Minggu, 18 Februari 2018

SEJARAH KODIFIKASI HADIS DAN MACAM – MACAM KITAB HADIS



MAKALAH
SEJARAH KODIFIKASI HADIS
DAN MACAM – MACAM KITAB HADIS
MATA KULIAH ULUMUL HADIS
T.A. 2017 / 2018
Pengampu : Bapak. Drs. Abdul Jalil, S.Th.I., M.S.I





Disusun Oleh :
Kelas A Kelompok 1
1.             Danik Maidotul Ainiyah                   ( 15360037 )
2.             Aang Sobari Saeful Risal                  ( 16360012 )
3.             Yuliansyah                                         ( 16360024 )
4.             Madhur M                                          ( 16360035 )
5.             Ahmad Ikbalullah                             ( 16360058 )

JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2018

KATA PENGANTAR

            Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Makalah dengan judul “Sejarah Kodifikasi Hadis dan Macam – Macam Kitab Hadis”.
Sholawat teriring salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah hingga zaman yang terang benderang.
            Tujuan dibuatnya makalah ini diharapkan agar dijadikan sebagai wawasan kita terhadap mata kuliah “ Ulumul Hadis ” sesuai dengan tema yang kami angkat. Penyusun telah berusaha demi keberhasilan dan kesempurnaan makalah ini. Namun, kami merasa masih terlalu banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon kritikan dan saran yang membangun baik dari dosen pembimbing maupun dari rekan-rekan mahasiswa.
             Tidak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Makalah ini, semoga dengan apa yang ada dalam Makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Amiin ...




Yogyakarta, Februari 2018


Penyusun


DAFTAR ISI
COVER..................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR..............................................................................................  2
DAFTAR ISI............................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
           A.    Latar Belakang............................................................................................... 4
           B.     Rumusan Masalah.......................................................................................... 4
           C.     Tujuan ...........................................................................................................  4
BAB II PEMBAHASAN
            A.    Sejarah Kodifikasi Hadis............................................................................... 5
1.      Periode Nabi Muhammad Saw.......................................................... 5
2.      Periode Sahabat................................................................................. 6
3.      Periode Tabi’in................................................................................... 7
4.      Periode Tabi’ Tabi’in.......................................................................... 8
5.      Periode Setelah Tabi’ Tabi’in............................................................. 8
            B.     Macam-Macam Kitab Hadis.......................................................................... 9
BAB III PENUTUP
            A.    Kesimpulan.................................................................................................... 11
            B.     Saran.............................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 13


BAB I
PENDAHULUAN
      A.    Latar Belakang
            Hadis adalah sumber ajaran islam disamping Al-Qur’an. Tanpa menggunakan hadis, syari’at islam tidak dapat dimengerti secara utuh dan tidak dapat dilaksanakan. Untuk memahami ayat Al Qur’an seringkali diperlukan meninjau bagaimana kondisi masyarakat ketika ayat itu turun, bagaimana antara rentetan peristiwa dengan turunnya ayat-ayat tertentu. Informasi seperti ini diperoleh di  dalam hadis.
            Persoalannya, setelah hadis mengalami sejarah pahit karena berbagai kepentingan, banyak hadis buatan orang dikatakan sebagai berasal dari nabi. Kondisi ini menyulitkan dalam memisahkan mana yang berasal dari nabi dan mana yang bukan. Itu sebabnya para ulama’ pada abad kedua Hijriyah mulai memikirkan bagaimana memisahkan hadis yang asli dan yang palsu itu. Kajian ini terdapat dalam ilmu hadis maka, disini kami akan menyajikan alur sejarah kodifikasi hadis dan macam-macam kitab hadis.

      B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat ditarik kesimpulan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana sejarah kodifikasi hadis?
2.      Apa saja macam – macam kitab hadis?

