selesai membaca ayat al-qur’an dan takbir serta bangun dari
ruku’ membaca “sami’allahu liman hamidah” pada shalat subuh kemudian membaca
do’a sambil berdiri “Ya Allah bebaskanlah Al-Walid bin Walid dan Salamah bin
Hisyam, Ilyas ibnu Abi Rab’iah dan orang-orang yang lemah dari kaum muslimin.
Ya Allah berikanlah hukuman yang berat kepada Mudhar, jadikanlah tahun mereka
seperti tahun-tahun Nabi Yusuf. Ya Allah laknatlah Lihyan, Ri’lan, Dzakwan dan
Ushaiyyah yang telah durhaka kepada Allah dan rasul-Nya”. Kemudian sampai
kepada kami berita yang mengatakan bahwa Nabi SAW telah meninggalkan qunut
nazilah setelah turun surat {Ali imran:128} “Tidak ada hak bagimu Muhammad
dalam urusan mereka itu, atau Allah menerima taubat mereka atau menghukumnya,
karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang dhalim” HR. Muslim
{Shahih Muslim IV/176-177}
C. KESIMPULAN
Masalah khilafiyah di dalam dunia ini tidak
akan ada habisnya, dengan adanya masalah khilafiyah tersebut, maka timbullah
berbagai pendapat dari kalangan ulama’ dan diantara pendapat para ulama’
terdapat perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya, akan tetapi dengan
timbulnya banyak masalah khilafiyah di dunia ini dan juga berbagai pendapat
dari kalangan ulama’ tersebut sebagai jurang pemisah diantara sesama muslim,
selama perbadaan itu masih dalam koridor syari’at islam.
D. DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa pesan saya jadilah orang yang jujur. Jangan jadi orang yang plagiat yang tidak mencantumkan sumber referensinya.
Kritik dan Saran sangat saya butuhkan, Demi menciptakan sesuatu yang sangat berguna dan bermanfaat Fiddunya Wal Akhiroh