DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
a. Al - Qur'an
BAB III PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia Islam, istilah wakaf
bukanlah sesuatu yang terdengar asing di telinga. Wakaf adalah pengalihan hak
dari milik perseorangan atau lembaga atau kelompok, menjadi milik umum secara
syar’i dan dapat dimanfaatkan terus menerus untuk kesejahteraan umat.
Namun, pada umumnya sesuatu yang
diwakafkan itu adalah benda yang tidak bergerak, seperti tanah, masjid, dan
sekolah karena lebih mudah untuk diambil manfaatnya secara terus menerus tidak
ada habisnya.
Seiring dengan berkembangnya
teknologi dan pokok permasalahan dalam masalah wakaf, maka kemudian terciptalah
gagasan tentang adanya wakaf tunai atau wakaf uang. Dengan alasan dapat
mendongkrak kesejahteraan umat dan pemeliharaan objek wakaf yang lain, maka
diadakanlah wakaf tunai ini. Banyaak negara muslim yang telah menerapkan wakaf
tuni ini, termasuk Indonesia. Berharap keberhasilan akan turut membawa
kesejahteraan umat untuk mendatangi mereka.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
wakaf tunai itu?
2. Seperti apa gambaran wakaf tunai itu?
C. Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui lebih mendalam tentang wakaf tunai.
2.
Melengkapi tugas makalah mata kuliah Perbandingan Hukum Zakat dan Wakaf.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Wakaf Secara Umum
1. Pengertian Wakaf
Definisi dari wakaf adalah menyerahkan harta
yang tidak boleh dimiliki oleh perseorangan atau lembagauntuk dikelola,
kemudian manfaatnya didermakan kepada fakir, miskin, atau untuk kepentingan
umum.[1]
Wakaf juga berarti penahanan harta yang dapat
diambil manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan yang mubah serta
untuk dimaksudkan untuk mendapatkan ridla Allah SWT.[2]
2. Dasar Hukum Wakaf
Secara teks,
wakaf tidak terdapat dalam al-Qur’an dan Hadirts. Di dalam al-Qur’an sering
menyatakan konsep wakf dengan ungkapan yang menyatakan dengan derma (infaq)
demi kepentingan umum. Sedangkan dalam hadits sering kita temui ugkapan wakaf
dengan habs (tahan), seperti pada pengertian yang telah dijelaskan di atas.
a. Al-Qur’an
Dalam surah Ali Imran ayat 92 :
`s9 (#qä9$oYs? §É9ø9$# 4Ó®Lym (#qà)ÏÿZè? $£JÏB cq6ÏtéB 4 $tBur (#qà)ÏÿZè? `ÏB &äóÓx« ¨bÎ*sù ©!$# ¾ÏmÎ/ ÒOÎ=tæ ÇÒËÈ
“Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan
Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya”.
Ketika ayat tersebut terdengar oleh Abu Thalhah maka ia berdiri dan
berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah SWT telah berfirman:
`s9 (#qä9$oYs?
§É9ø9$# 4Ó®Lym
(#qà)ÏÿZè? $£JÏB cq6ÏtéB 4
“Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai”. (QS. Ali Imran : 92).
Sedangkan harta yang samgat saya cintai adalah Bairaha (kebun yang
berada tepat berhadapan dengan masjid Nabi SAW) ia akan sedekahkan kepada
Allah, kami hanya berharap kebaikan dan pahalanya akan kami simpan di sisi
Allah SWT. Oleh karena itu,pergunakanlah pada tempat yang engkau inginkan. Nabi
SAW bersabda: Aku mendengar apa yang engkau katakan. Menurut pendapat saya,
berikan saja harta ittu kepada sanak kerabatmu. Kami akan kerjakan wahai
Rasulullah saw, jawab Abu Thalhah. Kemudian ia membagi-bagikannya kepada anak
keranbat dan anak pamannya.” (HR. Muslim).[3]
b. Al-Hadits
Menurut Rahmat
Djahnika terdapat 6 hadits yang menjelaskan tentang wakaf, salah satunya adalah
:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ, أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَ سَلَّمَ فَالَ : إِذَا مَاتَ إِبْنُ آدَمَ إِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ
ثَلاَثَةٍ صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ أَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٌ صَلِحٌ
يَدْعُوْ لَهُ (روه مسلم).
“Diriwayatkan
dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda: Apabila manusia wafat,
terputuslah semua amal perbuatannya, kecuali dari tiga hal, yaitu dari sedekah
jariyah (wakaf), atau ilmu yang dimanfaatkan, atau anak sholeh yang
mendo’akannya” (HR. Muslim).