      C.    Tujuan
1.      Untuk memahami sejarah kodifikasi hadis.
2.      Untuk mengetahui berapa macam kitab hadis.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    SEJARAH KODIFIKASI HADIS
     Kendati terbuka peluang untuk membukukan hadis, tetapi dalam fakta sejarah dimasa sahabat belum ada kegiatan pembukuan hadis secara resmi, diprakarsai oleh pemerintah. Seperti umar bin khattab ia pernah berpikir membukukan hadis, ia meminta pendapat para sahabat dan disarankan untuk membukukannya. Tetapi setelah umar beristikharah sebulan lamanya ia membatalkan rencana itu dengan katanya: saya tadinya ingin menulis sunnah-sunnah kemudian saya teringat kaum terdahulu yang menulis buku-buku sibuk dengannya dan meninggalkan kitab Allah. Demi Allah saya tidak akan mencampuradukkan kitab Allah dengan apapun[1].
      Disitu pembukuan hadispun terlambat sampai pada masa abad ke-2 hijriyah dan mengalami kejayaan pada masa abad ke-3 Hijriyah. Penghimpunan dan pengodifikasian hadis mengalami proses perkembangan yang lamban, melibatkan banyak orang dari masa kemasa, dan menghadapi kendala serta permasalahan yang menjadi 5 periode, yaitu periode nabi Muhammad, periode sahabat, periode tabi’in, periode tabi’ tabi’in dan periode setelah tabi’ tabi’in. mari kita bahas perkembangannya dari periode ke periode.

1.      Periode Nabi Muhammad Saw.  
     Nabi sebagai sumber hadis menjadi figur sentral yang mendapat perhatian para sahabat. Segala aktivitas beliau seperti perkataan, perbuatan dan segala keputusan beliau diingat dan disampaikan kepada sahabat lain yang tidak menyaksikannya, bagi mereka yang hadir dan mendapatkan hadis dari beliau berkewajiban menyampaikan apa yang dilihat dan apa yang di dengar dari Rasulullah, baik ayat-ayat Al qur’an maupun perintah nabi sesuai  dengan sabda beliau. Yang artinya: Sampaikan dariku walaupun satu ayat (HR. Al-Bukhari, Ahmad, dan At-Tirmidzi dari Ibn Umar).
     Perhatian sahabat terhadap hadis sangat tinggi terutama diberbagai majlis nabi atau tempat untuk menyampaikan risalah islamiyah seperti di masjid, halaqah ilmu. Hadis tersebut diingat dan disampaikan kepada para sahabat lain yang tidak hadir dalam majlis demikian juga di antara  mereka yang tidak hadir dalam majlis rasul juga sangat intens mencari informasi tentang apa yang disampaikan beliau, baik yang secara langsung atau melalui utusan.
     Nabi Muhammad menjadi pusat narasumber, refrensi dan tumpuan pertanyaan ketika mereka menghadapi suatu masalah baik secara langsung atau tidak langsung. Ajaj Al khathib menjelaskan bahwa proses terjadinya hadis bisa jadi timbul dari berbagai sisi antara lain 3 sisi berikut ini. (1). Terjadi pada nabi sendiri kemudian dijelaskan hukumnya pada sahabat dan kemudian sahabat menyampaikan pada sahabat yang lain. (2). Terjadi pada sahabat atau kaum muslimin karena mengalami suatu problem kemudian bertanya pada Rasulullah. (3). Segala amal perbuatan dan tindaka nabi dalam menjalankan syari’at islam, baik menyangkut ibadah dan akhlak yang disaksikan para sahabat, kemudian mereka sampaikan pada tabi’in. 
     Dalam pemeliharaan hadis nabi muhammad mengandalkan hafalan para sahabat yang pada umumnya mereka memiliki daya  ingat dan daya hafal yang kuat. Hadis cukup diingat dan disimpan dalam dada mereka, sedangkan Al qur’an disimpan dalam tulisan dan didada mereka sekaligus.

