Selasa, 14 Maret 2017

FIQH DAN USHUL FIQH MADZHAB HAMBALI

MAKALAH
FIQH DAN USHUL FIQH MADZHAB HANBALI






Dosen Pengampu: H. Wawan Gunawan, S.Ag., M.Ag.

Disusun Oleh: Kelompok 4

1.    Aang Sobari Saeful Risal        (16360012)
2.    Indriana                                   (16360013)
3.    Abdul Munif Afandi              (16360014)
4.    Junita Nur Atika                     (16360015)



JURUSAN PERBANDINGAN MADZHAB
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016/2017


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
            Segala puji bagi Allah swt atas segala karunia, rahmat, hidayah dan inayah nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam tak lupa pula kita ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW, suri tauladan yang mulia serta inspirator dalam segala aspek kehidupannya.
            Secara keseluruhan, makalah ini berisi tentang Imam Hanbali. Termasuk di dalam nya kehidupan, perjalanan keilmuan, pemikiran-pemikiran, hambatan serta buah karyanya. Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik karena bantuan banyak pihak. Oleh karena itu penyusun menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penusunan makalah ini. Dan memohon maaf atas kekurangan yang terdapat dalam makalah ini
            Dasar penyusunan makalah ini adalah buku-buku yang berisi tentang biografi dan perkembangan madzhab yang didapat dari berbagai sumber. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan membawa kebaikan sebagaimana mestinya. Aamiin.
Wassalamu’alaikum. Wr.Wb.

Yogyakarta, November 2016


Penyusun



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... 1
DAFTAR ISI................................................................................................. 2
A.  PENDAHULUAN.................................................................................... 3
1.    Latar Belakang...................................................................................... 3
B.  PEMBAHASAN....................................................................................... 4
1.    Biografi Imam Ahmad Ibn Hanbal....................................................... 4
2.    Fiqh Imam Ahmad Ibn Hanbal............................................................. 7
3.    Usul Fiqh Imam Ahmad Ibn Hanbal.................................................. 15
4.    Kitab Karya Imam Ahmad Ibn Hanbal.............................................. 19
C.  PENUTUP............................................................................................... 22
1.    Kesimpulan......................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 23



A.   PENDAHULUAN

1.    Latar Belakang
Islam adalah agama terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.Sumber ajaran islam adalah Al-Qur’an dan Hadits. Jadi umat islam pada pelaksanaan hukum Islam berpedoman pada dua sumber itu. Ketika Rasulullah masih hidup, segala permasalahan yang belum jelas hukum nya bisa ditanyakan langsung kepada Rasul sehingga pada masa itu para sahabat tidak mengalami kesulitan.
Namun ketika Rasulullah wafat dan masa itu agama islam telah tersebar ke berbagai daerah, permasalahan-permasalahan baru muncul dan solusi untuk itu adalah menyelesaikannya dengan cara masing-masing. Munculah para ulama dengan metode dan hasil pemikirannya.
Munculah ahli hadist dan ahli Fuqaha yang menyelesaikan persoalan dengan metode tekstual atau kontekstual. Sebut saja Malik bin Annas, Abu Hanifah, Muhammad Idris As-syafi’i yang mendapat dukungan dari pengikutnya lalu berkembang menjadi madzhab.
Ahmad bin Hanbal, seorang Imam madzhab terakhir mendapat banyak hambatan dalam kehidupannya. Muncul lebih akhir daripada madzhab yang lain membuat hasil pemikirannya kalah sukses dalam penyebarannya. Ia terkenal ketat ketat berpegang pada sunnah nabi setelah Al-Qur’an. Madzhab ini disebut-sebut kurang sukses penyebaran ajarannya. Apa yang membedakan ia dan imam madzhab sebelumnya. Hal ini lah yang mendasari kami (penyusun) untuk membahas mengenai Imam Hambali dan proses pembentukan serta penyebaran madzhabnya.
 
