MAKALAH
AL-MUHKAM DAN AL-MUTASYABIH
Disusun Oleh :
Kelas A Kelompok 4
1.
Aang Sobari Saeful Risal (
16360012 )
2.
Ahmad Ikbalullah (
16360058 )
A. Pendahuluan
Alquran, kalam tuhan yang dijadikan sebagi pedoman dalam setiap
aspek kehidupan umat Islam, tentunya harus difahami secara mendalam. Pemahaman
Alquran dapat diperoleh dengan mendalami atau menguasai ilmu- ilmu yan
tercangkup dalam ulumul quran. Dan menjadi salah satu bagian dari cabang
keilmuan ulumul quran adalah ilmu yang membahas tentang Muhkam Mutasyabih ayat.
Sehubungan dengan persoalan ini, Ibn Habib An-Naisabari pernah
mengemukakan tiga pendapat mengenai kaitan ayat – ayat Alquran terhadap muhkam
mutasyabih.
Pertama, seluruh ayat Alquran adalah muhkam, berdasarkan firman
Allah berikut :
!9# 4
ë=»tGÏ. ôMyJÅ3ômé& ¼çmçG»t#uä §NèO ôMn=Å_Áèù `ÏB ÷bà$©! AOÅ3ym AÎ7yz ÇÊÈ
“Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang
ayat-ayatNya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang
diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha tahu”. (Q.S. Hud :
1)
Kedua, seluruh ayat Alquran adalah
mutasyabih, berdasarkan firman Allah berikut :
ö@è% ÉQöqs)»t (#qè=yJôã$# 4n?tã öNà6ÏGtR%s3tB ÎoTÎ) ×@ÏJ»tã (
t$öq|¡sù cqßJn=÷ès? ÇÌÒÈ
“Katakanlah: "Hai kaumku, Bekerjalah
sesuai dengan keadaanmu, Sesungguhnya aku akan bekerja (pula), Maka kelak kamu
akan mengetahui”. (Q.S. Az-Zumar : 39)
Ketiga, pendapat yang paling tepat,
ayat – ayat Alquran terbagi dalam dua bagian, yaitu Muhkam dan Mutasyabih,
berdasarkan firman Allah berikut :
uqèd üÏ%©!$# tAtRr& y7øn=tã |=»tGÅ3ø9$# çm÷ZÏB ×M»t#uä ìM»yJs3øtC £`èd Pé& É=»tGÅ3ø9$# ãyzé&ur ×M»ygÎ7»t±tFãB (
$¨Br'sù tûïÏ%©!$# Îû óOÎgÎ/qè=è% Ô÷÷y tbqãèÎ6®Kusù $tB tmt7»t±s? çm÷ZÏB uä!$tóÏGö/$# ÏpuZ÷GÏÿø9$# uä!$tóÏGö/$#ur ¾Ï&Î#Írù's? 3
$tBur ãNn=÷èt ÿ¼ã&s#Írù's? wÎ) ª!$# 3
tbqãź§9$#ur Îû ÉOù=Ïèø9$# tbqä9qà)t $¨ZtB#uä ¾ÏmÎ/ @@ä. ô`ÏiB ÏZÏã $uZÎn/u 3
$tBur ã©.¤t HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇÐÈ
“Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al
Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah
pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun
orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti
sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk
mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan
Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada
ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan
tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang
berakal”. (Q.S. Al – Imran : 7)
Ayat Muhkam Mutasyabih hendaknya
dapat difahami secara mendalam. Hal ini dikarenakan, dua hal ini termasuk dalam
objek yang urgen dalam kajian/pemahaman Alquran. Jika kita tengok dalam ilmu
kalam, hal yang mempengaruhi adanya perbedaan pendapat antara firqoh satu
dengan yang lainnya, salah satunya dengan pemahaman tentang ayat muhkam dan
mutasyabih.