2.      Periode Sahabat
     Setelah nabi wafat para sahabat belum memikirkan pengkodifikasian hadis karena banyak problem yang dihadapi, diantaranya timbulnya kelompok orang yang murtad, timbulnya peperangan sehingga banyak penghafal Al qur’an yang gugur. Demikian juga kasus orang-orang asing/non arab yang masuk islam yang tidak paham bahasa arab secara baik sehingga dikhawatirkan tidak bisa membedakan antara Al qur’an dan hadis.
     Abu bakar pernah berkeinginan membukukan sunnah tetapi digagalkan karena khawatir terjadi fitnah ditangan orang-orang yang tidak dapat dipercaya. Umar bin khattab juga pernah ingin mencoba menghimpunnya tetapi setelah bermusyawarah dan beristikharah selama satu bulan dia mengagalkannya. Kekhawatiran umar bin khattab dalam pembukuan hadis adalah tasyabbuh/menyerupai dengan ahli kitab, yaitu yahudi dan nasrani yang me inggalkan kitab Allah dan menggantinya dengan kalam mereka dan menempatkan biografi para nabi mereka didalam kitab tuhan mereka. Umar khawatir umat islam meninggalkan Al quran dan hanya membaca hadis. Jadi, abu bakar dan umar tidak berarti melarang pengodifikasian hadis, tetapi melihat kondisi pada masanya belum memungkinkan untuk itu. 
     Hukum kebolehan menulis hadis terjadi secara berangsur-angsur (at-tadarruj). Pada saat wahyu turun umat islam menghabiskan waktunya untuk menghafal dan menulis Al Qur’an. Sunnah hanya disimpan didalam dada mereka. Kemudian setelah Al qur’an dapat terpelihara dengan baik mereka telah mampu membedakannya dengan catatan sunnah dan tidak ada kekhawatiran meninggalkan Al quran para ulama sepakat bolehnya penulisan dan pengodifikasian hadis. Banyak sekali pada masa awal islampenulisan hadis sebagai catatan pribadi, bukan penulisan resmi dari khalifah.
     Mustafa Al A’zhami membuktikan tidak sedikit para sahabat dan tabi’in yang menulis hadis sebagai dokumentasi sejarah, yaitu mencapai antara 52 sahabat atau 53 orang sahabat,[2] Sedangkan Abdul Maujud mencatat 50 orang sahabat.[3]
     Para sahabat memang berbeda dalam banyak dan sedikitnya periwayatan karena profesi yang berbeda. Diantara mereka ada yang terjun dalam politik praktis seperti Abu bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Ada yang berprofesi sebagai petani, pedagang, ilmuan dan lain sebagainya. Ada 6 orang diantara sahabat yang tergolong banyak meriwayatkan hadis yaitu sebagai berikut :

1). Abu Hurairah, sebanyak 5.374 buah hadis                              
2). Abdullah bin Umar bin khattab, sebanyak 2.635                
3). Anas bin malik, sebanyak 2.286                    
4). Aisyah Ummi Al mukminin, sebanyak 2.210
5). Abdullah bin Abbas, sebanyak 1.660   
6). Jabir bin abdullah, sebanyak 1.540.[4]

Para sahabat yang terkenal banyak meriwayatkan hadis ada beberapa alasan, diantaranya kerena lebih dahulu bersahabat dengan nabi atau karena banyak berkhidmah dengan beliau atau karena banyak menyaksikan internal dalam rumah tangga beliau seperti Aisyah.
     Di antara sahabat yang sedikit dalam meriwayatkan hadis adalah  zubair bin awwam sekitar 38 hadis, zaid bin arqam sekitar 70 buah hadis dan imran bin husain sekitar 180 buah hadis.
     Pada masa ali, timbul perpecahan dikalangan umat islam akibat konflik politik antara pendukung ali dan muawiyah, umat islam terpecah menjadi tiga golongan yaitu. (1). Khawarij. (2). Syiah (3). Jumhur muslimin. Akibat perpecahan ini mereka tidak segan-segan membuat hadis palsu (mawdhu’) untuk mengklaim bahwa dirinya yang paling benar di antara golongan atau partai-partai di atas dan untuk mencari dukungan dari umat islam. Pada masa inilah sejarah awal munculnya hadis mawdhu’ yang merupakan dampak konflik politik secara internal.

3.      Periode Tabi’in
     Pada masa abad ini disebut masa pengodifikasian hadis (al jam’u wad tadwin). Khalifar Umar bin Abdul Aziz (99-101 H), Yang hidup pada akhir abad satu hijriyah menganggap perlu adanya penghimpunan dan pembukuan hadis, karena beliau khawatir lenyapnya ajaran-ajaran nabi setelah wafatnya para ulama’ baik dikalangan sahabat atau tabiin. Oleh karena itu beliau instruksikan kepada para gubernur diseluruh wilayah negeri islam agar para ulama dan ahli ilmu menghimpun dan membukukan hadis.