B.   PEMBAHASAN

1.    Biografi Ahmad Bin Hanbal
Imam Hambali, salah satu imam madzhab sunni yang bernama lengkap Abu Abdullah Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn Hilal ibn Asad ibn Idris ibn Abdullah ibn Hayyain ibn Abdullah Ibn Anas ibn Auf ibn Qasit ibn Syaiban[1]. Ia dikenalsebagai teladan yang zuhud dan saleh. Beliau hidup di zaman pemerintahan Abbasyah. Lahir di kota Baghdad, bulan Rabiul Awal 164 Hijriyah dan wafat pada Jum’at 12 Rabiul Awal 241 H
Orang tua Ibn hambal adalah keturunan arab. Ayah nya Muhammad adalah seorang tentara dan Ibunya bernama Safiyyah binti Maimunah binti Abdul Malik Asy- Sya’bani dari suku Amir. Ia hidup dalam kemiskinan lantaran Ayahnya meninggal sebelum dia dilahirkan. Ia pernah bekerja di kedai–kedai jahit, memenun kain kemudian menjualnya, dan kadangkala membawa barang - barang di jalan - jalan.Sejak umur 14 tahun ia mulai belajar bahasa dan menghafal Al-Qur’an. Setelah dia mempelajari bahasa dan mengafal Qur’an Ibnu Hambal belajar menulis dan mengarang. Sebagian ilmu dia pelajari dari Abu Yusuf. Beliau menyalin kitab-kitab Abu Yusuf kemudian menghafalnya. Ibn Hambal pernah mengembara ke Mekkah, Madinah, Syam, Yaman, Kufah, Baghdad, Basrah dan Jazirah untuk menuntut ilmu.
Guru pertama nya yaitu Abi Yusuf Yakub bin Ibrahim Al- Qadhi yang mengajarinya ilmu Fiqih dan Hadist. Ada yang berpendapat bahwa guru pertamanya yaitu Husyaim bin Basyir bin Abi Khasim Al Wasiti, seorang ahli hadist.Lima tahun lamanya Ibn Hambal berguru pada Husyaim. Dalam mempelajari fiqh dan usul Fiqh ia berguru pada Imam Syafi’i. Ibnu Hambal bertemu Imam Syafi’i ketika Imam Syafi’i mengajar di Masjid al Haram. Ibnu Hambal telah belajar bagaimana memahami dan menyimpulkan hukum (Istimbath) dari Imam Syafi’i Ia mengaku kagum pada kecakapan imam Syafi’i dalam mengistimbathkan hukum islam.Selain itu beliau juga berguru pada Umair Bin Abdullah, Abdur Rahman bin Mahdi, Abi Bakar bin Iyasy dan Sufyan ibn Uyainah.
Ibn Hambal memilih jalan ahli hadis. Awalnya ia mengumpulkan hadist yang diriwayatkan ulama-ulama di kotanya. Ibn Hambal menerima hadis mulai tahun 179 H-186 H di Baghdad lalu bergerak menuju Basrah kemudian tahun berikutnya menuju Hijaz. Sejak umur 16 tahun beliau mempelajari hadis dan melawat ke berbagai kota untuk mencari hadis.
Setelah banyak belajar dari guru-guru nya, pada umurnya yang ke 40 tahun beliau mengajar hadis di masjid Al Jamii Baghdad. Ia mempunyai 2 majlis, yang pertama pelajaran ‘am diadakan setelah ashar di masjid dan yang kedua pelajaran khas diadakan di rumahnya.Ibn Hambal mencatat hadis yang ia dengar dan pelajari untuk menghindari kelupaan. Dalam mengajar ia duduk dengan tenang dan tidak pernah bersendau gurau. Di majlis nya adakalanya ia meriwayatkan hadis dan adakalanya memberikan fatwa.Termasuk para muridnya yaitu Imam Bukhari, Imam Muslim, Yahya bin Adam, Abu Daud, Abdul Rahman bin Mahdi, Yazid bin Harun, Ibrahim Al Harbi, Ad-Damasyiqi dan banyak lagi.
Ibnu Hambal menikah dengan Husan, hamba sahaya nya dan Al-Abbasah binti Al-Fadl. Dari Husan ia dikaruniai beberapa anak yaitu Said, Muhammad, Al-Hasan, Zainab dan Fatimah serta dua orang anak kembar yang diberi nama Hasan dan Husen yang meninggal setelah baru dilahirkan. Dari Abbasah beliau dikaruniai beberapa anak yaitu Salih dan Abdullah.
Khalifah Al- Makmun, penguasa Abbasyah pada masa itu mengajak para ulama supaya sependirian dengan dirinya tentang kemakhlukan Al-Qur’an sebagaimana pendapat sahabat-sahabat Al-Makmun, Mu’tazilah. Imam Ahmad menyatakan faham itu salah dan menyimpang dari Al-Qur’an. Al- Makmun menggunakan kekuasaannya untuk memaksa para ulama supaya berpendirian sama dengannya. Namun Ibn Hambal menolak hal itu dan dia pun dipenjara, diasingkan ke Tarsus dan dicambuk hingga pingsan. Meskipun dalam keadaan yang menderita dia tetap teguh pada pendiriannya. Konflik ini mereda ketika masa Khalifah Al- Mutawakkil, Ibn Hambal dilepaskan dan kembali mengajar seperti biasa. Ia dihormati dan dimuliakan walau telah mengalami penderitaan selama 14 tahun[2].
