Jumat, 16 Februari 2018

JIHAD



MAKALAH
JIHAD
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hadits Ahkam
Yang diampu oleh : Bapak. Abdul Jalil, S.Th.I., M.S.I




Disusun Oleh :
Kelompok 10
1.             Aang Sobari Saeful Risal            ( 16360012 )
2.             Abdul Munif Afandi                    ( 16360014 )
3.             Alvina Maula Azkiya                  ( 16360020 )



PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2017/2018

KATA PENGANTAR

            Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Makalah dengan judul “Jihad”.
Sholawat teriring salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah hingga zaman yang terang benderang.
            Tujuan dibuatnya makalah ini diharapkan agar dijadikan sebagai wawasan kita terhadap mata kuliah “ Hadits Ahkam ” sesuai dengan tema yang kami angkat. Penyusun telah berusaha demi keberhasilan dan kesempurnaan makalah ini. Namun, kami merasa masih terlalu banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon kritikan dan saran yang membangun baik dari dosen pembimbing maupun dari rekan-rekan mahasiswa.
             Tidak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Makalah ini, semoga dengan apa yang ada dalam Makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Amiin ...




Yogyakarta,


Penyusun



DAFTAR ISI
Kata Pengantar
BAB I Pendahuluan
A.     Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan Penulisan
BAB II Pembahasan
                   A.     Pengertian
                   B.     Dasar Hukum Jihad
                   C.     Makna Hadits
                   D.    Hukum yang terkandung di dalam Hadis
BAB III Penutup
                   A.    Kesimpulan
                   B.     Saran
Daftar Pustaka



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin, Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajaranya, alqur’an dan hadist tampak ideal dan agung, Di dalam Alquran dan Hadis, Allah memerintahkan berjihad untuk menegakkan syariat islam sebagaimana yang telah di lakukan oleh Nabi Muhammad SAW.
Jihad adalah salah satu syi’ar Islam yang terpenting dan merupakan puncak keagungannya. Kedudukan jihad dalam agama sangat penting dan senantiasa tetap terjaga. Jihad fii sabiilillaah tetap ada sampai hari Kiamat.
Islam tidak hanya memerintahkan umat Islam untuk menyembah Allah dengan mendirikan shalat, puasa, membaca doa, meyisihkan sebagian hartanya melaliu zakat, dan menyantuni kaum dhu’afa. Itu semua belum cukup unutk umat Islam jika banyak kebenaran ditutupi oleh kebatilan. Orang Islam diwajibkan beribadah yang dengan ibadah itu dia ikut andil dalam menanggulangi kejahatan sebagaimana andilnya ibadah zakat dalam berbuat kebaikan. Demikian itulah yang dinamakan ibadah jihad fi sabilillah
Namun Allah juga memerintahkan untuk saling mengasihi dan menghormati antar umat beragama, jihad dilaksanakan untuk menjalankan misi utama manusia yaitu menegakkan agama Allah atau menjaga agama tetap tegak, dengan cara-cara yang sesuai dengan garis perjuangan para Rasul dan Alquran. Jihad yang dilaksanakan Rasul adalah berdakwah agar manusia meninggalkan kemusyrikan dan kembali kepada aturan Allah, mensucikan qalbu, memberikan pengajaran kepada ummat dan mendidik manusia agar sesuai dengan tujuan penciptaan mereka yaitu menjadi khalifah Allah di bumi.
Allah menjadikan jihad fisabilillah (berjuang dijalan Allah) adalah dasar asasi cinta kepada Allah dan Rasulnya, jihad ini meliputi mencintai apa yang diperintahkan oleh Allah dan membenci yang dilarang oleh Allah dengan arti sebenar-benarnya.
Makalah ini akan membahas lebih dalam apa itu jihad dan apa hukum jihad yang sebenarnya.
B.  Rumusan Masalah

  1.     Apa pengertian jihad?
  2.     Bagaimana hukum serta pendapat ulama tentang jihad?

C.  Tujuan Penulisan
            1.      Mendeskripsikan pengertian jihad
            2.      Mendeskripsikan hukum serta pendapat ulama tentang jihad