Para ulama
menafsirkan bahwa yang dimaksud amal jariyah dalam hadits Rasulullah tersebut
dengan wakaf, bukan seperti memanfaatkan harta.[4]
B. Wakaf Tunai
1. Wakaf Tunai Dalam Prespektif Islam
Wakaf tunai berarti wakaf yang
dilakukan seseorang, sekelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk
uang. Dalam hal ini tidak hanya berupa uang dalam bentuk cash, namun
juga bisa berupa cek, saham, juga logam mulia seperti emas dan perak.[5]
Wakaf tunai pun dalam dunia islam
masih menjadi ikhtilaf. Ada ulama yang memperbolehkan dan ada pula yang tidak
memperbolehkan.[6]
Wakaf tunai ini dahulu sudah
dikenal pada masa dinasti Utsmani dan juga pernah di terapkan semasa dengan
dinasti Utsmani.[7]
Imam al-Zuhri pernah berfatwa
seputar wakaf tunai. Beliau menganjurkan untuk melakukan wakaf dinar untuk
membangun sarana dakwah, sosial dan pendidikan umat Islam.
Adapun cara untuk melakukan wakaf
tunai adalah dengan menjadikan uang tersebut sebagai modal usaha kemudian
menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf.
2. Sejarah Singkat Wakaf Tunai
Praktik
wakaf telah dikenal sejak awal Islam. Bahkan masyarakat sebelum Islam telah
mempraktikkan sejenis wakaf, tapi dengan nama lain, bukan wakaf. Karena praktik
sejenis wakaf telah ada di masyarakat sebelum Islam, tidak terlalu menyimpang
kalau wakaf dikatakan sebagai kelanjutan dari praktik masyarakat sebelum Islam.
Sedang wakaf tunai mulai di kenal pada masa dinasti Ayyubiyah di Mesir.[8]
3. Rukun Wakaf Tunai
Rukun dalam wakaf tunai ada 4,
yaitu :
a. Al Wakif: Orang yang melakukan perbuatan wakaf hendaklah dalam
keadaan sehat rohaninya dan tidak dalam keaddan terpaksa atau dalam keadaan
jiwanya tertekan.
b. Al Mauquf: Harta benda yang diwakafkan harus jelas wujudnya
atau zatnya yang bersifat abadi, artinya bahwa harta itu tidak habis sekali
pakai dan dapat diambil manfaatnya dalam jangka waktu yang lama.
c. Al Mawqul ‘alaih: Sasaran yang berhak menerima hasil atau manfaat
wakaf dapat dibagi menjadi dua macam, wakaf khairi dimana wakaf dimana wakifnya
tidak membatasi sasaran wakafnya untuk pihak tertentu tapi untuk kepentingan
umum, sedangkan wakaf dzurri adalah wakaf dimana wakifnya membatasi sasaran
wakafnya untuk pihak tertentu, yaitu keluarga keturunannya.
d. Sighah: Pernyataan pemberian wakaf, baik dengan lafadz,
tulisan, maupun isyarat.
4. Tujuan Wakaf Tunai
Adapun tujuan dibentuknya wakaf tunai ini, sebagaimana disebutkan Syafi’i
Antonio adalah sebagai berikut:
a. Wakaf uang jumlahnya bisa berfariasi, sehingga
seseorang yang memiliki dana terbatas pun bisa memberikan dana wakafnya tanpa
harus menunggu menjadi tuan tanah (hartawan) terlebih dahulu.
b. Melalui wakaf uang, aset-aset wakaf yang berupa
tanah-tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah
untuk lahan pertanian.
c. Wakaf tunai juga bisa digunakan untuk membantu
sebagian lembaga-lembaga Islam yang kembang kempis dan menggaji civitas
akademika ala kadarnya.
d. Umat islam bisa lebih mandiri dalam mengembangkan
dunia pendidikan tanpa harus terlalu tergantung pada anggaran pendidikan
negara.[9]
5. Kegunaan Wakaf Tunai
Secara fleksibilitas wakaf tunai
tentu lebih fleksibel jika dibandingkan dengan wakaf properti atau benda tidak
bergerak lain. Selain juga bahwa wakaf tunai adalah wakaf harta likuid. Oleh
karena sifatnya yang fleksibel dan likuid tersebut maka wakaf tunai mempunyai
kegunaan bermacam-macam. Namun secara garis besar penggunaan wakaf tunai
terbagi menjadi dua: pertama, untuk pembelian asset wakaf non produktif,
seperti untuk membeli bahan material bangunan, persediaan kantor sebagiamana
yang terjadi di Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Malang dalam pembangunan asrama
putri Ar-rohmah, wakaf tunai untuk pembangunan Sekolah Dasar (SD) di BMH
Tulungagung, wakaf tunai LMI dalam pembangunan rumah tahfidz, pembangunan
insfratruktur dan ekonomi di Lembaga Global Wakaf. Kedua, dipergunakan
untuk keperluan pengembangan wakaf yang bersifat produktif. Dan wakaf dalam
bentuk kedua inilah yang kemudian dikembangkan sedimikaian rupa, sehingga dalam
kasus di negara Bangladesh bermetamorfosis menjadi Bank Islam untuk Sosial (Social
Islamic Bank Limited).