Menjelang kematiannya, ibn Hambal terkena penyakit demam panas pada hari pertama di bulan Rabi’ul Awal 240 H. Ketika ia sakit, ia tidak pernah mengeluh meski bagaimana pun keadaannya, beliau tetap menjalankan solat sebagaimana mestinya. Ketika ia berwudhu dan tidak mampu menyuci celah jari nya ia meminta kepada anak-anaknya untuk menyucikannya. Imam Ibn Hambal wafat pada hari jum’at pagi tanggal 12 bulan Rabiul Awal 241 H dan dikebumikan ba’da sholat Jum’at diiringi pulahan ribu orang[3].
Murid – murid Imam Ahmad ibn Hambal yang terkenal dintaranya adalah Ibnu Qoyyim Al – Jauziyah dan Najmudin Ar- Rafi. Kaidah Fiqhnya yang terkenal dari Ibnu Qoyyim Al- Jauziyah adalah “ Hukum bisa berubah dan beragam karena perubahan waktu, tadisi dan niat”. Sedang dari Najmudin Ar- Rafi Kaidah Fiqhnya adalah “ Bila ada pertentangan antara Nash dan Maslahat, maka Maslahatlah yang lebih di utamakan”.
Imam Ahmad bin Hambal menurut shubhiy secara mapan mengajarkan ajaran keagamaan nya di Baghdad. Tersiarnya mazhab hambali, tidak seperti tersiarya mazhab lainnya. Mazhab ini mulai tersebar di kota Baghdad tempat kediaman Imam Ahmad ibn Hambal, kemudian berkembang pula ke negeri Syam[4]. Masa awal pertumbuhan madzhab Hambali mendapat pergolakan dan hambatan dalam perkembangan nya karena berbagai daerah telah memeluk satu mazhab tertentu sehingga pemeluk mazhab ini sedikit. Seperti Mesir yang saat itu dikuasai dinasti Fatimiyah kemudian diganti ayyubiyah merupkan penganut Fanatik satu mazhab.
Mazhab Hambali banyak tersebar di Kawasan Syam (Siria), khususnya Nabulus dan di sekitar Damaskus. Di kawasan Jazirah Arabia, madzhab Hambali berkembang belakangan, yaitu pada saat munculnya pergerakan yang dipimpin oleh Muhammad bin Abdul Wahhab. Tokoh ini adalah pengikut madzhab Hambali yang fanatik yang ditekuninya dari kitab Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Di tangan keduanya lah ajaran Imam Hambali semakin meluas.
Menurut Mani’ ibn Hamad Al-Juhni, penyebarannya tidak seluas 3 madzhab pendahulunya dikarenakan 4 faktor, yaitu :
1.    Terlalu berpegang teguh pada riwayat dan naql.
2.    Sempitnya peluang melakukan ijtihad, kecuali dalam keadaan darurat.
3.    Tidak didukung oleh pemerintah, kecuali masa sekarang mendapat dukungan pemerintah Saudi Arabia.
4.    Kemunculannya lebih akhir dari madzhab yang lain, maka pada masa sekarang berkembang di Saudi Arabia[5].
2.    Fiqh Imam Ahmad ibn Hanbal
Pengertian Fiqh menurut bahasa berarti pemahaman atau pengetahuan. sedangkan menurut istilah fiqh adalah  ilmu yang menerangkan hukum syara amali yang diambil dari dalil – dalil yang terperinci.[6].
Pemikiran islam tentang fiqih oleh Imam Hambali. Ahmad ibn Hanbal (Imam Hambali) menyibukkan diri sebagai seorang yang Ahli Hadist (tradisionalist), para ahli theology menyetujui bahwa Imam Hambali sebagai Ahli Hadist. Adapun hasil pemikirannya tentang Islam mengenai ilmu fiqih sebagai berikut.
1.    Najis dan bersuci :
Menurut madzhab Imam Hambali tentang bersuci, Imam Hambali berpendapat bahwa: “Najis tidak dapat dihilangkan kecuali dengan air”. Dari pendapat Imam Hambali tersebut, kami dapat memberi sebuah pendapat bahwa yang dimaksudkan oleh Imam Hambali adalah najis tidak akan dikatakan hilang apabila belum dibasuh dengan air. Namun air yang seperti apa? Apakah bisa dengan sembarang air atau bagaimana? Itulah pertanyaan yang timbul ketika kami berfikir tentang pendapat Imam Hambali mengenai bersuci.
Kemudian ada sebuah pendapat Imam Hambali kembali mengenai bersuci, “Air tersebut tidak dapat dipergunakan untuk bersuci”. Pernyataan inilah yang seakan membuat kami menjadi bertanya-tanya, air seperti apakah yang dimaksudkan? Maka kami dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud oleh Imam Hambali ialah air yang mampu untuk bersuci harus memiliki syarat mutlak yaitu air yang suci sekaligus mensucikan. Artinya banyak sekali jenis air yang suci namun belum tentu mensucikan.