Berdalih agar tidak terjadi
ketimpangan dalam memahami ayat – ayat Alquran khususnya dalam ranah Muhkam
Mutasyabih, maka kelompok kami menyusun makalah yang membahas tentang kedua hal
tersebut dengan judul “Al-Muhkam Al-Mutasyabih”. Untuk keterangan lebih lanjut
mengenai ketentuan dan hal – hal yang berhubungan dengan Muhkam dan Mutasyabih,
akan dijelaskan dalam pembahasan.[1]
B. Pembahasan
1.
Pengertian Muhkam dan Mutasyabih
Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh ulama tafsir mengenai
muhkam dan mutasyabih :
a.
Menurut
As-Suyuti, Muhkam adalah Sesuatu yang telah jelas artinya, sedangkan mutasyabih
adalah sebaliknya.
b.
Menurut
Imam Ar-Razi, Mukam adalah ayat – ayat yang dalalahnya kuat baik maksud maupun
lafadnya. Sedangkan Mutasyabih adalah ayat – ayat yang dalalahnya lemah, masih
bersifat mujmal, memerlukan takwil, da n sulit dipahami.
c.
Menurut
Manna’ Al-Qattan, Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara
langsung tanpa memerlukan keterangan lain, sedangkan mutasyabih tidak seperti
itu, ia memerlukan penjelasan dengan menunjuk kepada yang lain.[2]
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Ayat Muhkam adalah
ayat yang sudah jelas baik lafad maupun maksudnya sehingga tidak menimbulkan
keraguan dan kekeliruan bagi orang yang memahaminya. Sedangkan ayat mutasyabih
adalah ayat Al-Quran yang masih belum jelas maksudnya, hal itu dikarenakan ayat
mutasyabih bersifat mujmal (global) dia membutuhkan rincian lebih dalam.[3]
2.
Pembagian Ayat – Ayat
Mutasyabih
a.
Mutasyabih
dari segi lafadz
1)
Yang
dikembalikan kepada lafadz yzng tunggal yang sulit pemaknaanya. Seperti الأبّ dan يزفون . dan yang dilihat dari
segi gandanya lafadz itu dari dalam pemakaiannya, seperti lafadz اليد dan العين .
2)
Lafadz yang
dikembalikan kepada bilangan susunan kalimatnya, yang seperti ini ada tiga
macam :
a) Mutasyabih karena ringkasan kalimat, seperti firman Allah :
وان خفتم ألا تقسطوا فى اليتامى
Yang dimaksud dengan اليتامى disini adalah juga mencakup اليتيمات
b) Mutasyabih karena luasnya kalimat, seperti firman Allah ليس كمثله شئ niscaya akan lebih mudah
difahami jika diungkapkan dengan ليس كمثله شيئ
c) Mutasyabih karena susunan kalimatnya, seperti firman Allah :
AtRr&..... 4n?tã ÍnÏö7tã |=»tGÅ3ø9$# óOs9ur @yèøgs ¼ã&©! 2%y`uqÏã قيّما
Akan lebih difahami bila diungkapkan dengan :
tAtRr&..... 4n?tã
ÍnÏö7tã
|=»tGÅ3ø9$#
óOs9ur
@yèøgs
¼ã&©!
2%y`uqÏã
ÇÊÈ
b. Mutasyabih dari segi maknanya
Mutasyabih ini adalah menyangkut sifat – sifat Allah,
sifat hari kiamat bagaimana dan kapan terjadinya. Semua sifat yang demikian
tidak dapat digambarkan secara konkret karena kejadiannya belum pernah dialami
oleh siapapun.