انظرواحديث رسول الله صلى الله عليه وسلم فأجمعوه
lihatlah hadis Rasulullah , kemudian himpunlah ia.
     Tidak diketahui secara pasti siapa diantara ulama yang lebih dahulu dalam melaksanakan instruksi khalifah tersebut.sebagian pendapat mengatakan Abu bakar muhammad bin amr bin hazm, pendapat lain mengatakan ar rabi’i bin shabih, namun pendapat yang paling populer adalah muhammad bin muslim bin as syihab az zuhri. Sedangkan ibn hazm hanya menyampaikan instruksi khalifah keseluruh negeri kekuasaan dan belum melakukan kodifikasi. Az Zuhri dinilai sebagai orang pertama dalam melaksanakan tugas pengodifikasian hadis dari khalifah umar bin Abdul Aziz.
     Berdasarkan inilah para ahli sejarah dan ulama berkesimpulan bahwa Ibn As Syihab Az zuhri orang pertama yang mengodifikasikan hadis pada awal tahun 100 H dibawah khalifah Umar bin Abdul Aziz. Maksudnya disini orang yang paling awal menghimpun hadis dalam bentuk formal atau instruksi dari khalifah dan ditulis secara menyeluruh, karena tentunya penghimpunan dimulai sejak masa Rasulullah dikalangan para sahabat dan tabi’in, namun belum menyeluruh dan bukan berdasarkan instruksi seorang khaifah.
     Kemudian aktivitas penghimpunan dan pengodifikasian hadis tersebar diberbagai negri islam pada abad ke 2 H ,  di antaranya Abdullah bin abdul Azizbin juraij (w, 150 H) di mekah, Sufyan Ats Tsauri (w, 161 H) di kufah, Imam Malik bin Anas (w, 179 H) di Madinah, dan lain-lain.

4.      Periode Tabi’ Tabi’in
     Periode tabi’ tabi’in artinya periode pengikut tabi’in yaitu pada abad ke 3 H yang disebut ulama’ dahulu/ salaf/mutaqaddimin. Sedangkan ulama’ pada abad berikutnya, abad 4 dan setelahnya disebut ulama’ belakangan/ muta’akhirin. Pada periode abad ke 3 ini disebut masa kejayaan sunnah atau masa ke emasan sunnah karena pada masa ini kegiatan rihlah mencari ilmu dan sunnah serta pembukuannya mengalami puncak keberhasilan yang luar biasa, seolah-olah pada masa ini seluruh hadis telah terhimpun semuanya dan pada abad berikutnya tidak mengalami perkembangan yang signifikan maka lahirlah buku induk hadis enam (ummahat kutub as sittah), yaitu buku hadis sunan Al Jami’ as shahih yang dipedomani oleh umat islam dan buku-buku hadis musnad. Maksud buku induk hadis enam ialah buku-buku hadis yang dijadikan pedoman atau refrensi para ulama’ hadis berikutnya yaitu:
1). Al Jami’ Ash Shahih li Al Bukhari (194-256 H).
2). Al Jami’ Ash Shahih li Al Muslim bin Al Hajjaj Al Qusyayri (204-261 H).
3). Sunan An nasa’i (215-303 H).                       
4). Sunan Abu Dawud (202-276 H).
5). Jami’ At tirmidzi (209-269 H).
6). Sunan Ibn Majah Al Quzwini (209-276 H).

5.   Periode Setelah Tabi’ Tabi’in
     Pada masa abad ini disebut penghimpunan dan penertiban (Al jami’ wat tartib) ulama yang hidup pada abad ke 4 H dan berikutnya disebut ulama’ muta’akhirin atau khalaf (Moderen), sedabgkan yang hidup sebelum abad ke 4 H disebut Ulama’ mutaqaddimin atau ulama’ salaf.
     Perbedaan mereka dalam periwayatan dan pengodifikasian hadis, ulama mutaqaddimin menghimpun hadis nabi dengan cara langsung mendengar dari guru-gurunya kemudian mengadakan penelitian sendiri baik matan atau sanadnya.untuk itu mereka tidak segan-segan mengadakan perjalanan jauh untuk mengecek kebenaran hadis yang mereka dengar dari orang lain. Sedangkan ulama muta’akhirin periwayatan dan pembukuannya bereferensi dan mengutip dari kitab-kitab mutaqadiimin, oleh karena itu tidak banyak penambahan hadis pada abad ini dan berikutnya kecuali hanya sedikit saja namun dari segi teknik pembukuan lebih sistematik daripada masa-masa sebelumya.
     Diantara kegiatan pengodifikasian hadis pada periode ini abad ke 4-6 H adalah dalam bentuk Mu’jam, shahih, Musytadrak (susulan shahih), sunan Al jam’u, ikhtisar, istikhraj dan syarah.
     Kitab Shahih yang muncul pada abad ini adalah Shahih ibn hibban Al basti, Shahih Ibn Huzaimah, Shahih Ibn Al sakan. Kitab Syarah yang muncul pada abad ini antara lain: Syarh Ma’ani al atsar dan Syarh Musykil Al Atsar yang ditulis at tahawi.
     Pada masa berikutnya  abad 7-8 H dan berikutnya disebut masa penghimpunan dan pembukuan hadis secara sistematik (Al Jam’u wa at- ta’nzim). Setelah pemerintahan Abbasiyyah jatuh ketangan bangsa Tartar pada tahun 656 H maka pusat pemerintahan pindah  dari Baghdad ke Cairo, Mesir dan india. Pada masa ini banyak pemerintahan yang berkecipung dalam bidang ilmu hadis seperti Al Barquq disamping itu banyak usaha ulama india dalam mengembangkan kitab-kitab Hadis, di antaranya merekalah yang meerbitkan ‘Ulum Al Hadits karangan Al Hakim.