2.    Wudlu
Ada beberapa pendapat Imam Hambali mengenai Wudlu, antara lain:
·       Membaca Basmalah ketika wudlu adalah wajib.
·       Berkumur dan menghirup air kedalam hidung adalah sunnah didalam wudlu serta mandi.
·       Wajib mengusap seluruh kepala.
·       Disunnahkan mengusap kepala dengan sekali sapu.
·       Kedua telinga termasuk bagian kepala. oleh karena itu, disunnahkan mengusap keduanya ketika mengusap kepala.
·       Sunnah mengusap kepala serta telinga dengan sekali usap.
·       Boleh mengusap kedua kaki, boleh juga memilih antara membasuh dan mengusap seluruh kaki.
·       Tertib didalam wudlu itu wajib.
Hal–hal yang dapat membatalkan Wudhu menurut Imam Hambali antara lain, sebagai berikut[7] :
·      Apapun yang keluar dari qubul dan dubur dapat membatalakan Wudhu.
·      Apabila seseorang terus menerus berhadas, seperti air kencing terus menetes atau sebentar – sebentar menetes, tidak membatalkan Wudhu asal setiap sholat melakukan Wudhu.
·      Kalau hati, pengllihatan dan pendengarannya tidak berfungsi sewaktu tidur, sehingga tidak dapat mendengar pembicaraan orang – orang sekitarnya dan tidak dapat memahaminya, baik orang yang tidur tersebut dalam keadaan duduk , telentang atau berdiri, maka kalau sudah demikian dapat membatalkan Wudhu.
·      Imam Syafi’i dan Hambali berpendapat menyentuh wanita lain itu dapat membatalkan Wudhu secara mutlak, baik sentuhan dengan telapak tangan maupun dengan belakangnya.
·      Muntah dapat membatalkan Wudhu secara mutlak.
·      Keluarnya darah dan nanah dapat membatalkan Wudhu dengan  syarat darah dan nanah yang keluar itu banyak.
Dari beberapa pendapat Imam Hambali tersebut, kami dapat memberi pendapat bahwa dalam hal wudlu ataupun rukun wudlu itulah yang sekarang ini dianut oleh kebanyakan masyarakat Islam di Indonesia. Namun ada sebuah kekurangan atas pendapat Imam Hambali dalam hal wudlu yang sebenarnya wajib dilakukan dalam rukun wudlu yaitu mengenai membasuh wajah atau muka.
3.    Tayamum
Menurut Imam Hambali mengenai Tayamum, ada beberapa pendapat yang dikemukakan yaitu antara lain:
·       Tidak boleh bertayamum kecuali dengan tanah yang suci atau dengan pasir yang berdebu.
·       Mengusap sampai kesiku adalah mustahab (sunnah), sedangkan sampai kepergelangan tangan adalah wajib.
·       Tayamum akan batal secara mutlak jika telah menemukan air.
·       Tidak boleh mengerjakan dua sholat fardu dengan satu tayamum, baik bagi orang mukmin ataupun musyafir.
Dari beberapa pendapat Imam Hambali tersebut mengenai Tayamum, maka kami berpendapat bahwa tata cara bertayamum serta hal yang membatalkan tayamum sudah sejalan dengan dasar hukum islam yaitu Al-qur’an. Namun seperti halnya pendapat Imam Hambali mengenai wudlu,dalam tayamum ini pun sama. Masih ada sebuah kekurangan tentang mengusap wajah atau muka.
Disamping itu, kami berpendapat mengenai tayamum yang tidak boleh mengerjakan dua waktu sholat fardu dengan satu tayamum. Artinya ialah hanya satu waktu sholat saja untuk satu tayamum,apabila untuk melaksanakan sholat fardu berikutnya harus melakukan tayamum kembali.
4.    Sholat
Imam Hambali berpendapat mengenai Sholat antara lain:
·  Menutup aurat termasuk syarat-syarat sholat.
·  Mengangkat kedua tangan pada waktu takbirotul ikhrom ada tiga. pendapat, yaitu sejajar bahu, sejajar telinga dan boleh memilih diantara keduanya
·  Bersedekap dengan meletakkan kedua tangan dibawah pusar.
·  Wajib membaca Surat Al fatihah pada setiap roka’at sholat.
Berdasarkan pendapat Imam Hambali tersebut mengenai Sholat, kami berpendapat bahwa dalam sholat seorang muslim atau muslimat wajib menutup anggota tubuh mereka yang sebagai daerah terlarang untuk diperlihatkan (aurat), karena dari segi moral bertujuan untuk menjaga kesopanan dan harga diri seseorang.
