MAKALAH
SEJARAH KODIFIKASI HADIS
DAN MACAM – MACAM KITAB HADIS
MATA KULIAH ULUMUL HADIS
T.A. 2017 / 2018
Pengampu : Bapak. Drs. Abdul Jalil, S.Th.I., M.S.I
Disusun Oleh :
Kelas A Kelompok 1
1.
Danik Maidotul Ainiyah ( 15360037 )
2.
Aang Sobari Saeful Risal (
16360012 )
3.
Yuliansyah (
16360024 )
4.
Madhur M (
16360035 )
5.
Ahmad Ikbalullah (
16360058 )
JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan taufik dan hidayah-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas Makalah dengan judul “Sejarah Kodifikasi Hadis dan Macam – Macam Kitab Hadis”.
Sholawat
teriring salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada baginda Nabi Muhammad
SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah hingga zaman yang terang
benderang.
Tujuan dibuatnya makalah ini diharapkan
agar dijadikan sebagai wawasan kita terhadap mata kuliah “ Ulumul Hadis ”
sesuai dengan tema yang kami angkat. Penyusun telah berusaha demi keberhasilan
dan kesempurnaan makalah ini. Namun, kami merasa masih terlalu banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon kritikan dan saran yang membangun baik
dari dosen pembimbing maupun dari rekan-rekan mahasiswa.
Tidak lupa penyusun mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
Makalah ini, semoga dengan apa yang ada dalam Makalah ini dapat memberi manfaat
bagi kita semua. Amiin ...
Yogyakarta, Februari 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER.....................................................................................................................
1
KATA
PENGANTAR..............................................................................................
2
DAFTAR ISI.............................................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................
4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
4
C. Tujuan ........................................................................................................... 4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Kodifikasi Hadis...............................................................................
5
1. Periode Nabi Muhammad Saw..........................................................
5
2. Periode Sahabat.................................................................................
6
3. Periode Tabi’in...................................................................................
7
4. Periode Tabi’ Tabi’in..........................................................................
8
5. Periode Setelah Tabi’ Tabi’in.............................................................
8
B. Macam-Macam Kitab Hadis..........................................................................
9
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan....................................................................................................
11
B.
Saran..............................................................................................................
12
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hadis
adalah sumber ajaran islam disamping Al-Qur’an. Tanpa menggunakan hadis,
syari’at islam tidak dapat dimengerti secara utuh dan tidak dapat dilaksanakan.
Untuk memahami ayat Al Qur’an seringkali diperlukan meninjau bagaimana kondisi
masyarakat ketika ayat itu turun, bagaimana antara rentetan peristiwa dengan
turunnya ayat-ayat tertentu. Informasi seperti ini diperoleh di dalam hadis.
Persoalannya,
setelah hadis mengalami sejarah pahit karena berbagai kepentingan, banyak hadis
buatan orang dikatakan sebagai berasal dari nabi. Kondisi ini menyulitkan dalam
memisahkan mana yang berasal dari nabi dan mana yang bukan. Itu sebabnya para
ulama’ pada abad kedua Hijriyah mulai memikirkan bagaimana memisahkan hadis
yang asli dan yang palsu itu. Kajian ini terdapat dalam ilmu hadis maka, disini
kami akan menyajikan alur sejarah kodifikasi hadis dan macam-macam kitab hadis.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat ditarik kesimpulan masalah
sebagai berikut:
1.
Bagaimana
sejarah kodifikasi hadis?
2.
Apa
saja macam – macam kitab hadis?
C. Tujuan
1.
Untuk
memahami sejarah kodifikasi hadis.
2.
Untuk
mengetahui berapa macam kitab hadis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH KODIFIKASI HADIS
Kendati terbuka peluang untuk
membukukan hadis, tetapi dalam fakta sejarah dimasa sahabat belum ada kegiatan
pembukuan hadis secara resmi, diprakarsai oleh pemerintah. Seperti umar bin
khattab ia pernah berpikir membukukan hadis, ia meminta pendapat para sahabat
dan disarankan untuk membukukannya. Tetapi setelah umar beristikharah sebulan
lamanya ia membatalkan rencana itu dengan katanya: saya tadinya ingin
menulis sunnah-sunnah kemudian saya teringat kaum terdahulu yang menulis
buku-buku sibuk dengannya dan meninggalkan kitab Allah. Demi Allah saya tidak
akan mencampuradukkan kitab Allah dengan apapun[1].