BAB II
PEMBAHASAN
      A.    Pengertian Jihad
,           Secara bahasa jihad adalah isim mashdar dari kata jahada-yujahidu-jihadan-mujahadah dan bentuk musytaq dari jahada-yajhadu-jahdan yang berarti menanggung kesulitan, mencurahkan usaha, kemampuan, dan tenaga. Secara istilah jihad adalah mencurahkan kemampuan untuk membela dan mengalahkan. Keterangan jihad di dalam Alquran berarti mencurahkan kemampuan untuk menyebarkan dan membela dakwah Islam.
Jihad  dalam tata bahasa berasal dari tiga huruf yaitu jim, ha dan dal. Adapun alif pada kalimat itu adalah tambahan. Menurut etimologi bahasa arab “Jihad” itu adalah “Isim Mashdar kedua” yang berasal dari . jadi Jihad itu berarti bekerja sepenuh hati.
            Dalam agama Islam “Bekerja dengan sepenuh hati” itu melalui tiga tahap dan syarat yang harus ditempuh :
     1.      Adanya roh suci yang menghubungkan makhluk dengan khaliknya
     2.      Roh suci itu menimbulkan tenaga dinamis aktif yang tahu berbuat sesuai dengan tempat, waktu dan keadaan.
     3.      Dimulai dengan ilmul yakin, yang dengan peningkatan iman sampai kepada  haqqul yakin.
Jihad ada tiga tingkatan:
     1.      Jihad terhadap musuh yang tampak
     2.      Berjihad menghadang godaan setan
     3.      Berjihad melawan hawa nafsu
Jihad mempunyai makna yang luas dan sempit. Makna yang luas yaitu seorang mujahid yang berjihad melawan hawa nafsu, melawan setan, melawan musuh yang nyata (berperang di jalan Allah), amar ma’ruf nahi munkar, mengatakan perkataan yang benar dihadapan penguasa yang zalim, dan yang lainnya. Makna yang sempit itu biasanya dimaknai dengan mengerahkan kemampuan untuk membunuh orang-orang kafir. Dalam Alquran dan Sunnah juga menerangkan bahwa jihad tidak saja memerangi orang kafir.
Ada juga jihad sughra dan kubra:[1]
Jihad sughra/kecil adalah adalah pemenuhan aktif kita terhadap perintah dan tugas dalam Islam. Jihad kecil bersifat material. Jihad kecil tidak berarti hanya sebatas peperangan, yang hanya akan mempersempit pandangan kita. Sebenarnya, jihad kecil memiliki arti dan aplikasi sedemikian luas. Misal, semua upaya yang dilakukan untuk mereformasi masyarakat adalah bagian dari jihad, demikian pula setiap usaha yang dilakukan untuk keluarga, kerabat, tetangga, dan wilayah Anda, dengan niat hanya karena Allah.
Jihad kubra/besar adalah memerangi ego kita yang merusak dan emosi dan pikiran yang negatif (seperti kedengkian, kebencian, iri hati, keegoisan, kesombongan, arogansi, dan keangkuhan), yang menghalangi kita untuk mencapai kesempurnaan. Karena jihad ini sangat sulit dan berat, maka jihad ini disebut jihad besar. Jihad besar berada di lapis spiritual, karena jihad ini merupakan perjuangan melawan dunia batin dan nafsu badaniah. Ketika kedua jihad ini dilaksanakan dengan sukses, keseimbangan yang diinginkan terwujud. Jika salah satunya tidak ada, keseimbangan ini akan goyah.
Kesimpulan dari pengertian jihad adalah ketika seorang Muslim mencurahkan usahanya untuk melawan keburukan dan kebatilan. Dimulai dengan jihad terhadap keburukan yang ada dalam dirinya dalam bentuk hawa nafsu atau godaan setan, dilanjutkan dengan melawan keburukan di sekitar masyarakat, dan berakhir dengan melawan keburukan di mana saja, sesuai kemampuan. 