Mengenai mengangkat tangan saat takbirotul ikhrom sebagian orang ada yang sejajar bahu, Namun ada pula yang melakukannya sejajar telinga. Kedua hal tersebut sah untuk dilakukan, akan tetapi lebih baik dilakukan dengan sejajar bahu. Karena sesuai dengan anjuran Rosulullah SAW. Begitu pula dengan tata cara bersedekap,lebih baik diletakkan diatas pusar atau lebih tepatnya di ulu hati.
Selain itu mengenai wajibnya membaca surat Al fatihah itu sangat diharuskan, karena itu termasuk rukun dan syarat sahnya sholat. Jika hal itu tidak dilakukan maka sholat yang dilakukan dapat dikatakan sia-sia.
5.    Zakat
Mengenai membayar zakat, Imam Hambali berpendapat bahwa “Jika seseorang memiliki barang sampai nisab, maka ia harus mengeluarkan zakatnya”. Artinya bahwa seseorang yang memiliki harta atau kekayaan yang sudah mencapai nisab (berat timbangan) sesuai dengan hukum islam. Maka diwajibkan untuk mengeluarkan zakat. Hal ini bertujuan agar kita belajar untuk saling berbagi dengan sesama, karena semua hal yang kita punya adalah titipan yang sifatnya sementara.
6.    Puasa, menurut Imam Hanbali mengenai puasa, ada beberapa pendapat diantaranya:
·       Waktu niat dalam berpuasa ramadhan antara terbenam matahari hingga waktu fajar kedua (fajar sadiq). Sedangkan puasa sunah boleh pada malam hari atau pagi hari dengan satu syarat belum makan sesuatu apapun dari terbit fajar.[8]
·       Puasa dikatakan batal jika melakukan persetubuhan, namun jika makan tidak dikatakan batal.
Dari beberapa pendapat Imam Hambali mengenai puasa, kami dapat memberikan pendapat bahwa dalam melakukan niat puasa dibulan ramadhan itu pada waktu tenggelam matahari, lebih tepatnya setelah kita usai mengerjakan sholat tarawih hingga sebelum terbit fajar. Niat tersebut bias saja didalam hati ataupun diucapkan, karena untuk lebih meyakinkan serta memantapkan akan apa yang akan dilakukan termasuk niat berpuasa.
Barang siapa yang lupa berniat  pada malam harinya, tapi bukan sengaja meninggalkan itu , maka hendahlah ia berniat ketika ingat, walaupun telah sianng. Hal ini didasarkan firman Allah :
ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ ۚ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ ۚ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَٰكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya :
“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S al–Ahzab : 5)
Menurut Imam Hanafi, Maliki, dan Hambali bila hilal telah nampak pada suatu daerah, maka seluruh penduduk berbagai daerah wajib berpuasa, tanpa membedakan jauh dan dekat, dan tidak perlu beranggapan adanya perbedaan munculnya hilal.[9]
Pendapat Imam Hambali mengenai batalnya puasa jika bersetubuh, namun jika makan puasa itu tidak batal. Imam Hambali berpendapat demikian dengan catatan bahwa ada unsur paksaan. Namun seperti yang kita tahu bahwa puasa ialah menahan lapar dan dahaga serta hawa nafsu dari terbit fajar sampai tenggelamnya matahari. Menurut kami atas dasar pengertian puasa tersebut, bagaimana pun keadaannya. jika kita makan maka puasa pada saat itu juga dapat dikatakan batal.
7.    Haji
Imam hambali dalam pendapatnya mengenai Haji yaitu “Wajib dilaksanakan dengan segera dan tidak boleh ditunda-tunda jika sudah berkewajiban”. Dari pendapat Imam Hambali, kami dapat memberikan pendapat bahwa yang dimaksud berkewajiban ialah seseorang yang telah memenuhi syarat untuk menunaikan ibadah haji. Baik secara material (harta) maupun spiritual (mental).
Seperti yang terkandung dalam rukun Islam yang kelima, Menunaikan ibadah haji bila mampu. Jika seseorang tersebut telah mampu secara fisik maupun mental, memiliki harta yang cukup, serta sudah mubaligh (dewasa). Maka diharuskan untuk melaksanakan ibadah haji tersebut dan tidak boleh menundanya lagi.