Disitu
pembukuan hadispun terlambat sampai pada masa abad ke-2 hijriyah dan mengalami
kejayaan pada masa abad ke-3 Hijriyah. Penghimpunan dan pengodifikasian hadis
mengalami proses perkembangan yang lamban, melibatkan banyak orang dari masa
kemasa, dan menghadapi kendala serta permasalahan yang menjadi 5 periode, yaitu
periode nabi Muhammad, periode sahabat, periode tabi’in, periode tabi’ tabi’in
dan periode setelah tabi’ tabi’in. mari kita bahas perkembangannya dari periode
ke periode.
1. Periode Nabi Muhammad Saw.
Nabi sebagai sumber hadis menjadi
figur sentral yang mendapat perhatian para sahabat. Segala aktivitas beliau
seperti perkataan, perbuatan dan segala keputusan beliau diingat dan
disampaikan kepada sahabat lain yang tidak menyaksikannya, bagi mereka yang
hadir dan mendapatkan hadis dari beliau berkewajiban menyampaikan apa yang
dilihat dan apa yang di dengar dari Rasulullah, baik ayat-ayat Al qur’an maupun
perintah nabi sesuai dengan sabda beliau.
Yang artinya: Sampaikan dariku walaupun satu ayat (HR. Al-Bukhari,
Ahmad, dan At-Tirmidzi dari Ibn Umar).
Perhatian sahabat terhadap hadis
sangat tinggi terutama diberbagai majlis nabi atau tempat untuk menyampaikan
risalah islamiyah seperti di masjid, halaqah ilmu. Hadis tersebut diingat dan
disampaikan kepada para sahabat lain yang tidak hadir dalam majlis demikian
juga di antara mereka yang tidak hadir
dalam majlis rasul juga sangat intens mencari informasi tentang apa yang
disampaikan beliau, baik yang secara langsung atau melalui utusan.
Nabi Muhammad menjadi pusat
narasumber, refrensi dan tumpuan pertanyaan ketika mereka menghadapi suatu
masalah baik secara langsung atau tidak langsung. Ajaj Al khathib menjelaskan
bahwa proses terjadinya hadis bisa jadi timbul dari berbagai sisi antara lain 3
sisi berikut ini. (1). Terjadi pada nabi sendiri kemudian dijelaskan hukumnya
pada sahabat dan kemudian sahabat menyampaikan pada sahabat yang lain. (2). Terjadi
pada sahabat atau kaum muslimin karena mengalami suatu problem kemudian
bertanya pada Rasulullah. (3). Segala amal perbuatan dan tindaka nabi dalam
menjalankan syari’at islam, baik menyangkut ibadah dan akhlak yang disaksikan
para sahabat, kemudian mereka sampaikan pada tabi’in.
Dalam pemeliharaan hadis nabi
muhammad mengandalkan hafalan para sahabat yang pada umumnya mereka memiliki
daya ingat dan daya hafal yang kuat.
Hadis cukup diingat dan disimpan dalam dada mereka, sedangkan Al qur’an disimpan
dalam tulisan dan didada mereka sekaligus.
2. Periode Sahabat
Setelah nabi wafat para sahabat
belum memikirkan pengkodifikasian hadis karena banyak problem yang dihadapi,
diantaranya timbulnya kelompok orang yang murtad, timbulnya peperangan sehingga
banyak penghafal Al qur’an yang gugur. Demikian juga kasus orang-orang
asing/non arab yang masuk islam yang tidak paham bahasa arab secara baik
sehingga dikhawatirkan tidak bisa membedakan antara Al qur’an dan hadis.
Abu bakar pernah berkeinginan
membukukan sunnah tetapi digagalkan karena khawatir terjadi fitnah ditangan
orang-orang yang tidak dapat dipercaya. Umar bin khattab juga pernah ingin
mencoba menghimpunnya tetapi setelah bermusyawarah dan beristikharah selama
satu bulan dia mengagalkannya. Kekhawatiran umar bin khattab dalam pembukuan
hadis adalah tasyabbuh/menyerupai dengan ahli kitab, yaitu yahudi dan
nasrani yang me inggalkan kitab Allah dan menggantinya dengan kalam mereka dan
menempatkan biografi para nabi mereka didalam kitab tuhan mereka. Umar khawatir
umat islam meninggalkan Al quran dan hanya membaca hadis. Jadi, abu bakar dan
umar tidak berarti melarang pengodifikasian hadis, tetapi melihat kondisi pada
masanya belum memungkinkan untuk itu.