B.     MACAM - MACAM KITAB HADIS
       1.      Al Mushannaf (abad ke-2 H)
Jauh sebelum al Bukhari meluncurnya kitabnya untuk mengisi khazanah intelektual muslim para ulama telah menyusun kitab-kitab hadis dengan memuat bab-bab tertentu, lazimnya kitab semacam ini disebut al Mushannaf, al Jami atau al majmu’. Penulisan kitab semacam ini merupakan pengalaman pertama bagi ulama islam. Dalam hal ini yang mereka pentingkan adalah bagaimana merekam ajaran islam yang tidak dimuat dalam Al quran. Kitab al mushannaf terdapat diseluruh kota-kota besar islam waktu itu. Seperti Mekkah, Madinah, Bashrah, Kufah.

      2.      Al Musnad ( abad ke 2-3 H)
Ciri utama kitab jenis ini adalah bahwa penyusunannya didasarkan atas nama sahabat yang meriwayatkanya. Gerakan ini muncul pada akhir abad ka 2atau awal abad ke 3 dipelopori oleh Abu Daud sulaiman ibn al jarad at tayalisi. Tokoh inilah yang disebut-sebut sebagai orang pertama penyusun Al musnad.

      3.      Kitab-kitab Shahih dan al jami’ (abad ke 3-4 H)
Pelopor kitab hadis dengan metode ideal yang menyatakan bahwa hanya hadis shahih saja yang dimuat didalam kitabnya adalah Imam Muhammad ibn ismail al bukhari. Metode penyusunan ini kemudian diikuti oleh muridnya Imam Muslim.
Disebut al jami’ karena mencakup berbagai topik, kemampuan mencakup  inilah  yang disebut al jami’, maka kitab shahih al bukhori itu diberi nama Al jami’ as shahih al musnad al mukhtasar. Kitab Al jami’ tidak kurang memuat 8 topik di antaranya adalah Al aqidah, al ahkam.
  
      4.      Kitab-kitab sunan
Kitab sunan adalah kitab yang di dalamnya tidak hanya memuat hadis-hadis shahih tetapi masuk juga di dalamnya hadis-hadis dha’if. Tetapi diberi kejelasan bahwa hadis ini dha’if. Ada empat ulama yang terkenal dikalangan ulama hadis menulis kitab sunan. Yaitu :
a.       Abu daud, sulaiman ibn al asy’ats ibn ishaq al azdi al sijistani
b.      At tirmidzi abu isa muhammad ibn isa ibn surah
c.       An nasa’i, abu abdirrahman, ahmad ibn syu’aib ibn ali al khurasani
d.      Ibn majah, abu abdillah, muhammad ibn yazid al qazwaini.

      5.      Kitab   Al mustadrak (abad ke 4 H)
Adalah jenis kitab haids yang menghimpun hadis-hadis shahihyang tidak diriwayatkan dalam kitab hadis shahih lain. Kitab yang terkenal adalah
a.      Al musytadrak karya al imam  al hakim al naisaburi
b.      Al musytadrak karya Abu dzar al harawi dan al ilzamat al daruqutni.