8.    Wali dalam Akad Nikah[10]
Imam Syafi’i, Maliki Hambali (jumhuhr ulama) berpendapat bahwa suatu perkawinan tidak sah tanpa ada wali. Dasar yang mereka pergunakan adalah Q.S An – Nur : 32
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Q.S an–Nur : 32)
Menurut Imam Syafi’I dan Imam Hambali  jika wanita yang baligh dan berakal sehat itu masih gadis, maka hak mengawinkan dirinya ada pada wali. Akan tetapi jika ia janda, maka hak itu ada pada keduanya. Wali tidak boleh mengawinkan janda itu tanpa persetujuannya, sebaliknya wanita itu tidak boleh mengawinkan  dirinya tanpa restu sang wali. Akad yang diucapkan hanya oleh wanita tersebut tidak berlaku sama sekali, walaupun akad itu sendiri memerlukan persetujuannya.
Imam Hambali memberikan urutan tentang susunan wali dalam nikah yaitu: ayah, penerima wasiat dari ayah, kemudian yang terdekat dan seterusnya mengikuti aturan yang ada dalam waris dan baru beralih ke tangan hakim.
3.    Ushul Fiqh Imam Ahmad Ibn Hambal
Secara bahasa ushul fiqih berasal dari dua kata, yaitu ushul dan fiqih.Ushul artinya sumber, asal, dasar, kaidah atau pondasi.Sedangkan fiqih adalah dasar–dasar pemahaman. Dengan demikian ushul fiqh adalah ilmu yang membahas tentang metode penggalian dan penetapan (istimbat) hukum islam ( fiqh ).[11]
Menurut abu qayyim al -jauziyah , prinsip dasar madzhab imam hambali adalah sebagai berikut :
1.   Nas dari al quran dan sunah yang shoheh
2.   Fatwa para sahabat nabi yang disetujui semua sahabat
3.   Fatwa para  sahabat nabi yang timbul dalam perselisihan diantara mereka yang diambilnya yang lebih dekat dengan nas al quran dan sunah.
4.   Hadits mursal dan hadits doif, jika tidak ada suatu hadits shahih.
5.   Qiyas, bila tidak memperoleh nassh, tidak pula memperoleh pendapat sahabat, tidak ada hadits mursal atau hadits dhaif. Ia menggunakan qiyas ketika darurat.
Kemudian dalam perkembangan madzhab hambali pada generasi berikutnya, madzhab ini juga menerima istihsan, sad az-Zari’ah, urf, istishab dan al–maslahah al–mursalah sebagai dalil dalam penetapan islam[12].
Ciri khas Ushul Fiqh Imam Ahmad ibn Hambal adalah dalam mengistimbathkan hukum, Imam Ahmad ibn Hambal hanya emakai Qiyas dalam keadaan darurat, yaitu saat tidak ada hadits dan fatwa sahabat yng menjelaskannya. Sehingga madzhab ini lebih condong kepada madzhab hadits.
Ahmad menempatkan al-Qur’an sebagai sumber hukum pertama karena tidak seorangpun ulama yang yang mengatakan bahwa as-Sunnah harus ditempatkan pada posisi yang  pertama. Ahmad sependapat dengan asy-Syafi’i yaitu menjadikan as-Sunnah sebagai penjelas al-Qur’an yang dipergunakan untuk mentakhsis ‘am al-Qur’an. Menurut Ahmad, dhahirnya al-Qur’an harus ditafsirkan dengan as-Sunnah.
لوساغ ردّسنن رسول الله صلى الله عليه وسلم فهمه الرّجل من ظهر الكتاب لردّتْ بذلك اكثر السنة وبطلت باالكيّة.
“Jikalau boleh menolak sunnah-sunnah Rasulullah lantaran sesuatu faham yang difahami seseorang dari zahir al-Qur’an, tentulah harus ditolak kebanyakan sunnah Nabi dan rusaklah sunnah itu sama sekali.”
Menurut Ahmad as-Sunnah ditempatkan pada posisi yang kedua sebagai sumber hukum karena al-Qur’an itu qath’i sedangkan as-Sunnah dhanni, as-Sunnah sebagai penjelas al-Qur’an lalu hadits sendiri menempatkan dirinya pada martabat kedua. Ahmad menetapkan bahawa jika seseorang mencari apa yang ada di al-Qur’an haruslah melalui as-Sunnah.
إذ روينا عن النبيّ صلى الله عليه وسلم فى الحلال والحرام والأحكام شدّدْنا فى الأسانيد وانتقدْنا الرجال وإذروينا فى الفضاءل والعقاب سهّلنا فى الأساند وتسا محنا فى الأحاديث.
“Apabila kami riwayatkan dari Nabi s.a.w. tentang halal, haram dan hukum, kami berlaku amat teliti dalam memperhatikan sanad dan kami kritik para perawinya. Dan apabila kami riwayatkan dari Nabi tentang fadla-il dan siksa, kami berlaku mudah dalam menghadapi sanad dan kami tidak bersikap keras dalam menghadapi hadits-hadits itu.”
Kemudian Ahmad menempatkan fatwa shahabi karena dipandang sebagai hujjah yang mengiringi hadits Nabi SAW dan mendahulukan hadits mursal dan hadits dha’if dari pada qiyas. Hadits mursal tabi’i adalah hadits yang dikemudiankan dari fatwa shahabat lalu hadits mursal shahabi tidak dikemudiankan dari fatwa shahabi. Ahmad memandangnya sebagai dasar kedua sesudah as-Sunnah. Dalam hadis ia menitikberatkan kepada shahih sanad tanpa memandang kepada banyak atau sedikit yang merawi.[13]
والحق أنّه ليس بحجّجة فإنّ الله لم يبعث إلى هذه الأمّة إلاّ نبيّنا محمّدا و ليس لنا إلاّرسول واحد وكتاب واحد, وجميع الأمّة مأ مور بإتّباع كتابه وسنّة نبيّه.
“Pendapat yang haq, ialah pendapat sahabi tidak dapat menjadi hujjah karena sesungguhnya Allah tidak mengutus kepada ummat ini selain dari pada Nabi Muhammad dan kita tidak mempunyai selain dari pada seorang Rasul dan sebuah kitab. Semua ummat diperintah mengikuti Kitab Allah dan Sunnah Nabinya.”
Menurut sebagian riwayat Ahmad juga mengambil fatwa-fatwa tabi’in ada juga yang mengatakan tidak mengambil atau menerima fatwa tabi’in. Akan tetapi Hanbaliyahlah yang  mengambil fatwa tabi’in dan ada yang mendahulukannya dari pada qiyas dan ada juga yang tidak. Ahmad tidak mengambil pendapat tabi’in sebagai dasar tasyri’ tetapi hanya untuk ihtiyath.