Hukum kebolehan menulis hadis
terjadi secara berangsur-angsur (at-tadarruj). Pada saat wahyu turun
umat islam menghabiskan waktunya untuk menghafal dan menulis Al Qur’an. Sunnah
hanya disimpan didalam dada mereka. Kemudian setelah Al qur’an dapat
terpelihara dengan baik mereka telah mampu membedakannya dengan catatan sunnah
dan tidak ada kekhawatiran meninggalkan Al quran para ulama sepakat bolehnya
penulisan dan pengodifikasian hadis. Banyak sekali pada masa awal
islampenulisan hadis sebagai catatan pribadi, bukan penulisan resmi dari
khalifah.
Mustafa Al A’zhami membuktikan
tidak sedikit para sahabat dan tabi’in yang menulis hadis sebagai dokumentasi
sejarah, yaitu mencapai antara 52 sahabat atau 53 orang sahabat,[2]
Sedangkan Abdul Maujud mencatat 50 orang sahabat.[3]
Para sahabat memang berbeda dalam
banyak dan sedikitnya periwayatan karena profesi yang berbeda. Diantara mereka
ada yang terjun dalam politik praktis seperti Abu bakar, Umar, Utsman, dan Ali.
Ada yang berprofesi sebagai petani, pedagang, ilmuan dan lain sebagainya. Ada 6
orang diantara sahabat yang tergolong banyak meriwayatkan hadis yaitu sebagai berikut :
1). Abu Hurairah, sebanyak 5.374 buah hadis
2). Abdullah bin Umar bin khattab, sebanyak 2.635
3). Anas bin malik, sebanyak 2.286
4). Aisyah Ummi Al mukminin, sebanyak 2.210
5). Abdullah bin Abbas, sebanyak 1.660
6). Jabir bin abdullah, sebanyak 1.540.[4]
Para sahabat yang terkenal banyak meriwayatkan hadis ada
beberapa alasan, diantaranya kerena lebih dahulu bersahabat dengan nabi atau
karena banyak berkhidmah dengan beliau atau karena banyak menyaksikan internal
dalam rumah tangga beliau seperti Aisyah.
Di antara sahabat yang sedikit
dalam meriwayatkan hadis adalah zubair
bin awwam sekitar 38 hadis, zaid bin arqam sekitar 70 buah hadis dan imran bin
husain sekitar 180 buah hadis.
Pada masa ali, timbul perpecahan
dikalangan umat islam akibat konflik politik antara pendukung ali dan muawiyah,
umat islam terpecah menjadi tiga golongan yaitu. (1). Khawarij. (2). Syiah (3).
Jumhur muslimin. Akibat perpecahan ini mereka tidak segan-segan membuat hadis
palsu (mawdhu’) untuk mengklaim bahwa dirinya yang paling benar di
antara golongan atau partai-partai di atas dan untuk mencari dukungan dari umat
islam. Pada masa inilah sejarah awal munculnya hadis mawdhu’ yang
merupakan dampak konflik politik secara internal.
3. Periode Tabi’in
Pada masa abad ini disebut masa
pengodifikasian hadis (al jam’u wad tadwin). Khalifar Umar bin Abdul
Aziz (99-101 H), Yang hidup pada akhir abad satu hijriyah menganggap perlu
adanya penghimpunan dan pembukuan hadis, karena beliau khawatir lenyapnya
ajaran-ajaran nabi setelah wafatnya para ulama’ baik dikalangan sahabat atau
tabiin. Oleh karena itu beliau instruksikan kepada para gubernur diseluruh
wilayah negeri islam agar para ulama dan ahli ilmu menghimpun dan membukukan
hadis.
انظرواحديث رسول الله
صلى الله عليه وسلم فأجمعوه
“lihatlah hadis Rasulullah , kemudian himpunlah ia”.