      B.     Dasar Hukum Jihad
1.      Dari Al – Qur’an
žw ÈqtGó¡o tbrßÏè»s)ø9$# z`ÏB tûüÏZÏB÷sßJø9$# çŽöxî Í<'ré& ÍuŽœØ9$# tbrßÎg»yfçRùQ$#ur Îû È@Î6y «!$# óOÎgÏ9ºuqøBr'Î/ öNÍkŦàÿRr&ur 4 Ÿ@žÒsù ª!$# tûïÏÎg»yfçRùQ$# óOÎgÏ9ºuqøBr'Î/ öNÍkŦàÿRr&ur n?tã tûïÏÏè»s)ø9$# Zpy_uyŠ 4 yxä.ur ytãur ª!$# 4Óo_ó¡çtø:$# 4 Ÿ@žÒsùur ª!$# tûïÏÎg»yfßJø9$# n?tã tûïÏÏè»s)ø9$# #·ô_r& $VJŠÏàtã ÇÒÎÈ   ;M»y_uyŠ çm÷ZÏiB ZotÏÿøótBur ZpuH÷quur 4 tb%x.ur ª!$# #Yqàÿxî $¸JÏm§ ÇÒÏÈ  
95. Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk[340] satu derajat. kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk[341] dengan pahala yang besar,
96. (yaitu) beberapa derajat dari pada-Nya, ampunan serta rahmat. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
( Q.S. An-Nisa/4 : 95 – 96 )
[340] Maksudnya: yang tidak berperang karena uzur.
[341] Maksudnya: yang tidak berperang tanpa alasan. sebagian ahli tafsir mengartikan qaa'idiin di sini sama dengan arti qaa'idiin Maksudnya: yang tidak berperang karena uzur..
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ö@yd ö/ä39ߊr& 4n?tã ;ot»pgÏB /ä3ŠÉfZè? ô`ÏiB A>#xtã 8LìÏ9r& ÇÊÉÈ   tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur tbrßÎg»pgéBur Îû È@Î6y «!$# óOä3Ï9ºuqøBr'Î/ öNä3Å¡àÿRr&ur 4 ö/ä3Ï9ºsŒ ׎öyz ö/ä3©9 bÎ) ÷LäêZä. tbqçHs>÷ès? ÇÊÊÈ   öÏÿøótƒ ö/ä3s9 ö/ä3t/qçRèŒ óOä3ù=Åzôãƒur ;M»¨Zy_ ̍øgrB `ÏB $pkÉJøtrB ㍻pk÷XF{$# z`Å3»|¡tBur Zpt6ÍhŠsÛ Îû ÏM»¨Zy_ 5bôtã 4 y7Ï9ºsŒ ãöqxÿø9$# ãLìÏàyèø9$# ÇÊËÈ   3t÷zé&ur $uhtRq7ÏtéB ( ׎óÇtR z`ÏiB «!$# Óx÷Gsùur Ò=ƒÌs% 3 ÎŽÅe³o0ur tûüÏZÏB÷sßJø9$# ÇÊÌÈ  
10. Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?
11. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
12. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar.
13. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.
( Q.S. As-Shaf/61 : 10 – 13 )

2.      Dari Hadits Nabi


“Dari Abi Dzar ra berkata : Aku bertanya kepada nabi saw : Perbuatan apakah yang paling utama? Beliau menjawab : Iman kepada Allah dan jihad di jalan-Nya”.

وَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (جَاهِدُوا اَلْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ, وَأَنْفُسِكُمْ, وَأَلْسِنَتِكُمْ)
 رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَالنَّسَائِيُّ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ
Dari Anas bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Berjihadlah melawan kaum musyrikin dengan hartamu, jiwamu dan lidahmu." Riwayat Ahmad dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Hakim.

Kosa kata:       جَاهِدُوا : berjihadlah
اَلْمُشْرِكِينَ : melawan kaum musyrikin

وَعَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بُرَيْدَةَ, عَنْ أَبِيهِ قَالَ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا أَمَّرَ أَمِيرًا عَلَى جَيْشٍ أَوْصَاهُ بِتَقْوَى اَللَّهِ, وَبِمَنْ مَعَهُ مِنْ اَلْمُسْلِمِينَ خَيْراً, ثُمَّ قَالَ: اُغْزُوا بِسْمِ اَللَّهِ, فِي سَبِيلِ اَللَّهِ, قَاتِلُوا مِنْ كَفَرَ بِاَللَّهِ, اُغْزُوا, وَلَا تَغُلُّوا, وَلَا تَغْدُرُوا, وَلَا تُمَثِّلُوا, وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيداً, وَإِذَا لَقِيتَ عَدُوَّكَ مِنْ اَلْمُشْرِكِينَ فَادْعُهُمْ إِلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ, فَأَيَّتُهُنَّ أَجَابُوكَ إِلَيْهَا, فَاقْبَلْ مِنْهُمْ, وَكُفَّ عَنْهُمْ: اُدْعُهُمْ إِلَى اَلْإِسْلَامِ فَإِنْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ ثُمَّ اُدْعُهُمْ إِلَى اَلتَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ إِلَى دَارِ اَلْمُهَاجِرِينَ, فَإِنْ أَبَوْا فَأَخْبَرْهُمْ أَنَّهُمْ يَكُونُونَ كَأَعْرَابِ اَلْمُسْلِمِينَ, وَلَا يَكُونُ لَهُمْ. فِي اَلْغَنِيمَةِ وَالْفَيْءِ شَيْءٌ إِلَّا أَنْ يُجَاهِدُوا مَعَ اَلْمُسْلِمِينَ. فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَاسْأَلْهُمْ اَلْجِزْيَةَ, فَإِنْ هُمْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ, فَإِنْ أَبَوْا فَاسْتَعِنْ بِاَللَّهِ وَقَاتِلْهُمْ. وَإِذَا حَاصَرْتَ أَهْلَ حِصْنٍ فَأَرَادُوكَ أَنْ تَجْعَلَ لَهُمْ ذِمَّةَ اَللَّهِ وَذِمَّةَ نَبِيِّهِ, فَلَا تَفْعَلْ, وَلَكِنْ اِجْعَلْ لَهُمْ ذِمَّتَكَ; فَإِنَّكُمْ إِنْ تُخْفِرُوا ذِمَمَكُمْ أَهْوَنُ مِنْ أَنَّ تُخْفِرُوا ذِمَّةَ اَللَّهِ, وَإِذَا أَرَادُوكَ أَنْ تُنْزِلَهُمْ عَلَى حُكْمِ اَللَّهِ, فَلَا تَفْعَلْ, بَلْ عَلَى حُكْمِكَ; فَإِنَّكَ لَا تَدْرِي أَتُصِيبُ فِيهِمْ حُكْمَ اَللَّهِ أَمْ لَا )  أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ 
Dari Sulaiman Ibnu Buraidah, dari ayahnya, bahwa 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam jika mengangkat komandan tentara atau angkatan perang, beliau memberikan wasiat khusus agar bertaqwa kepada Allah dan berbuat baik kepada kaum muslimin yang menyertainya. Kemudian beliau bersabda: "Berperanglah atas nama Allah, di jalan Allah, perangilah orang yang kufur kepada Allah. Berperanglah, jangan berkhianat, jangan mengingkari janji, jangan memotong anggota badan, jangan membunuh anak-anak. Jika engkau bertemu musuhmu dari kaum musyrikin, ajaklah mereka kepada tiga hal. Bila mereka menerima salah satu dari ajakanmu itu, terimalah dan jangan apa-apakan mereka, yaitu: ajaklah mereka memeluk agama Islam, jika mereka mau, terimalah keislaman mereka; kemudian ajaklah mereka berpindah dari negeri mereka ke negeri kaum muhajirin, jika mereka menolak, katakanlah pada mereka bahwa mereka seperti orang-orang Arab Badui yang masuk Islam, mereka tidak akan memperoleh apa-apa dari harta rampasan perang dan fai' (harta rampasan tanpa peperangan), kecuali jika mereka berjihad bersama kaum muslimin. Bila mereka menolak (masuk Islam), mintalah mereka agar membayar upeti. Jika mereka menyetujui, terimalah hal itu dari mereka. Lalu, bila mereka menolak, mintalah perlindungan kepada Allah dan perangilah mereka. Apabila engkau mengepung penduduk yang berada dalam benteng dan mereka mau menyerah jika engkau memberikan kepada mereka tanggungan Allah dan Rasul-Nya, maka jangan engkau lakukan, namun berilah tanggungan kepada mereka. Karena sesungguhnya jika engkau mengurungkan tanggunganmu adalah lebih ringan daripada engkau mengurungkan tanggungan Allah. Apabila mereka menginginkan engkau memberikan keamanan atas mereka berdasarkan hukum Allah, jangan engkau lakukan. Tetapi lakukanlah atas kebijaksanaanmu sendiri, karena engkau tidak tahu, apakah engkau tepat dengan hukum Allah atau tidak dalam menetapkan hukum kepada mereka." Riwayat Muslim.
Kosa kata:       اُغْزُوا بِسْمِ اَللَّهِ : berperanglah atas nama Allah
                   فِي سَبِيلِ اَللَّهِ : di jalan Allah
                   قَاتِلُوا مِنْ كَفَرَ : perangilah orang yang kufur
                   فَادْعُهُمْ إِلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ : ajaklah mereka kepada tiga hal