c. Mutasyabih dari segi Lafadz dan Maknanya
Mutasyabih dari segi ini, menurut As-Suyuti ada lima
macam, yaitu :
1) Mutasyabih dari segi kadarnya, seperti lafadz yang umum dan khusus
اقتلوا المشركين
2) Mutasyabih dari segi caranya, seperti perintah wajib dan sunnah
فانكحوا ما طاب لكم من النساء
3) Mutasyabih dari segi waktu, seperti nasakh mansukh
اتقوا الله حق تقاته
4) Mutasyabih dari segi tempat dan suasana dimana ayat itu diturunkan
والراسخون فى العلم
5) Mutasyabih dari segi syarat – syarat, sehingga suatu amalan itu tergantung
dengan ada atau tidaknya syarat yang dibutuhkan. Misalnya aibadah sholat dan
nikah tidak dapat dilaksanakan jka tidak cukup syaratnya.[4]
3. Pandangan Ulama dalam menghadapi Ayat – Ayat Mutasyabih
Dikalangan ulama tafsir terdapat perbedaan
pendapat mengenai ayat – ayat mutasyabih ini. Apakah ayat itu dapat dketahui
artinya atau takwilnya atau tidak, kemudian mengenai perbedaan apakah manusia
berhak mengetahui maksud yang tersembunyi itu atau hanya Allah yang tahu.
Perbedaan pendapat dikalangan para ulama ini pada intinya berawal dari
pemahaman ayat 7 surat Al-Imron :
uqèd üÏ%©!$# tAtRr& y7øn=tã |=»tGÅ3ø9$# çm÷ZÏB ×M»t#uä ìM»yJs3øtC £`èd Pé& É=»tGÅ3ø9$# ãyzé&ur ×M»ygÎ7»t±tFãB (
$¨Br'sù tûïÏ%©!$# Îû óOÎgÎ/qè=è% Ô÷÷y tbqãèÎ6®Kusù $tB tmt7»t±s? çm÷ZÏB uä!$tóÏGö/$# ÏpuZ÷GÏÿø9$# uä!$tóÏGö/$#ur ¾Ï&Î#Írù's? 3
$tBur ãNn=÷èt ÿ¼ã&s#Írù's? wÎ) ª!$# 3
tbqãź§9$#ur Îû ÉOù=Ïèø9$# tbqä9qà)t $¨ZtB#uä ¾ÏmÎ/ @@ä. ô`ÏiB ÏZÏã $uZÎn/u 3
$tBur ã©.¤t HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇÐÈ
“Dia-lah
yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada
ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain
(ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong
kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang
mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari
ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat
yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal”.
Dari ayat diatas, para ulama berbeda pendapat yang berawal dari lafadz
والراسخون فى العلم. Permasalahanya apakah lafadz الله dari itu di Athofkan dengan lafadz atau lafadz والراسخون فى العلم itu merupakan Mubtada’.
Berangkat
dari sinilah muncul silang pendapat dikalangn ulama. Menurut Ibnu Abbas dan
Mujahid (dari kalangan sahabat) berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui arti
dan takwil ayat – ayat mutasyabihat. Mereka ini beralasan lafadz “Ar-Roosikhuuna”diathofkan
kepada lafadz “Allah”. Menurut mereka, jika hanya Allah yang
mengetahui dan tidak melimpahkan kepada manusia (ulama) yang mendalami ilmunya
tentang ayat – ayat mutasyabihat baik tentang pengertian maupun takwil, berarti
mereka sama saja dengan orang awwam. Pendapat ini didukung pula oleh Hasan
Al-Asy’ari.
Walaupun
ada ulama yang mengatakan bahwa ayat – ayat mutasyabih itu dapat ditakwilkan
oleh manusia, namun menurut sebagian besar ulama berpendapat bahwa ayat
mutasyabih itu tidak dapat diketahui oleh seorangpun kecuali Allah. Menurutnya
sebagai ciptaan Allah tidak perlu mencari takwil tentang ayat – ayat
mutasyabih, tetapi kita harus menyerahkan persoalannya kepada Allah semata.
Dalam
hal ayat mutasyabihat dapat diketahui oleh manusia atau tidak, Shubhi al-Sholih
membedakan pendapat ulama kedalam dua mazhab, yaitu :
a. Mazhab Salaf
Kelompok ini memepercayai dan mengimani ayat – ayat (tentang sifat - sifat)
mutasyabihat itu dan menyerahkanhakikatnya kepada Allah. Mereka tetap
mensucikan Allah dari makna – makna lahir yang mustahil atau tidak mungkin bagi
Allah. Dan mengimaninya sebagaimana diterangkan Alquran serta menyerahkan
urusan hakikat sebenarnya kepada Allah.
b. Mazhab Kholaf
Kelompok ini adalah kelompok ulama yang menakwilkan makna yang makna
lahirnya itu mustahil kepada makna yang lain yang sesuai dengan zat Allah.