Tidak
diketahui secara pasti siapa diantara ulama yang lebih dahulu dalam
melaksanakan instruksi khalifah tersebut.sebagian pendapat mengatakan Abu bakar
muhammad bin amr bin hazm, pendapat lain mengatakan ar rabi’i bin shabih, namun
pendapat yang paling populer adalah muhammad bin muslim bin as syihab az zuhri.
Sedangkan ibn hazm hanya menyampaikan instruksi khalifah keseluruh negeri
kekuasaan dan belum melakukan kodifikasi. Az Zuhri dinilai sebagai orang
pertama dalam melaksanakan tugas pengodifikasian hadis dari khalifah umar bin
Abdul Aziz.
Berdasarkan
inilah para ahli sejarah dan ulama berkesimpulan bahwa Ibn As Syihab Az zuhri
orang pertama yang mengodifikasikan hadis pada awal tahun 100 H dibawah
khalifah Umar bin Abdul Aziz. Maksudnya disini orang yang paling awal
menghimpun hadis dalam bentuk formal atau instruksi dari khalifah dan ditulis
secara menyeluruh, karena tentunya penghimpunan dimulai sejak masa Rasulullah
dikalangan para sahabat dan tabi’in, namun belum menyeluruh dan bukan
berdasarkan instruksi seorang khaifah.
Kemudian
aktivitas penghimpunan dan pengodifikasian hadis tersebar diberbagai negri
islam pada abad ke 2 H , di antaranya
Abdullah bin abdul Azizbin juraij (w, 150 H) di mekah, Sufyan Ats Tsauri (w,
161 H) di kufah, Imam Malik bin Anas (w, 179 H) di Madinah, dan lain-lain.
4.
Periode Tabi’ Tabi’in
Periode
tabi’ tabi’in artinya periode pengikut tabi’in yaitu pada abad ke 3 H yang
disebut ulama’ dahulu/ salaf/mutaqaddimin. Sedangkan ulama’ pada abad
berikutnya, abad 4 dan setelahnya disebut ulama’ belakangan/ muta’akhirin.
Pada periode abad ke 3 ini disebut masa kejayaan sunnah atau masa ke emasan
sunnah karena pada masa ini kegiatan rihlah mencari ilmu dan sunnah
serta pembukuannya mengalami puncak keberhasilan yang luar biasa, seolah-olah
pada masa ini seluruh hadis telah terhimpun semuanya dan pada abad berikutnya
tidak mengalami perkembangan yang signifikan maka lahirlah buku induk hadis
enam (ummahat kutub as sittah), yaitu buku hadis sunan Al Jami’ as
shahih yang dipedomani oleh umat islam dan buku-buku hadis musnad. Maksud
buku induk hadis enam ialah buku-buku hadis yang dijadikan pedoman atau
refrensi para ulama’ hadis berikutnya yaitu:
1). Al Jami’ Ash Shahih li Al Bukhari
(194-256 H).
2). Al Jami’ Ash Shahih li Al Muslim bin Al
Hajjaj Al Qusyayri (204-261 H).
3). Sunan An nasa’i
(215-303 H).
4). Sunan Abu Dawud (202-276 H).
5). Jami’ At tirmidzi (209-269 H).
6). Sunan Ibn Majah Al Quzwini (209-276 H).
5. Periode Setelah Tabi’ Tabi’in
Pada
masa abad ini disebut penghimpunan dan penertiban (Al jami’ wat tartib)
ulama yang hidup pada abad ke 4 H dan berikutnya disebut ulama’ muta’akhirin
atau khalaf (Moderen), sedabgkan yang hidup sebelum abad ke 4 H disebut Ulama’ mutaqaddimin
atau ulama’ salaf.
Perbedaan
mereka dalam periwayatan dan pengodifikasian hadis, ulama mutaqaddimin
menghimpun hadis nabi dengan cara langsung mendengar dari guru-gurunya kemudian
mengadakan penelitian sendiri baik matan atau sanadnya.untuk itu mereka tidak
segan-segan mengadakan perjalanan jauh untuk mengecek kebenaran hadis yang
mereka dengar dari orang lain. Sedangkan ulama muta’akhirin periwayatan dan
pembukuannya bereferensi dan mengutip dari kitab-kitab mutaqadiimin, oleh
karena itu tidak banyak penambahan hadis pada abad ini dan berikutnya kecuali
hanya sedikit saja namun dari segi teknik pembukuan lebih sistematik daripada
masa-masa sebelumya.