Ahmad berpendapat bahwa ijma’ tidak mungkin terjadi selain pada masa sahabat. Para perawi mengatakan bahwa Ahmad berkata, “Barang siapa mengatakan adanya ijma’, maka dia itu adalah seorang yang dusta”. Ahmad menolak ijma’ selain masa sahabat karena pada masa sahabat pasti mereka bersandar pada al-Qur’an dan Sunnah. Pendapat Ahmad terhadap ijma’ adalah perselisihan adalah pada ijma’ yang selain sahabat, karena tidak ada jalan untuk mengetahui ijma’.
من ادّعى وجود الإجماع فهو كا ذب.
 “Barang siapa adanya ijma’, maka dia itu adalah seorang yang dusta.”
Qiyas dalam fiqh Islam adalah, “Menghubungkan sesuatu urusan yang tidak dinashkan hukumnya, dengan urusan lain yang dinashkan hukumnya, lantaran keduanyasama pada sifat yang mewajibkan hukum itu”. Jika ada yang mengatakan bahwa Ahmad menolak qiyas, maka qiyas yang ditolak Ahmad, ialah qiyas di tempat nash. Ahmad menolak qiyas dan lebih suka menggunakan hadist dla’if dari pada menggunakan qiyas selama masih ada hadist atau fatwa sahabat. Karena jika seseorang lebih suka menggunakan qiyas maka secara tidak langsung menolak hadist dan fatwa sahabat. Ahmad menggunakan qiyas hanya pada waktu darurat saja dan karena tidak ada dalil.
استخراج الحكم المذ كور لما لم يذ كر بجا مع بينهما.
“Mengeluarkan hukum yang telah disebutkan untuk yang belum disebutkan lantaran ada persamaan antara keduanya.”
Menurut asy-Syaukani, “Istishhab, ialah bahwasannya apa yang telah ada di masa yang telah lalu, maka menurut hukum asal dipandang masih ada di masa sekarang dan di masa yang akan datang”. Jadi misal, jika ada sesuatu yang asalnya wajib maka tetaplah wajib sehingga ada dalil yang tidak mewajibkannya. Begitu juga dengan hukum sunah, mubah, haram dan lain-lain. Hanbaliyyah lebih banyak menggunakan istishhab karena untuk menyedikitkan qiyas. Hanbaliyyah menganggap istishhab sebagai dalil dari dalil-dalil fatwa. Hanbaliyyah cenderung fiqhnya kepada atsar.
معنى الإستصحاب, أنّ ما ثبت فى الزمان الما ضى فالأصل بقا ؤه فى الزمان الحضر والمستقبل.
“Arti Istishhab, ialah bahwasannya apa yang telah ada dimasa yang telah lalu, maka menurut hukum asal dipandang masih ada dimasa sekarang dan dimasa yang akan datang.”
Maslahah mursalah dipakai Ahmad karena bahwasannya fatwa sahabat didirikan atas dasar maslahat. Ahmad mendasarkan Siyasah Syar’iyah kepada maslahat[14]. Madzhab ini subur karena menggunakan maslahat dan Ahmad menghargai maslahat yang tidak bertentangan dengan dalil atau sesuai dengan syara’ dan dapat dijangkau oleh akal.
Ahmad memakai dzari’ah jika suatu perbuatan itu mendatangkan manfaat bagi orang lain atau umum maupun dirinya sendiri. Contoh fatwa Ahmad yang disandarkan kepada dzarai’, yaitu Ahmad tidak menyukai kita berbelanja di toko yang menurunkan harga agar pembeli tersebut tidak membeli di toko sebelahnya. Dalam suatu aqad Ahmad memandangnya dari segi niat, maksud dan tujuan tidak hanya kepada lafal saja.
Ahmad bukanlah orang yang membenarkan pendapat akal secara mutlak tanpa bersandar kepada al-Qur’an dan Sunnah. Kemudian Ahmad juga bukan tipe orang yang suka mencampuri urusan orang lain tetapi karena kondisi dan suasana tidak sejalan maka terpaksa Ahmad mencampuri urusan-urusan tersebut. Contoh urusan politik, urusan dengan penguasa, urusan dengan ulama’ yang lain karena berbeda pendapat dan lain-lain.
4.    Kitab Karya Imam Bin Hanbal
Kitab karya Imam Ahmad Bin Hambal
a.    Musnad Imam Ahmad bin Hanbal
Musnad ini adalah koleksi besar yang berisi hadits-hadits yang selama ini telah dkumpulkannya. Ia menyusun kitab ini pada tahun 180 H sejak umurnya 16 tahun. Ibn Hambal menghabiskan banyak waktu untuk menghimpun hadits-hadits. Ia wafat sebelum sempat menyusun dan mengatur Musnad. Isinya empat puluh ribu hadits.  Kemudian putra nya Abdullah  memasukan hadits-hadits yang didengar nya ke dalam Musnad. Perawi Musnad yang beredar sekarang adalah  Abdullah. Ibn Hambal menulis hadits di musnad hadits yang cukup sanad dan sahih menurutnya walaupun ada pula hadits yang dhaif[15]. Ia membagi susunan kitabnya itu atas bab-bab berdasarkan nama para sahabat yang meriwayatkan hadist yang bersangkutan[16].
b.    Az Zuhd
Kitab  ini membicarakan tentang zuhud nabi-nabi, sahabat, khalifah dan sebagian  dari imam–imam yang berdasarkan kepada hadits, atsar dan akbar-akbar.
Kitab fiqh dalam Madzhab Hambali
1.    Al-Umdah (kitabinti)
Berisi perasalahan–permasalahan  fiqh menurut satu pendapat dalam madzhab hambali. Dalam kitab ini tidak disebutkan banyak dalil, agar orang yang mempelajari akan menguasai dasar fiqh secara utuh. Kitab ini karangan ibnu khudamah.
2.    Al-Muqni’ ( yang memuaskan )
Kitab ini dibuat untuk mempelajari fiqh tingkat lanjutan atau pertengahan. Kitab ini menyebutkan dua pendapat Imam Madzhab. Dalam kitab ini disebutkan beberapa permasalahan yang tidak disebutkan dalam kitab al-Umdah. Namun tidak disebutkan dalil-dalilnya. Kitab ini juga karangan Ibnu Qudamah.
3.    Al-Kahfi
Kitab ini adalah kitab kelanjutan dari kitab Al-Muqni’ yang juga merupakan kitab karya Ibnu Qudamah. Di dalam kitab ini disebutkan pendapat yang lebih luas dan dalil-dalil pada setiap masalah. Namun kitab inil ebih sedikit tema pembahasannya dari pada kitab Al-muqni’.