Kelompok ini dikenal dengan nama Muawwilah atau mazhab takwil.[5]
4.
Huruf – Huruf Al – Muqotha’ah dalam Alquran
Diantara ciri – ciri surat Makkiyah adalah banyak surat – suratnya dimulai dengan
huru – huruf potongan (Muqotho’ah) atau pembukaan – pembukaan surat (Fawatih
al-Suwar). Pembukaan – pembukaan surat ini dapar dikategorikan kepada
beberapa bentuk :
a.
Bentuk yang terdiri dari satu huruf, yang
terdapat pada tiga surat, yaitu Surat Shad, Qaf dan Al-Qolam.
b.
Bentuk yang terdiri dari tiga huruf, yang
terdapat pada sepuluh surat, tujuh diantaranya disebut “Hawamim” yaitu
surat yang dimulai dengan huruf Ha dan Mim. Surat – suratnya
adalah : Surat Al-Ghofir, Fushilat, As-Syuro, Al-Zhuhruf, Ad-Dukhon,
Al-Jasiah dan Al-Ahqof.
c.
Pembukaan surat yang terdiri dari tiga huruf
terdapat pada tiga belas tempat. Enam diantaranya dengan huruf “Alif Lam Mim”
yaitu : Surat Al-Baqarah, Al-Imran, Al-Ankabut, Ar-Rum, Luqman dan As-Sajadah.
Lima dengan huruf “Alif lam Ra’” yaitu pada surat Yunus, Hud,
Yusuf, Ibrahim dan Al-Hijr dan dua susunan hurufnya “Tho Sin Mim”
terdapat pada pembukaan Surat Al-Syu’aro dan Al-Qoshos.
d.
Pembukaan surat yang terdiri dari empat huruf,
yaitu “Alif Lam Mim Shod” pada surat Al-A’raf dan “Alif Lam Mim Ra’” pada
surat Ar-Ra’d
e.
Pembukaan surat yang terdiri dari lima huruf
hanya satu, yaitu “Kaf Ha Ya ‘Ain Shad” pada surat Maryam.
Menurut Al-Suyuti, pembukaan surat (Awil
al-Suwar) atau huruf – huruf potongan (al-huruf al-muqhotho’ah) ini
termasuk ayat – ayat mutasyabihat. Sebagai
ayat mutasyabihat , para ulama berbeda pendapat lagi dalam memahami dan
menafsirkannya. Dalam hal ini pendapat para ulama pada pokoknya terbagi dua.
Pertama, pendapat ulama yang memahaminya sebagai rahasia yang memamahaminya
sebagai rahasia yang hanya diketahui oleh Allah. Kedua, pendapat yang memandang
huruf – huruf diawal surat – surat ininsebagai huruf – huruf yang mengandung
pengertian yang dapat difahami oleh manusia. Karena itu, penganut pendapat ini
memberikan pengertian dan penafsiran kepada huruf – huruf tersebut.[6]
5. Hikmah keberadaan ayat – ayat
Mutasyabihat dalam Alquran
a.
Ayat
– ayat mutasyabihat ini mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk megungkap
maksudnya sehingga menambah pahala bagi orang yang mengkajinya.
b.
Sekiranya
Alquran seluruhnya muhkam tentunya hanya ada satu mazhab. Sebab, kejelasaanya
akan membatalkan semua mazhab diluarnya. Sedangkan yang demikian tidak dapat
diterima semua mazhab dan tidak memanfaatkannya. Akan tetapi, jika Alquran
mengandung muhkam dan mutasyabih maka masing – masing dari penganut mazhab akan
mendapatkan dalil yang menguatkan pendapatnya. Selanjutnya, semua penganut
mazhab akan memperhatikan dan merenungkannya, sekiranya mereka terus
menggalinya maka ayat – ayat muhkamat menjadi penafsirnya.
c.