Diantara
kegiatan pengodifikasian hadis pada periode ini abad ke 4-6 H adalah dalam bentuk
Mu’jam, shahih, Musytadrak (susulan shahih), sunan Al jam’u, ikhtisar,
istikhraj dan syarah.
Kitab
Shahih yang muncul pada abad ini adalah Shahih ibn hibban Al basti, Shahih Ibn
Huzaimah, Shahih Ibn Al sakan. Kitab Syarah yang muncul pada abad ini antara
lain: Syarh Ma’ani al atsar dan Syarh Musykil Al Atsar yang ditulis at tahawi.
Pada masa
berikutnya abad 7-8 H dan berikutnya
disebut masa penghimpunan dan pembukuan hadis secara sistematik (Al Jam’u wa
at- ta’nzim). Setelah pemerintahan Abbasiyyah jatuh ketangan bangsa Tartar
pada tahun 656 H maka pusat pemerintahan pindah
dari Baghdad ke Cairo, Mesir dan india. Pada masa ini banyak
pemerintahan yang berkecipung dalam bidang ilmu hadis seperti Al Barquq disamping
itu banyak usaha ulama india dalam mengembangkan kitab-kitab Hadis, di
antaranya merekalah yang meerbitkan ‘Ulum Al Hadits karangan Al Hakim.
B.
MACAM - MACAM KITAB HADIS
1. Al Mushannaf (abad ke-2 H)
Jauh sebelum al
Bukhari meluncurnya kitabnya untuk mengisi khazanah intelektual muslim para ulama
telah menyusun kitab-kitab hadis dengan memuat bab-bab tertentu, lazimnya kitab
semacam ini disebut al Mushannaf, al Jami atau al majmu’. Penulisan kitab
semacam ini merupakan pengalaman pertama bagi ulama islam. Dalam hal ini yang
mereka pentingkan adalah bagaimana merekam ajaran islam yang tidak dimuat dalam
Al quran. Kitab al mushannaf terdapat diseluruh kota-kota besar islam waktu
itu. Seperti Mekkah, Madinah, Bashrah, Kufah.
2. Al Musnad ( abad ke 2-3 H)
Ciri utama kitab jenis
ini adalah bahwa penyusunannya didasarkan atas nama sahabat yang
meriwayatkanya. Gerakan ini muncul pada akhir abad ka 2atau awal abad ke 3
dipelopori oleh Abu Daud sulaiman ibn al jarad at tayalisi. Tokoh inilah yang
disebut-sebut sebagai orang pertama penyusun Al musnad.
3. Kitab-kitab Shahih dan al jami’ (abad ke 3-4 H)
Pelopor kitab hadis
dengan metode ideal yang menyatakan bahwa hanya hadis shahih saja yang dimuat
didalam kitabnya adalah Imam Muhammad ibn ismail al bukhari. Metode penyusunan
ini kemudian diikuti oleh muridnya Imam Muslim.
Disebut al jami’
karena mencakup berbagai topik, kemampuan mencakup inilah
yang disebut al jami’, maka kitab shahih al bukhori itu diberi nama Al
jami’ as shahih al musnad al mukhtasar. Kitab Al jami’ tidak kurang memuat 8
topik di antaranya adalah Al aqidah, al ahkam.
4. Kitab-kitab sunan
Kitab sunan adalah
kitab yang di dalamnya tidak hanya memuat hadis-hadis shahih tetapi masuk juga
di dalamnya hadis-hadis dha’if. Tetapi diberi kejelasan bahwa hadis ini dha’if.
Ada empat ulama yang terkenal dikalangan ulama hadis menulis kitab sunan. Yaitu :
a.
Abu daud, sulaiman ibn
al asy’ats ibn ishaq al azdi al sijistani
b.
At tirmidzi abu isa
muhammad ibn isa ibn surah
c.
An nasa’i, abu
abdirrahman, ahmad ibn syu’aib ibn ali al khurasani
d.
Ibn majah, abu abdillah,
muhammad ibn yazid al qazwaini.
5. Kitab Al
mustadrak (abad ke 4 H)
Adalah jenis kitab
haids yang menghimpun hadis-hadis shahihyang tidak diriwayatkan dalam kitab
hadis shahih lain. Kitab yang terkenal adalah
a.