Jihad asal hukumnya adalah Fardhu Kifayah
Yang menegaskan bahwa jihad hukumnya fardhu kifayah adalah jumhur ulama (mayoritas fuqaha), berikut ini beberapa kutipan teks yang menegaskannya :
      a.       Dalam al- Bidayah wa an-Nihayah. Ibnu Rusyd menyatakan : adapun (status) hukum aktivitas ini, para ulama telah sepakat bahwa (hukumnya) adalah fardhu kifayah, bukan fardhu ‘ain. Kecuali Abdullah bin Hasan , dia menyatakan hukumnya adalah sunnah (Tathawwu).

      b.      Didalam kitab Tanwir al-Abshar dan syarahnya ad-Durr al-Mukhtar. Pada saat menjelaskan  hukum jihad. Menyatakan : dia (jihad) hukum dasarnya adalah fardhu kifayah, meskipun mereka (kaum kafir) tidak memulainya (terlebih dahulu).

      c.       Didalam kitab al-Minhaj, karya Imam Nawawi  dan syarahnya Mughni al-Muhtaj, dikatakan terdapat dua kondisi bagi kaum kafir. Pertama, mereka berada didalam mereka (sendiri) dan tidak bermaksud menyerang sebagian negeri kaum muslim. Dalam kondisi seperti  ini, (jihad hukumnya) fardhu kifayah.
   
      d.      Dalam Hasyiyah ad-Dasuqi, syarah kitab al-Kabir, dinyatakan, dikutip dari Imam Ibn Abd al-Barr bahwa hukumnya fardhu kifayah (jika) dikhawatirkan (serangan musuh), dan nafilah atau sunah (jika) dalam keadaan aman (dari serangan musuh).

      e.       Didalam kitab al-Mughni, Ibn Qudamah menyatakan : jihad (hukumnya) fardhu kifayah menurut pandangan mayoritas ulama. Diriwayatkan dari Ibn al-Musayyib bahwa (hukumnya) fardhu ‘ain.
f.       Dll

Pandangan – pandangan para ulama yang menyatakan bahwa jihad hukumnya adalah fardhu ‘ain :
      a.       Jihad hukumnya fardhu ‘ain atas sahabat muhajirin saja, dan ada pada sahabat nabi secara mutlak, baik dalam kondisi defensive,atau pada peperangan yang bersifat ofensif, dalam arti peperangan yang dilakukan oleh kaum muslim untuk menyebarkan dakwah.

      b.      Jihad hukumnya fardhu ‘ain atas sahabat anshar saja, dan ada pada masa nabi saw secara mutlak, baik dalam kondisi defensive atau pada peperangan yang bersifat defensif untuk melindungi terjadinya kedhaliman pada penduduk Madinah al-Munawarah.

      c.       Jihad hukumnya fardhu ‘ain atas seluruh kaum muslim pada masa Nabi saw, dalam peperangan yang dipimpin langsung oleh Rasulullah saw saja. Bukan peperangan – peperangan atau pengiriman pasukan (yang dipimpin oleh selain beliau).
      
       d.      Jihad hukumnya fardhu ‘ain atas seluruh pada sahabat tanpa dibedakan antara anshar dan muhajirin, dan tanpa dibedakan antara peperangan ofensif dan defensive.

       e.       Jihad hukumnya fardhu ‘ain atas kaum muslim yang ditunjuk oleh Rasululah saw agar berangkat ke medan perang, baik beliau berangkat ke medan perang bersama mereka atau tidak.
       f.       Dll 