BAB III
PENUTUP
       A.    Kesimpulan
            Sejarah kodifikasi hadis terjadi atas lima tahap periode :
      1.      Periode Nabi Muhammad Saw.  
            Nabi sebagai sumber hadis menjadi figur sentral yang mendapat perhatian para sahabat. Segala aktivitas beliau seperti perkataan, perbuatan dan segala keputusan beliau diingat dan disampaikan kepada sahabat lain yang tidak menyaksikannya, bagi mereka yang hadir dan mendapatkan hadis dari beliau berkewajiban menyampaikan apa yang dilihat dan apa yang di dengar dari Rasulullah, baik ayat-ayat Al qur’an maupun perintah nabi sesuai  dengan sabda beliau. Yang artinya: Sampaikan dariku walaupun satu ayat (HR. Al-Bukhari, Ahmad, dan At-Tirmidzi dari Ibn Umar).

      2.      Periode Sahabat
Setelah nabi wafat para sahabat belum memikirkan pengkodifikasian hadis karena banyak problem yang dihadapi, diantaranya timbulnya kelompok orang yang murtad, timbulnya peperangan sehingga banyak penghafal Al qur’an yang gugur. Demikian juga kasus orang-orang asing/non arab yang masuk islam yang tidak paham bahasa arab secara baik sehingga dikhawatirkan tidak bisa membedakan antara Al qur’an dan hadis.

      3.      Periode Tabi’in
Pada masa abad ini disebut masa pengodifikasian hadis (al jam’u wad tadwin). Khalifar Umar bin Abdul Aziz (99-101 H), Yang hidup pada akhir abad satu hijriyah menganggap perlu adanya penghimpunan dan pembukuan hadis, karena beliau khawatir lenyapnya ajaran-ajaran nabi setelah wafatnya para ulama’ baik dikalangan sahabat atau tabiin. Oleh karena itu beliau instruksikan kepada para gubernur diseluruh wilayah negeri islam agar para ulama dan ahli ilmu menghimpun dan membukukan hadis.

      4.      Periode Tabi’ Tabi’in
Periode tabi’ tabi’in artinya periode pengikut tabi’in yaitu pada abad ke 3 H yang disebut ulama’ dahulu/ salaf/mutaqaddimin. Sedangkan ulama’ pada abad berikutnya, abad 4 dan setelahnya disebut ulama’ belakangan/ muta’akhirin. Pada periode abad ke 3 ini disebut masa kejayaan sunnah atau masa ke emasan sunnah karena pada masa ini kegiatan rihlah mencari ilmu dan sunnah serta pembukuannya mengalami puncak keberhasilan yang luar biasa.

      5.      Periode Setelah Tabi’ Tabi’in
Pada masa abad ini disebut penghimpunan dan penertiban (Al jami’ wat tartib) ulama yang hidup pada abad ke 4 H dan berikutnya disebut ulama’ muta’akhirin atau khalaf (Moderen), sedangkan yang hidup sebelum abad ke 4 H disebut Ulama’ mutaqaddimin atau ulama’ salaf.
Macam-macam kitab Hadis 1. Al Mushannaf (abad ke-2 H). 2. Al Musnad (abad ke 2-3 H). 3. Kitab-kitab Shahih dan al jami’ (abad ke 3-4 H). 4. Kitab-kitab sunan. 5. Kitab   Al mustadrak (abad ke 4 H).

     B.     Saran
Kami selaku penyusun menyadari masih jauh dari sempurna dan tentunya banyak sekali kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan kami.

Oleh karena itu, kami selaku pembuat makalah ini sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Kami juga mengharapkan makalah ini sangat bermanfaat untuk kami khususnya dan pembaca pada umumnya.



DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, Amzah, Cet.II.  Jakarta, 2013.
Muh Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, Tiara wacana, Cet. III, Yogyakarta, 2011.
M. Alfatih Suryadilaga, Pengantar Studi Qur’an Hadis, Kaukaba Dipantara, Cet.I. Yogyakarta, 2014.
Qadir Hasan, Ilmu Musthalah Hadis, Diponegoro, Bandung. 2007.



[1] Ajjal al-khathib, Usul al Hadits wa musthalahuh, Darul fikr, Beirut , 1979, hlm. 154.
[2] Al A’zhami, Dirasat fi al hadis an nabawi wa tarikh tadwinih, Juz 1, hlm. 92-167.
[3] Abdul Maujud, Kasyf Al litsam, hlm. 91-104
[4] Mahmud at tahan, Tasyir Musthalah al hadis, hlm. 199.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa pesan saya jadilah orang yang jujur. Jangan jadi orang yang plagiat yang tidak mencantumkan sumber referensinya.

Kritik dan Saran sangat saya butuhkan, Demi menciptakan sesuatu yang sangat berguna dan bermanfaat Fiddunya Wal Akhiroh