4.    Al-Mughni
Kitab ini dirancang untuk pembelajaran fiqih tingkat mahir. Di dalam kitab ini juga disebutkan perselisihan pendapat tingkat lanjut serta menyebutkan pendapat para sahabat dan pendapat para ulama’ tabi’in generasi sesudahnya. Kitab ini juga mengupas masing–masing pendapat tersebut secara panjang lebar. Kemudian menyimpulkan pendapat yang paling kuat. Kitab ini juga karangan Ibnu Qudamah.



C.   PENUTUP

Kesimpulan
Dari penjelasan mengenai madzhab Imam bin Hambal sebelumnya dapat disimpulkan bahwa Imam bin Hambal adalah seorang ahli hadis yang selalu semangat belajar ilmu pengetahuan. Meskipun hidup sederhana tak menyurutkan semangatnya untuk melawat ke berbagai daerar untuk menuntut ilmu. Tercatat Husyin dan Imam syafi’i serta banyak guru lain telah ia datangi untuk berguru. Ia seorang ahli hadits tapi juga memahami fiqh.
Ia adalah seorang yang zuhud lagi sholeh. Dalam pemikirannya ia menggunakan Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan Hadits sebagai yang kedua. Dalam beristimbath Ibn Hambal menggunakan metode Nushus, fatwa sahabi, hadits mursal/daif, qiyas. Dan dikembangkan lagi istishab, mashalih dan dzarai. Imam Ahmad ibn Hambal juga lebih condong pada Madzhab Hadits, karena Imam Ahmad ibn Hambal lebi memilih menggunakan Hadits Doif dari pada Qiyas.
Dalam penyebarannya Madzhab Imam Hambali tidak sesukses 3 madzhab sebelumnya salah satunya disebabkan karena datang lebih akhir. Meskipun begitu ajarannya sangat berkembang di Saudi Arabia berkat Abdul Wahab seorang penggerak pembaharuan di Saudi Arabia. Kitab karya nya yang termashyur adalah al-Musnad yang berisi himpunan haditsnya sejak ia mulai mengumpulkan hadits.



DAFTAR PUSTAKA
·         Abdurrahman. 1991. Perbandingan Mazhab. Bandung: PT. Sinar Baru
·         Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 1997. Pokok-Pokok Pegangan Imam Mazhab. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
·         Asy-Syurbasi, Ahmad. 1991. Sejarah dan Biografi Empat Imam Madzhab. Jakarta: PT Bumi Aksara.
·         Fakhruddin, 2009. Intellectual Network Sejarah dan Pemikiran Empat Imam Madzhab Fiqh. Malang : UIN Malang Press.
·         Hosen, Ibrahim. 1971. Fiqh Perbandingan. Jakarta: Balai Penerbitan & Perpustakaan Islam Yayasan Ihya ‘Ulumuddin.
·         Sodiqin, Ali dkk. 2014. Fiqh Ushul Fiqh. Yogyakarta:UIN Sunan Kalijaga.
·         Syaikhu, 2013. Perbandingan Madzhab Fiqh. Yogyakarta: CV Aswaja Pressindo
·         Tahido, Huzaemah. 1997. Pengantar Perbandingan Mazhab. Ciputat: Logos Wacana Ilmu.




[1]Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah Empat Imam Madzhab, Jakarta: PT Bumi Aksara, 1991, hlm.190
[2]Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah Empat Imam Madzhab, Jakarta: PT Bumi Aksara, 1991, hlm.214
[3]Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah Empat Imam Madzhab, Jakarta: PT Bumi Aksara, 1991, hlm.257
     
[4] Huzaemah, Pengantar Perbandingan Mazhab, Ciputat: Logos Wacana Ilmu,1997,hlm 145
[5]Fakhruddin, Intellectual Network Sejarah Dan Pemikiran Empat Imam Madzhab, Malang: UIN-Malang Press,2009, hlm.8
[6]DR. Ali Sodiqin , DKK. Fiqih ushl fiqih, Yogyakarta:UIN Sunan Kalijaga,2014, hlm.11
[7] Syaikhu, Perbandingan Madzhab Fiqh.Hlm 51
[8] Syaikhu, Perbandingan Madzhab Fiqh.Hlm 68
[9] Syaikhu, Perbandingan Madzhab Fiqh.Hlm 62
[10] Syaikhu, Perbandingan Madzhab Fiqh.Hlm 94
[11]DR. Ali Sodiqin , DKK. Fiqih ushl fiqih, Yogyakarta:UIN Sunan Kalijaga,2014, hlm.19
[12]Dr. Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab, Halaman 140
[13][13] Ibrahim Hosen, Fiqh Perbandingan. Jakarta:Balai Penerbitan dan Perpustakaan Yayasan Ihya Ulumuddin Hlm 61
[14] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. Pokok-Pokok Pegangan Imam Mazhab. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1997, 305-306.
[15]Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Pokok-Pokok Pegangan Imam Mazhab.Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1997, hlm.536
[16] Abdurrahman. Perbandingan Mazhab. Bandung: PT. Sinar Baru, 1991, hlm.30

2 komentar:

  1. mantap bung.....
    lanjutkan!!!!!

    semoga bermanfaat

    BalasHapus
  2. Banyak yang perlu diperbaiki dan saran saya kalau membahas fikih Madzhab Hambali dan ushul nya, langsung merujuk kepada kitab aslinya, jangan pakai kitab lainnya. Jujur banyak sekali yang keliru dan menyelisihi pendapat-pendapat madzhab Hambali

    BalasHapus

Jangan lupa pesan saya jadilah orang yang jujur. Jangan jadi orang yang plagiat yang tidak mencantumkan sumber referensinya.

Kritik dan Saran sangat saya butuhkan, Demi menciptakan sesuatu yang sangat berguna dan bermanfaat Fiddunya Wal Akhiroh