Pemikiran yang menyatakan bahwa hukum jihad adalah sunnah, sebagai berikut :
      a.       Didalam Qowanin al-Ahkam as-Syar’iyyah, dinyatakan Sahnun menyatakan setelah penaklukan kota Makkah, jihad berubah menjadi sunnah (Tatawwu’)
      b.      Didalam Hayiah ad-Dasuqi ‘ala Syarh al-Kabir, dinyatakan : diriwayatkan dari Ibn ‘Abd al-Barr bahwa jihad hukumnya fardhu kifayah dalam kondisi dikhawatirkannya serangan musuh, dan sunnah dalam kondisi aman.
      c.       Didalam Bidayah al-Mujtahid, Ibn Rusyd menyatakan adapun aktivitas hukum ini (maksudnya jihad), para ulama telah sepakat bahwa hukumnya fardhu kifayah, bukan fardhu ‘ain, kecuali Abdullah bin al-Hasan, ia menyatakan hukumnya sunnah.  
      d.      Didalam Tafsir al-Qurthubi, dinyatakan al-Mahdawi dan yang lain meriwayatkan dari ats-Tsauri, bahwa ia menyatakan jihad hukumnya sunnah.
      e.       Dll
Pemaparan beberapa kondisi, dimana memerangi musuh hukumnya adalah sunnah, antara lain :
a.       Berjihad melawan musuh bukan karena Allah dan bukan karena dorongan pamer (riya)
b.      Beberapa kondisi dalam peperangan satu lawan satu (Mubarazah), yang terbagi menjadi tiga bagian, diantaranya :
1)      Mubarazah sunnah
Tatkala ada seorang kafir yang meminta berhadapan satu lawan satu. Dalam kondisi seperti ini, maka siapa saja yang merasa memiliki kemampuan dan keberanian, disunnahkan melayaninya dengan seijin amir (perang). Sebab, ini artinya membela kaum muslim dan menampakan kekuatannya.
2)      Mubarazah mubah
Seseorang (dari kaum muslim) yang memiliki keberanian menantang (pihak musuh) untuk berhadapan satu lawan satu. Ini hkumnya mubah, bukan sunnah. Alasannya, karena hal ini tidak dibutuhkan dan tidak dapat dijamin kemenangannya, yang akhirnya jika dia kalah justru dapat melemahkan keteguhan hati kaum muslim. Akan tetapi, karena dia berani dan memiliki kepercayaan diri yang kuat, hal ini tetap dibolehkan. Sebab, jika dilihat secara lahiriyah, dia akan dapat memenangkannya.
3)      Mubarazah makruh
Seseorang yang lemah dan tidak memiliki kepercayaan diri yang kuat menantang untuk berhadapan satu lawan satu. Tindakan Mubarazah ini hukumnya makruh baginya. Sebab, hal ini justru akan berakibat lemahnya keteguhan hati kaum muslim tatkala melihat dia terbunuh didepan mata kepala mereka.
c.       Sebagian kondisi dimana kaum wanita dan anak – anak dari pihak musuh ikut dalam peperangan.
Pemaparan beberapa kondisi yang dikemukakan oleh para ulama fiqh, bahwa memerangi musuh hukumnya adalah makruh dalam pandangan syara, sebagai berikut :
a.       Tatkala ada beberapa individu pasukan kaum muslim yang statusnya bukan tentara resmi pemerintah melakukan pennyerangan terhadap pihak musuh tanpa ijin dari imam (khalifah), atau dari pihak yang memiliki kewenangan dalam masalah ini (peperangan).
b.      Didalam al-Minhaj, karya an-Nawawi, beserta syarahnya, Mughni al-Muhtaj, dinyatakan makruh hukumnya melaksanakan peperangan tanpa seijin imam (khalifah), atau penggantinya, karena Ta’addub (penghormatan) kepadanya. Sebab imam lebih tahu tentang kemaslahatan perang dari pada yang lain.
c.       Dll
Pemaparan beberapa kondisi dan keadaan yang menjadikan jihad atau perang melawan musuh  beralih dari hukum wajib menjadi haram. Antara lain :
      a.       Haram berjihad tatkala kedua, atau salah satu orang tua melarangnya, sementara status jihad bukan fardhu ‘ain.
      b.      Diharamkannya jihad atas orang yang memiliki beban hutang, sementara dia tidak meninggalkan harta, atau sejenisnya, untuk melunasi hutang tersebut, dan tidak mendapatkan ijin dari kreditor (orang yang memberikan pinjaman) selama status jihad tidak berubah menjadi fardhu ‘ain.
       c.       Diharamkan melaksanakan peperangan apabila justru menimbulkan bahaya besar bagi kaum muslim.



[1]https://fgulen.com/id/karya-karya/cinta-dan-toleransi/1277-jihad-terorisme-hak-asasi-manusia/10075-jihad-kecil-dan-jihad-besar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa pesan saya jadilah orang yang jujur. Jangan jadi orang yang plagiat yang tidak mencantumkan sumber referensinya.

Kritik dan Saran sangat saya butuhkan, Demi menciptakan sesuatu yang sangat berguna dan bermanfaat Fiddunya Wal Akhiroh