Jika
Alquran mengandung ayat – ayat mutasyabihat, maka untuk memahaminya diperlukan
cara penafsiran dan tarjih antara satu dengan yang lainnya. Hal ini memerlukan
berbagai ilmu, seperti ilmu bahasa, gramatika, ma’ani, ilmu bayan, usul fikih
dan sebagainya. Sekiranya hal itu tidak demikian sudah barang tentu ilmu – ilmu
tersebut tidak muncul.
d.
Alquran
berisi dakwah terhadap orang – orang tertentu dan umum. Orang – orang awam
biasanya tidak menyukai hal – hal yang bersifat abstrak, jika mereka mendengar
pertama kalinya tentang sesuatu wujud tetapi tidak berwujud fisik dan
berbentuk, mereka menyangka bahwa hal itu tidak benar ada dan akhirnya mereka
terjerumus kedalam ta’thil (peniadaan sifat Allah). Karena itu,
sebaiknyalah kepada mereka disampaikan lafal – lafal yang menunjukan pengertian
– pengertian yang sesuai dengan imajinasi dan khayal mereka. Ketika itu
bercampur antara kebenaran empiric dan hakikat. Bagian pertama adalah ayat –
ayat mutasyabihat yang dengannya mereka diajak bicara pada tahap permulaan.
Pada akhirnya, bagian kedua berupa ayat – ayat muhkamat menyingkapkan hakikat
sebenarnya.[7]
C. Kesimpulan
1.
Muhkam
adalah ayat yang sudah jelas maksudnya ketika kita membacanya. Sedangkan ayat
mutasyabih adalah ayat – ayat yang perlu ditakwilkan, dan setelah ditakwilkan
barulah kita dapat memahami tentang maksud ayat – ayat itu.
2.
Ayat
mutasyabih merupakan salah satu kajian dalam ilmu Alquran yang para ulama
menilainya dengan alasannya masing – masing menjadi dua macam, yaitu pendapat
ulama salaf dan khalaf.
3.
Kita
dapat mengatakan bahwa semua ayat Alquran itu muhkam, jika maksud muhkam disana
adalah kuat dan kokoh, tetapi kita dapat pula mengatakan bahwa semua ayat itu
adalah mutasyabih. Jka maksud mutasyabih itu adalah kesamaan ayat – ayatnya
dalam hal Balaghah dan I’jaznya.[8]
D. Daftar Pustaka
Anwar, Abu. 2005. Ulumul Quran Sebuah Pengantar. Pekan Baru
: Amzah
Aprilia, Ebda. 2013. Makalah Ulumul Quran (Muhkam Mutasyabih).
di https://eddaaprilia.wordpress.com/2013/05/21/makalah-ulumul-quran-muhkam-mutasyabih (akses 21 Mei 2013 )
Wahid, Ramli Abdul. 1993. Ulumul Quran. Jakarta : Raja
Grapindo Persada
[1] Aprilia, Ebda. 2013. Makalah
Ulumul Quran (Muhkam Mutasyabih). di
https://eddaaprilia.wordpress.com/2013/05/21/makalah-ulumul-quran-muhkam-mutasyabih (akses 21 Mei 2013 )
[3]
Ibid, hlm 78
[4]
Ibid, hlm 78
[5]
Ibid, hlm 81
[7]
Ibid, hlm 110
[8]
Anwar, Abu. 2005. Ulumul Quran Sebuah
Pengantar. Pekan Baru : Amzah, hlm. 86
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa pesan saya jadilah orang yang jujur. Jangan jadi orang yang plagiat yang tidak mencantumkan sumber referensinya.
Kritik dan Saran sangat saya butuhkan, Demi menciptakan sesuatu yang sangat berguna dan bermanfaat Fiddunya Wal Akhiroh