Al musytadrak karya al
imam al hakim al naisaburi
b.
Al musytadrak karya
Abu dzar al harawi dan al ilzamat al daruqutni.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sejarah kodifikasi
hadis terjadi atas lima tahap periode :
1.
Periode Nabi Muhammad Saw.
Nabi sebagai sumber hadis menjadi figur
sentral yang mendapat perhatian para sahabat. Segala aktivitas beliau seperti
perkataan, perbuatan dan segala keputusan beliau diingat dan disampaikan kepada
sahabat lain yang tidak menyaksikannya, bagi mereka yang hadir dan mendapatkan
hadis dari beliau berkewajiban menyampaikan apa yang dilihat dan apa yang di
dengar dari Rasulullah, baik ayat-ayat Al qur’an maupun perintah nabi
sesuai dengan sabda beliau. Yang
artinya: Sampaikan dariku walaupun satu ayat (HR. Al-Bukhari, Ahmad, dan
At-Tirmidzi dari Ibn Umar).
2.
Periode Sahabat
Setelah nabi wafat para sahabat belum
memikirkan pengkodifikasian hadis karena banyak problem yang dihadapi,
diantaranya timbulnya kelompok orang yang murtad, timbulnya peperangan sehingga
banyak penghafal Al qur’an yang gugur. Demikian juga kasus orang-orang
asing/non arab yang masuk islam yang tidak paham bahasa arab secara baik
sehingga dikhawatirkan tidak bisa membedakan antara Al qur’an dan hadis.
3.
Periode Tabi’in
Pada masa abad ini disebut masa
pengodifikasian hadis (al jam’u wad tadwin). Khalifar Umar bin Abdul
Aziz (99-101 H), Yang hidup pada akhir abad satu hijriyah menganggap perlu
adanya penghimpunan dan pembukuan hadis, karena beliau khawatir lenyapnya
ajaran-ajaran nabi setelah wafatnya para ulama’ baik dikalangan sahabat atau
tabiin. Oleh karena itu beliau instruksikan kepada para gubernur diseluruh
wilayah negeri islam agar para ulama dan ahli ilmu menghimpun dan membukukan
hadis.
4. Periode Tabi’ Tabi’in
Periode tabi’ tabi’in
artinya periode pengikut tabi’in yaitu pada abad ke 3 H yang disebut ulama’
dahulu/ salaf/mutaqaddimin. Sedangkan ulama’ pada abad berikutnya, abad
4 dan setelahnya disebut ulama’ belakangan/ muta’akhirin. Pada periode
abad ke 3 ini disebut masa kejayaan sunnah atau masa ke emasan sunnah karena
pada masa ini kegiatan rihlah mencari ilmu dan sunnah serta pembukuannya
mengalami puncak keberhasilan yang luar biasa.
5. Periode Setelah Tabi’ Tabi’in
Pada masa abad ini
disebut penghimpunan dan penertiban (Al jami’ wat tartib) ulama yang
hidup pada abad ke 4 H dan berikutnya disebut ulama’ muta’akhirin atau
khalaf (Moderen), sedangkan yang hidup sebelum abad ke 4 H disebut Ulama’ mutaqaddimin
atau ulama’ salaf.
Macam-macam kitab
Hadis 1. Al Mushannaf (abad ke-2 H). 2. Al Musnad (abad ke 2-3 H). 3.
Kitab-kitab Shahih dan al jami’ (abad ke 3-4 H). 4. Kitab-kitab sunan. 5.
Kitab Al mustadrak (abad ke 4 H).
B.
Saran
Kami selaku penyusun menyadari masih jauh dari sempurna dan
tentunya banyak sekali kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Hal ini
disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan kami.
Oleh karena itu, kami selaku pembuat makalah ini sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Kami juga mengharapkan
makalah ini sangat bermanfaat untuk kami khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, Amzah,
Cet.II. Jakarta, 2013.
Muh Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis,
Tiara wacana, Cet. III, Yogyakarta, 2011.
M. Alfatih Suryadilaga, Pengantar Studi Qur’an Hadis,
Kaukaba Dipantara, Cet.I. Yogyakarta, 2014.
Qadir Hasan, Ilmu Musthalah Hadis, Diponegoro,
Bandung. 2007.