Dari beberapa bentuk pengembangan
produktif wakaf tunai tersebut, Walid Huwaimil ‘Aujan menjelaskan sebagai
berikut:
a.
Wakaf Tunai untuk keperluan Qardhul
hasan
Wakaf tunai
ini dialakukan dengan cara mengagalang dana dari masyarakat yang peruntukannya
nanti untuk dijadikan sebagai pembiayaan modal kebajikan (qard hasan)
bagi maukuf alaih (sasaran wakaf).
b.
Wakaf Tunai Untuk Kegiatan
Kerjasama Mudharobah
Yaitu dengan cara menggalang dana wakaf tunai yang kemudian di investasikan
kepada usaha ri’il, dimana nanti keuntungannya yang didapatkan (setelah dibagi
hasil) akan disalurkan kepada sasaran wakaf (maukuf alaih).
c.
Wakaf Tunai untuk Kegiatan
kerjasama Berbasis Sukarela (Al-ibtho’)
Yaitu
penggalangan dana wakaf tunai yang kemudian diinvestasikan pada dunia
usaha dengan keseluruhan keuntungan (yang didapat) untuk disalurkan pada
sasaran wakaf (maukuf alaih). Artinya pengelola usaha bekerja tanpa
mendapat bagian keuntungan dari kegiatan kerjasama (charity).
d.
Wakaf Tunai
untuk Kegiatan Pembiayaan istishna’
Yaitu dengan cara menggalang dana wakaf tunai kemudian digunakan
sebagai saldo usaha jasa pengadaan barang dengan akad istishna’.
Termasuk dalam akad ini adalah akad salamdan murabahah.[10]
6. Manfaat Wakaf Tunai
Karena sifatnya yang fleksibel,
maka manfaat dari wakaf tunai antara lain :
a.
Wakaf
tunai jumlahnya bisa bervariasi, sehingga seseorang yang memiliki dana terbatas
sudah dapat memberikan dana wakafnya tanpa menjadi tuan tanah.
b.
Melalui
wakah tunai dan aset-aset yang berupa tanah-tanah kosong bisa dimanfaatkan
dengan pembangunan gedung atau diolah untuk lahan peranian.
c.
Dana
wakaf tunai dapat membantu sebagian lemaga-lembaga pendidikan Islam yang qash flawnya
terkadang naik turun.
d.
Dengan wakaf tunai,umat Islam dapat mandiri dalam
mengembangkan pendidikan tanpa menggantungka pada dana APBN.[11]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penuturan di atas, dapat kita
tarik kesimpulan bahwa :
1.
Wakaf tunai
itu adalah pemindahan kekuasaan atas harta dari seseorang untuk dipergunakan
manfaatnya.
2.
Wakaf tunai
ini seperti bagi hasil. Yaitu jika seseorang melakukan wakaf tunai, maka
uangnya itu akan dipergunakan untuk usaha, kemudian hasilnya diberikan kepada
yang berhak menerimanya, seperti fuqara dan masakin.
[1] Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Pedoman
Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf. (Jakarta: Departemen Agama RI. 2006),
hlm. 9.
[2] Ibid., hlm. 31.
[3] Ibid., hlm. 32.
[4] Ibid., hlm. 33.
[5] Santri Keblinger. “Wakaf Tunai”. Diakses dari
http://
santrikeblinger.blogspot.co.id/2010/05/wakaf-tunai.html?m=1 pada
tanggal 11 Desember 2017 pukul 12.38 WIB.
[6] Ibid.,
[7] Prof. Dr. MA. Mannan. Sertifikat Wakaf
Tunai; Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam. (Depok: CIBER dan PKTTI-UI.
2001), hlm. 14.
[8] DirjenBimbingsn Masyarakat Sosial. Panduan
Pengelolaan Wakaf Tunai. (Jakarta:
Kementrian Agama RI. 2013), hlm. 4.
[9] Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai. (Jakarta: DIRJEN BIMAS ISLAM. 2006), hlm. 103.
[10] Perpuskampus. “Pengertian, Hukum, Sejarah,
Rukun, Syarat, Tujuan, Kegunaan, Manfaat DAN Risiko Wakaf Tunai”, diakses dari https://perpuskampus.com/pengertian-hukum-sejarah-rukun-syarat-tujuan-keguanaan-manfaat-dan-resiko-wakaf-tunai/
pada tanggal 12 Desember 2017 pada pukul 11.13 WIB.
[11] Aisa Manilet, “Wakaf Tunai dan Pemberdayaan
Umat”, Jurnal Tahkim edisi IX No. 2, Desember 2013,
hlm. 37.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa pesan saya jadilah orang yang jujur. Jangan jadi orang yang plagiat yang tidak mencantumkan sumber referensinya.
Kritik dan Saran sangat saya butuhkan, Demi menciptakan sesuatu yang sangat berguna dan bermanfaat Fiddunya Wal Akhiroh